001

2.5K 140 10
                                    

Byur!

Pasha terperanjat dan terbangun dari kasur tipis sebab merasakan hujan begitu deras dan tiba-tiba. Seseorang berkacak pinggang, melemparkan gayung yang ia bawa dari kamar mandi guna membangunkan seorang gadis yang masih betah di atas kasur padahal matahari sudah naik.

”Heh anjing! Bangun lo, enak banget hidup.”

Mengusap wajah yang basah, Pasha mencoba sabar dengan umpatan dan cubitan yang baru saja ia terima. Tak diberi kesempatan untuk mengumpulkan nyawa, Pasha ditarik agar cepat berdiri dan pergi mencari uang.

”Manja banget! Kakak lo aja udah kerja.”

”Jadi PSK disebut kerja? Jual diri kali.”

Plak!

Pasha mengusap sebelah pipinya akibat tamparan yang Winda berikan. Lagi pula Pasha heran, Arini berangkat dari pagi hanya untuk menjajakan tubuhnya pada pria hidung belang.

”Daripada lo pulang-pulang gak pernah bawa duit.”

” ... Inget ya! Gue bawa lo ke Jakarta buat kerja.”

Pasha mendelikkan mata kemudian berjalan mengambil hoodie hitam satu-satunya yang ia miliki, tak sadar menjatuhkan sesuatu dibalik kantongnya membuat Winda berdecak.

”Anjay lo punya uang diem-diem aja!”

Winda menunduk hendak mengambil uang itu jika saja Pasha tak merebutnya dan dengan kasar Winda mendorong dada Pasha membuat gadis itu terjungkal ke belakang.

”Jangan semua! Gue juga perlu.”

Pasha menarik kaki Winda namun wanita paru baya itu justru menendang wajah Pasha hingga membuat gadis malang itu mimisan, tanpa peduli jika anak tirinya berdarah, Winda berdecih kemudian keluar dari kamar kecil itu.

”Sialan!” desis Pasha mengusap darah yang mengalir.

Kepalanya mendadak pening namun ia mengenyampingkan rasa sakitnya itu, tetap mengambil hoodienya yang teronggok dan bernafas lega sedikit bersyukur sebab masih ada sisa selembar uang di dalam kantongnya.

Tersenyum dan beranjak keluar dari kamar.

”Mandi di pom bensin aja! Bayar air mahal.”

Pasha berdecak, ”cuci muka doang.”

Winda sedang makan dengan sebelah kaki terangkat di kursi.

”Kalo lo pengen gue baikin bawa duit yang banyak, lima ratus ribu mah cetek. Arini semalem bisa bawa dua juta.”

Kan ngelonte, berapa batang tuh yang masuk sampe 2jt.

Andai Pasha sedang ingin ribut, ia pasti sudah bicara langsung seperti itu. Namun, ia memilih segera ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan mencuci muka. Lagi-lagi mengenyampingkan jika dirinya juga ingin mandi, tubuhnya terasa lengket mengingat menjelang pagi tadi ia baru pulang dengan mengantongi uang dari seorang pria baik.

Melengos pergi meski Winda masih berada di meja makan, Pasha keluar dari rumah bercat putih itu, melenggang entah kemana. Melihat ke bawah, ia tersenyum kecil melihat sepasang sandal hitam yang ia pakai. Kebesaran namun ia tidak punya pilihan lain selain memakai sandal kepunyaan pria bermata tajam itu.

”Kemana gue hari ini?”

Pasha melangkah tak tentu arah, kepalanya masih terasa pusing. Mungkin akibat tendangan yang ia terima dari Winda tadi. Hendak melangkah menuju warung nasi jika saja hidungnya tak kembali mengeluarkan darah dari sana.

Modal nekat karena hidungnya tak kunjung memperlihatkan tanda-tanda membaik, Pasha melangkahkan kaki ke sebuah rumah sakit dan meminta pertolongan, berharap ada manusia baik hati di saat tubuhnya terasa oleng dan kepalanya kembali berkunang-kunang membuat pandangan didepan seolah berputar dan tidak pada tempatnya.

[#2] GUNTUR ASKA BUMI Where stories live. Discover now