44. Rapat Mendadak dan Bangku-bangku Kosong

8 0 0
                                    

Operator sekolah menatap test pack di tangannya. Semalam ia sudah mendiskusikan hal ini dengan rekan-rekan kerjanya di grup WA dan juga menceritakan hal ini pada istrinya supaya tidak salah paham.

Tanggapan tiap orang berbeda-beda. Ada yang menyarankan benda itu dibuang saja dan sembunyikan kabar ini dari sekolah. Namun, tak sedikit pula yang menyarankan untuk memberitahu hal ini pada kepala sekolah.

"Daripada reputasi sekolah ini tercoreng karena ada murid hamil di luar nikah, sebaiknya kita cari tahu siapa pelakunya. Kepala Sekolah perlu diberi tahu," saran rekannya.

Operator Sekolah memang sejak awal berniat memberitahukan hal ini pada Kepala Sekolah. Untuk itu, usai upacara, ia ketuk pintu ruang Kepala Sekolah.

Tok-tok-tok

"Masuk!" sahut Pak Kepala Sekolah dari dalam.

***

Jam pelajaran pertama mapel matematika kosong, karena para guru sedang rapat. Hal ini Alysa manfaatkan untuk mengerjakan tugas pelajaran sejarah.

"Kamu nggak ngerjain tugas matematika, Lis?" tanya Desi yang menoleh ke belakang. Ia hendak meminta pendapat Alysa, tetapi mendapati gadis itu tidak mengerjakan tugas yang diperintahkan guru sebelum pamit rapat.

"Nanti aja! Tugas itu bakal jadi PR. Mending aku kerjain aja ini," jawab Alysa tanpa mengalihkan pandangan dari buku tulisnya yang baru disampuli.

"Kirain udah kamu kerjain kemaren," komentar Desi.

Alysa menggeleng. "Belum, belum kukerjain."

Ika yang baru saja menyelesaikan perhitungan ikutan menoleh ke belakang. "Alysa, menurut kamu ini be ... lha? Kamu kok, ngerjain tugas sejarah?" Kini gantian Ika yang mengomentari.

"Itu juga yang aku tanyain," ucap Desi pada Ika. Alysa mengabaikan pertanyaan Ika.

"Lis, mapel matematika dua jam pelajaran, lho! Nanti pas pak guru balik, kamu belum ngerjain gimana?" imbuh Ika mengingatkan.

Mendengar hal itu, Alysa mengacak-acak kerudungnya. "Aahh! Nggak tau, lah, Ka! Aku pusing!" keluh Alysa sedikit stres. Semalam ia sama sekali tak mengerjakan PR, sibuk curhat pada kedua orang tuanya setelah diomeli Om Fadil. Ia bahkan tak sempat menyampuli buku tulisnya di rumah.

"Kataku kerjain aja dulu tugas matematika," saran Desi. "Mau ke mana, Rat?" tegur Desi saat Ratna dan Kinan lewat.

"Mau nganterin Kinan ke UKS. Katanya dia sakit perut," jelas Ratna. Tampak oleh Alysa, Ika, dan Desi bahwa Kinan sedang menahan sakit di perutnya.

"Sakit haid ya?" tebak Alysa.

"Iya," jawab Kinan sambil menahan nyeri. "Yuk, Ratna," ujar Kinan pada kawan sebangkunya.

"Kita pergi dulu, ya!" pamit Ratna pergi mengantar Kinan. Namun, belum sampai ke pintu, gadis itu menegur dua orang yang hendak ke luar. "Eh! Eh! Kalian mau ke mana?" sentak Ratna pada Diki dan Satrio.

"Mau ke wc," jawab Diki singkat sambil cengengesan dan kabur bersama Satrio.

"Man! Ada yang bolos, tuh!" teriak Ratna pada Arman, tetapi anak yang ia panggil mengabaikannya. Entah tak mendengar karena suasana kelas yang sedikit berisik, atau pura-pura tak mendengar.

"Udahlah, Na," ujar Kinan.

Ratna hanya mengangkat bahu melihat respons Arman. "Dahlah," ucapnya yang memilih mengantar Kinan.

