Asing

412 25 3
                                    

Alessia menyerahkan banyak Livra ke tabib utama kerajaan Zkydrum. Ia harus menunggu beberapa lama proses peracikan ramuan oleh sang tabib. Kerutan di dahinya tak kunjung reda, begitu juga dengan kakinya yang terus berjalan mondar-mandir.

"Tenanglah, semua akan baik-baik saja," kata Nourvry menenangkan Alessia. Ia paham kegundahan hati wanita itu.

Tak lama, tabib keluar dengan membawa secawan ramuan livra untuk Zarvan. Alessia dan Nourvry mengikuti sang tabib untuk meminumkan ramuan pada Zarvan. Agak sulit memang, karena mulut Zarvan terus menutup sehingga ramuan itu selalu tercecer keluar.

Dengan telaten Alessia meminumkan ramuan itu pada Zarvan hingga habis tak bersisa. Alessia membelai wajah suaminya dengan pandangan nanar. Kumohon, sadarlah.

"Tabib, kenapa tidak ada reaksi sama sekali?" tanya Alessia yang mulai takut.

"Bersabarlah, Queen Alessia."

"Apa ramuan yang kau racik sudah benar? Atau aku mengambil livra yang salah?" cecar Alessia.

"Ale, mungkin sekarang ramuan itu masih bekerja di dalam tubuh Zarvan. Lebih baik kau istirahat dulu saja," ucap Nourvry.

"Nourvry, a-"

"Aaaaaaaarrghhh!" Tiba-tiba Zarvan terduduk dan menggeram sehingga mengagetkan semuanya.

Zarvan menatap tajam Alessia yang duduk di sampingnya. Mulutnya menyeringai menunjukkan kedua taringnya yang tajam. Tangannya segera mencekik leher Alessia dan mendorong wanita itu hingga membentur dinding.

"Zar..van," lirih Alessia tercekat. Tangannya berusaha melepaskan tangan Zarvan. "Zar..van, ini aku Ale," lanjutnya susah payah karena mulai kehabisan napas.

"Zarvan!" teriak Nourvry seraya menarik tubuh Zarvan, namun gagal. Zarvan menghempaskan Nourvry hingga pria itu tersungkur ke lantai.

Alessia mulai meneteskan air mata karena rasa takut dan rasa sakit di dadanya karena kekurangan oksigen.

"Zarvan, kau bisa membunuhnya!" teeiak Nourvry yang kembali berusaha menarik Zarvan, namun hal yang sama terulang lagi.

Sang tabib segera mengibaskan tangannya hingga tubuh Zarvan menjaduh dari Alessia dan tubuhnya terlilit tali tak kasat mata. Dengan sigap sang tabib memasung leher, tangan, dan kaki Zarvan.

Alessia jatuh tersungkur sembari memegang lehernya. Ia terbatuk-batuk dan menghirup udara sebanyak-banyaknya.

"Ale.." panggil Nourvry membantu Alessia bangun dan merangkul pundak wanita itu.

"Apa yang sebenarnya terjadi, Tabib?" tanya Alessia, masih dengan napasnya yang pendek-pendek. "Kenapa Zarvan berubah mengerikan seperti ini?"

"Mungkin ini proses racun itu akan hancur. Mengerikan memang, tapi kita harus bersabar menunggu sampai proses itu selesai."

"Berapa lama, Tabib?" tanya Alessia yanh mulai meneteskan air mata kembali. Ia benar-benar tak tega melihat kondisi Zarvan sekarang. Mata pria itu sepenuhnya hitam dan urat-urat tubuhnya menonjol berwarna kehitaman.

"Aaarghh! Siapa kalian?!" geram Zarvan menggelegar.

Alessia menatap tak percaya pada Zarvan. Sakit sekali hatinya saat Zarvan tak mengenalinya seperti ini.

"Maaf, Queen Alessia, saya pun tak tahu prosesnya akan berapa lama. Bisa jadi cepat, bisa juga lambat. Kita tunggu saja dengan sabar."

***

Sudah seminggu lamanya Zarvan dipasung dan tidak ada tanda-tanda akan membaik. Alessia semakin murung. Setiap hari ia mengunjungi suaminya dan berlama-lama menatapnya dari balik jeruji besi. Tabib benar-benar tak mengizinkan siapa pun untuk mendekati Zarvan.

A Red RoseWhere stories live. Discover now