Keputusan (21+)

6.8K 40 0
                                    

Alessia berjalan mondar-mandir di kamar mandinya. Ia cemas akan apa yang terjadi sebentar lagi. Haruskah ia membatalkan keputusannya? Haruskah ia kabur? Atau mengakhiri hidupnya?

"Aku bisa membantumu merebut kembali Zephora ke tanganmu."

Alessia mengerjap. Ia merasa linglung karena Zarvan tiba-tiba berlaku baik padanya.

"Tapi, tentu ini ada bayarannya," ucap Zarvan seraya menarik sudut bibirnya.

Sudah kuduga. Lelaki ini tidak mungkin mau menolongku dengan cuma-cuma.

"Apa?" tanya Alessia. "Kau tahu bukan, saat ini aku tidak punya uang atau apapun itu untuk membayarmu."

Zarvan mengangkat dagu Alessia, "Kau cukup membayarnya dengan darah.... dan tubuhmu," lanjutnya seraya membelai lembut pipi Alessia.

Alessia menegang. Haruskah ia menerima tawaran Zarvan ? Penawaran Zarvan tampak menggiurkan. Tetapi, haruskah ia mengorbankan tubuh dan harga dirinya demi tahta Zephora?

"Kau boleh memikirkannya dulu," kata Zarvan seraya berbalik pergi. Alessia nampak tercenung dan kalut.

"Zarvan, aku.." ucap Alessia menghentikan langkah Zarvan. "Aku terima tawaranmu."

Senyuman terukir di wajah tampan Zarvan. Ia berbalik menghadap Alessia, "Kau yakin? Kau sudah memikirkannya matang-matang?"

Alessia mengangguk mantap. Ia rela mengorbankan tubuhnya demi Zephora. Ia lebih tidak rela jika Zephora dipimpin oleh tangan-tangan yang bukan seharusnya. Ia tidak ingin usaha Ayah Ibunya yang mati-matian membangun Zephora sia-sia. Biarkan saja ia menjadi budak darah dan penghangat ranjang Zarvan, toh dirinya sudah tidak suci lagi, terlebih lagi, Zarvanlah yang merenggut kehormatannya.

Maafkan aku, Ayah, Ibu, batin Alessia.

"Tapi dengan satu syarat, Zarvan," lelaki itu nampak mengangkat alisnya. "Tolong jangan sakiti rakyat Zephora. Aku tidak ingin mereka menjadi korban."

Zarvan menatap lama Alessia, Mana ada perebutan tahta atau pertempuran tanpa adanya korban. Yang benar saja, batinnya. Namun, ia mengangguk menyetujuinya.

"Tunggu aku di kamarmu nanti malam," bisik Zarvan yang membuat Alessia meremang.

Alessia sudah tidak bisa mundur lagi. Mau tak mau ia harus menghadapi ini semua. Ia harus mempertanggungjawabkan perkataannya. Dengan perlahan ia membuka pintu kamar mandinya dan berjalan keluar.

"Lama sekali kau di dalam kamar mandi," Alessia terkejut. Ia tidak menyangka Zarvan sudah berada di dalam kamarnya, duduk di sofa dengan pakaian tidurnya, "Kau ingin mengakhiri hidupmu?"

"Ti-tidak," jawab Alessia lirih.

Zarvan berdecak saat melihat Alessia menggigit bibirnya. Ia beranjak dna mulai melangkah mendekati Alessia, namun Alessia melangkah mundur.

"Apakah kau ragu?" tanya Zarvan. "Kau masih bisa mengubah keputusanmu."

"Tidak," jawab Alessia seraya menggeleng. Kemudian ia terkesiap saat Zarvan sudah berada di depannya. Lelaki itu menatap Alessia yang memakai kimono tidurnya dari ujung kaki hingga ujung rambut. Alessia memang memiliki tubuh yang menggoda hasratnya. Bahkan aroma perempuan itu begitu mengundangnya.

"Aku akan melakukannya dengan lembut," bisik Zarvan sensual membuat pipi Alessia memerah. Kemudian, ia memeluk Alessia dan mengulum daun telinga perempuan itu. Kulumannya berpindah menjelajahi leher jenjang Alessia. Zarvan menyeringai saat Alessia memegang lengannya dengan tegang. Ia tahu ketakutan Alessia. Ia belai punggung Alessia untuk menenangkannya.

A Red RoseOnde histórias criam vida. Descubra agora