Apa yang Ika katakan pada Alysa benar. Tak lama, guru matematika kembali pada jam pelajaran kedua, membuat Alysa cemas karena belum mengerjakan matematika sama sekali.

"Baiklah anak-anak, mari kita bahas soal tadi. Loh, kok, banyak bangku kosong?" ucap Pak Guru heran. Terdapat beberapa bangku kosong di kelas. "Pada ke mana ini?" tanya pria paruh baya berkumis itu tak senang. Meski bukan guru killer, tetapi reaksi tak senang Pak Guru cukup membuat murid-murid gelisah.

"Ratna nganter Kinan ke UKS, Pak!" sahut Desi.

"Sisanya ke mana?" tunjuk Pak Guru pada bangku lainnya.

"Aryo, Dani, sama Diego dipanggil OSIS, Pak. Kalau Diki dan Satrio kurang tahu," terang Ayu yang saat ini duduk sendirian.

"Lho? Kok, nggak tahu? Ketua kelasnya siapa? Itu temennya nggak diawasi?" ujar Pak Guru menegur Arman.

"Mereka bolos ke kantin, Pak!" sahut seorang murid membeberkan.

"Cari mereka! Suruh ke sini!" perintah Pak Guru entah pada siapa, tetapi Arman dan Tio langsung pergi ke luar guna mencari kedua anak bandel itu.

"Nah, sekarang kita bahas soal nomor satu," ujar Pak Guru sambil melihat buku absen. "Aditio Indra Gemilang! kerjakan soal nomor satu!" perintah Pak Guru.

"Adit yang barusan keluar, Pak!" sahut Ika.

"Mampus! Mampus!" umpat Alysa dalam hati karena ia tahu selanjutnya ia yang akan ditunjuk.

Pak Guru kembali memeriksa buku absennya. "Oh, kalau gitu Alysa Salma Aulia!" panggil Pak Guru menyuruh Alysa maju.

"Ha-hadir, Pak!" jawab gadis itu dengan gugup.

"Mampus! Mampus!" Umpatan dalam hati Alysa makin keras saat maju ke depan membawa buku paket. Ia menerima spidol dari Pak Guru dan mulai mengerjakan soal. Untungnya Alysa bukan murid yang bodoh. Dengan 'the power of kepepet', gadis itu berhasil menyelesaikan soal.

Sejenak, Pak Guru memeriksa sepintas hasil kerja Alysa. Kedua alisnya bertautan mencermati tulisan di papan tulis. "Ini ada yang kurang," katanya.

Deg!

Alysa yang sedang berjalan ke bangku, berbalik menatap Pak Guru. "Kurang di mana, Pak?"

"Di sini kamu lupa nambahin tanda kurung," jelas Pak Guru membubuhkan tanda kurung pada tulisan Alysa di white board.

Alysa bernapas lega karena bukan kesalahan fatal yang ia lakukan. Gadis itu semakin tenang karena setelah itu Pak Guru memanggil nama selanjutnya. "Selanjutnya, Arman Syahrul Chandra!"

"Arman yang tadi bapak suruh keluar buat nyari Diki sama Satrio," jelas seorang anak.

Pak Guru menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Pada keluar, ya?" keluhnya menoleh sepintas ke pintu. "Karena mereka belum balik, kalau gitu Aryo Saputro!" panggil Pak Guru memindai seisi kelas.

Alysa menoleh ke luar sepintas dan mendapati Arman, Tio, Diki, serta Satrio mengintip dari samping pintu. Arman dan Tio menunda masuk supaya giliran mereka lewat. Tampak oleh gadis itu, Arman mengacungkan telunjuk di depan bibir—memperingatkan Alysa yang menangkap basah mereka, membuat gadis itu tersenyum kecut sekaligus ingin tertawa.

"Aryo OSIS, Pak!" jawab Ayu. Gadis itu merasa heran karena ia tadi sudah memberi keterangan mengenai murid-murid.

"Kalau gitu, Ayundya Nur Hasanah!" Ayu maju ke depan dan langsung mengerjakan soal di papan tulis usai menerima spidol. Di saat gadis itu sedang menulis, Arman dan kawan-kawan masuk dengan wajah polos.

Bersambung

Selat Bersanding Bahu [Proses Revisi]Where stories live. Discover now