Liontin

790 23 0
                                    

"Akhirnya pengantin baru ini pulang juga setelah beberapa hari bulan madu!" seru Nourvry begitu riang hingga membuat Alessia memerah malu, sedangkan Zarvan menatapnya datar.

"Di mana Marius?" tanya Zarvan.

"Ada apa kau mencari Marius? Kalian tidak memutuskan untuk berpisah, bukan?" tanya Nourvry mengernyitkan dahinya.

"Diamlah! Jawab saja pertanyaanku!"

"Sepertinya tadi dia berada di ruang perpustakaan. Mungkin dia masih ada di sana sekarang."

"Ada apa kau membawaku bertemu dengan Penasehat Marius?" tanya Alessia saat mereka berdua menuju ruang perpustakaan.

"Aku ingin bertanya tentang liontin biru milikmu dan milik ibuku."

"Marius!" panggil Zarvan saat mereka sudah berada di dalam perpustakaan. Lelaki tua itu nampak begitu khidmat membaca sebuah buku.

"Oh, Lord Zarvan!" serunya sembari beranjak dan membungkuk hormat. "Rupanya kalian sudah datang dari bulan madu. Sekali lagi selamat atas pernikahan kalian. Semoga selalu diberkati Tuhan."

"Terima kasih, Marius," sahut Alessia yang pipinya sudah merona.

"Ada apa gerangan sampai menemui hamba di sini, Lord Zarvan?"

"Ada yang ingin aku tanyakan mengenai liontin biru. Kau tahu atau pernah mendengarnya sebelumnya?"

"Liontin biru?" tanya Marius pada dirinya sendiri. Nampak kerutan di dahinya, tanda ia sedang berpikir.

"Ya. Istriku memiliki liontin biru yang sama dengan milik Ibu. Bedanya, di dalam liontin milik Ibu terdapat ukiran mawar merah. Istriku merasa liontin itu menariknya masuk ke dalam kamar Ibuku."

"Ini. Lihatlah supaya lebih jelas," ucap Alessia seraya menyerahkan liontinnya pada Marius.

"Aku akan mengambil liontin milik Ibu dulu," pamit Zarvan yang diangguki Alessia dan Marius.

"Ini!" seru Zarvan sekembalinya ke perpustakaan seraya menyerahkan liontin milik ibunya ke Marius.

"Benar, dua liontin ini memiliki rupa yang sama, namun berbeda dalam ukiran di dalamnya," sahut Marius memandang kedua liontin di telapak tangannya itu. "Aku tidak pernah mendengar mengenai liontin biru, bahkan Queen Eliza, mendiang Ibumu, tidak pernah bercerita kepadaku, Lord Zarvan. Mmm, dari mana kau mendapatkan kalung ini, Quuen Alessia?"

Alessia mengerjap. Queen Alessia. Ini pertama kalinya ia dipanggil dengan sebutan 'Queen'. Ia sadar, kini dirinya tidak menyandang gelar 'Princess' lagi, melainkan 'Queen', Queen Zuckemberg. Pipinya mulai bersemu.

"Ehm, dari mendiang ibuku. Beliau memberiku liontin ini sebagai hadiah ulang tahunku yang kesembilan tahun. Beliau berpesan kalau aku harus menjaga liontin ini baik-baik."

"Ada apa?" tanya Zarvan saat melihat Marius yang terkejut seraya melihat kedua liontin itu.

"Dua liontin ini saling melekat seperti magnet saat berhadapan! Dan aku tidak bisa melepasnya!"

Mata sepasang suami istri itu melebar. Alessia mendekat dan menatap lekat liontin itu. Jemarinya tergerak mengusap kedua liontin itu dan menarik salah satunya dengan sangat amat ringan.

"Bagaimana bisa kau melepasnya?" tanya Marius.

"Entahlah. Aku hanya mengikuti instingku," jawab Alessia yang juga sama keheranan.

Marius kembali menghadapkan kedua liontin itu hingga menempel dengan sendirinya. "Coba kau yang melepaskannya, Lord Zarvan,"

Zarvan melakukan hal yang sama seperti yang Alessia lakukan tadi. Mereka menatap takjub liontin itu saat terlepas.

A Red RoseDonde viven las historias. Descúbrelo ahora