17. Masa Lalu Alvian

37 17 27
                                    

Di sekolah, Alvian menjalani harinya seperti biasa. Ia mengikuti pelajaran dan mengumpulkan tugas. Sejauh ini dia masih bisa mengendalikan diri agar tetap taat pada aturan.

Kadang ia ingin memberontak dan kembali pada kawan-kawan berandalnya di geng motor, tetapi pak Septa–wali kelasnya, diperintahkan untuk mengawasinya agar terkendali dan tidak menimbulkan masalah. Membuat Alvian berhati-hati jika ingin bertindak macam-macam.

Di sore hari, Alysa menemuinya untuk menulis informasi mengenai eskul band. "Kak, aku ada tugas jurnalis, boleh aku tanya-tanya soal eskul band?" tanyanya.

Alvian iseng menanggapi dengan syarat, "Boleh, tapi aku nyalin PR kimiamu," candanya.

Alysa tidak keberatan dengan syarat itu dan mengeluarkan buku PR-nya. "Ini Kak, jangan lupa kembalikan besok ya!" Kini buku tugas Alysa dipinjam Alvian.

Usai memberikan informasi untuk tugas jurnalis Alysa. Alvian berangkat ke tempat les. Tanpa diduga, tempat les mengadakan ujian dadakan. Hal ini membuat Alvian tidak siap sama sekali, alhasil nilainya jelek.

"Sial! Kenapa ada tes mendadak sih!" keluhnya usai ujian.

"Sama, Bro, gue juga nggak tahu," sahut Tio.

Pulang ke rumah, perasaan pemuda itu tak karuan. Ia tak berkata apa-apa pada ayah dan mama, tetapi ayah sudah tahu apa yang terjadi.

"Tadi tempat les mengabari ayah, mereka mengadakan ujian,"—Langkah Alvian terhenti—"tanpa kamu beritahu, ayah tahu kamu gagal."

Alvian tak menanggapi ayahnya dan melangkah ke kamar. Dengan kesal, ia membanting tasnya ke kasur, lalu ia mengeluarkan kertas hasil ujian di tempat les, meremasnya dan melempar gumpalan kertas itu ke tempat sampah.

Meskipun ayahnya tak memberikan ancaman apapun, tetapi kini pikiran Alvian dipenuhi tekanan. Ia sangat tidak ingin kembali ke pondok pesantren.

Dahulu, usai lolos dari kemungkinan dipenjara. Ayah Alvian bersikap keras dengan mengirimnya ke sebuah pondok pesantren.

Meskipun tempat itu memiliki reputasi yang bagus. Alvian tidak betah dengan didikan di sana yang keras dan disiplin. Di tempat itu, bukan hanya Alvian yang merupakan anak bermasalah, tetapi ada beberapa anak lain dengan masalah yang mirip, tujuan mereka dikirim pun kurang lebih sama.

Perasaan senasib membuat Alvian berteman dengan anak-anak bermasalah itu dan akrab dengan mereka. Pertemanan itulah yang membuat Alvian mampu bertahan. Sebelum akhirnya ibu, oma dan opa meminta ayah Alvian untuk mengeluarkan anak itu dari pesantren dan mengembalikannya ke sekolah negeri.

"Vian sudah menunjukkan kelakuan baik, sebaiknya kembalikan dia ke sekolah. Sudah cukup kita berpisah dengan anak." Begitulah argumen yang diucapkan mama saat memohon-mohon membujuk ayah.

Begitu juga dengan opa dan oma, mereka menuduh ayah Alvian membuang anak itu, sehingga ayah Alvian mengalah pada mertuanya.

"Baiklah jika itu mau kalian, tapi jika sampai anak itu berulah lagi, jangan coba-coba membujukku!"

Kesepakatan pun terjadi. Alvian ditarik dari pesantren dan kembali ke sekolah hingga lulus. Ia harus berjuang keras mengejar ketertinggalannya.

Kekesalan membuat Alvian membuang tasnya ke lantai. Lalu ia kenakan headsetnya dan memutar musik keras-keras. Rasa bosan membuatnya ingin bermain game. Ketika ia hendak melangkah menuju meja komputer, kakinya menendang sebuah buku bersampul kertas kalender.

Alvian menatap buku itu dengan asing, seketika ia teringat bahwa buku itu milik Alysa. Kemudian tangannya meraih buku itu, melepas headset, dan memandangi benda di tangannya.

Saat ini pikirannya memang enggan untuk menyalin tugas kimia, tetapi ia kembali teringat dengan cerita Putri ketika mereka mengerjakan tugas bersama.

"Vin, aku ada cerita menarik, kamu mau denger nggak?" cerita Putri pada Alvian.

"Mau cerita apa, Put?" tanya Alvian.

"Jadi, Alysa itu masang foto kamu sebagai wallpaper whatsapp-nya," beber Putri.

"Oh," tanggapnya acuh tak acuh.

"Kok 'OH' aja sih?"

"Terus gue harus bilang 'wow' gitu?" canda Alvian.

"Ya itu artinya itu anak, suka sama kamu, kalo nggak percaya, ni, kukasih nomornya, biar kamu lihat sendiri foto profil kontaknya."

"Udahlah Put, percuma kamu cerita kayak gitu, Alvian nggak tertarik," sahut Tio.

"Gue tahu, gue ganteng dan populer," ucap Alvian memanas-manasi Putri, membuat gadis itu kesal.

Kini, di masa SMA Alvian tak bisa lagi bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas sekolah. Sebelum terjerat kasus, ia biasa menyuruh anak lain untuk mengerjakan PR, tetapi kini ia tak bisa melakukan hal itu lagi.

Sejauh ini, ia bisa menyalin PR dari anak-anak cewek fans-nya. Meskipun para gadis melakukannya secara sukarela, ia sadar dirinya tak bisa terus-terusan melakukan hal itu.

Menyalin PR Benny juga tak bisa, pemuda itu selalu mengerjakan tugasnya asal-asalan. Bukan karena Benny bodoh, melainkan karena Benny pemalas.

Memacari siswi yang pintar mungkin bisa jadi solusi, tetapi akan lebih baik memacari gadis yang pintar. Dalam hal ini Alvian mengincar siswi dari kelas 10A.

Sayangnya reputasi buruk yang ia miliki, sudah mendahuluinya. Meskipun banyak cewek menyukainya, tetapi mereka enggan memacari pemuda itu. Kabar miring tentang Alvian sudah cukup membuat para orang tua murid menghimbau anak-anaknya untuk menjauhi pemuda bermasalah itu dan berhati-hati.

Hanya sedikit anak yang belum terpengaruh dengan rahasia umum tersebut, salah satunya adalah Alysa yang berasal dari sekolah kampung. Hal ini membuat Alvian tersenyum. Sebuah rencana tersusun dalam kepalanya.

Bersambung

Wah udah 200 viewers aja, terimakasih readers 😍❤️❤️

Selat Bersanding Bahu [Proses Revisi]Where stories live. Discover now