Lovely Child

61 9 0
                                    

Hari-hari setelah badai akan jadi waktu menyenangkan yang manis.

Vivianne kembali ke kamar Duke, dan ketika wanita itu ingin tidur sendiri maka Leonard akan mengantarnya sampai ke kamar. Vivianne merasa canggung menghadapi kebaikan Leonard yang tidak wajar setelah masalah yang baru saja mereka hadapi.

Setidaknya, kami sudah berdamai. Vivianne menghibur diri dengan hal-hal yang bisa ia syukuri.

Walau sudah berdamai dengan Leonard, Vivianne belum berbaikan dengan Jeanette. Vivianne bingung, bagaimana caranya berdamai ketika hubungan mereka baik-baik saja pada awalnya.

Leonard tidak membantunya sama sekali. Vivianne juga yakin pria itu tak bisa membantunya. Pria sinting itu, orang yang seharusnya bertanggung jawab atas semua kekacauan ini dengan mudah lepas tangan dan hidup damai.

“Apa anda akan tidur sekarang, Putri?” tanya Beth membuyarkan lamunan majikannya.

Vivianne menatap Beth, tak langsung menjawab pelayan muda itu. Beth membutuhkan jawabannya, Karena setelah Beth melakukan ritual tidurnya untuk Vivianne, maka Vivianne tidak bisa pergi ke mana mana.

“Tidak. Tunggu di sini sampai aku kembali.” Ada sesuatu yang harus ia lakukan dan sekarang adalah waktu yang tepat untuk melakukannya.

Vivianne keluar dari kamarnya sendirian. Matanya menatap lurus ke ujung sana di mana kamar Jeanette berada. Kamar yang berada diujung yang berlawanan dengan kamarnya.

Langkahnya ringan tanpa suara saat menelusuri lorong, Vivianne tak ingin siapa pun melihatnya mengunjungi Jeanette. Tanpa sadar, Vivianne menahan napasnya saat melewati kamar Leonard.

Tekadnya untuk tetap senyap tak sepenuhnya berhasil. Pintu kamar Jeanette tetap mengeluarkan suara meski Vivianne membukanya dengan hati-hati. Ia membiarkan pintunya tetap terbuka dan masuk mendekati ranjang anak itu.

Hampir satu bulan ia jauh dari anak kesukaannya. Vivianne pikir rasa rindu membuatnya mendengar suara Jeanette beberapa kali, meski anak itu tak ada di sekitarnya.  

Tatapan rumit Vivianne tertuju pada wajah Jeanette yang lelap. "Siapa pun tidak akan pernah paham dengan rasa sayangku padamu...," gumam Vivianne, dahinya berkerut karena putus asa.

Belas kasihnya terbagi dua dan mengacaukan perasaannya. Vivianne jujur ketika ia bilang bahwa memahami Leonard dan masa lalunya, tapi ia juga sangat mencintai Jeanette. Vivianne ingin, Leonard memahaminya untuk yang satu itu.

Vivianne mengharapkan perlakuan yang sama dari Leonard, sama seperti yang Vivianne berikan pada pria itu. Pengertian tanpa syarat.

“Ayahmu adalah seorang yang buruk,” bisik Vivianne lemah. Meski ucapannya tulus, ia berharap Jeanette tak mendengarnya.

Ranjang Jeanette penuh dengan boneka dan anak itu memeluk satu yang berbentuk kucing. Vivianne dengan hati-hati menata boneka yang terserak di satu sisinya agar dia bisa duduk.

Vivianne akan menyelesaikan masalah ini besok. Sekarang, ia hanya ingin melihat Jeanette dan memulihkan kerinduannya. Vivianne membungkuk, tubuhnya bertumpu pada satu sikunya dan melihat wajah Jeanette dari dekat.

Kalau saja anakku hidup, Jeanette akan menjadi temannya. Bibirnya terasa kering saat pikiran seperti itu timbul di benaknya. Tersenyum miring, Vivianne tak percaya kalau ia sendiri juga mendambakan kemustahilan.

Kalau anaknya hidup, Vivianne tidak akan ke Lysenth dan menikahi Leonard. Kalau anaknya hidup, Vivianne tak berani memikirkan akan seperti apa hidupnya dengan anak itu.

“Tapi..., kalau aku jadi ayahmu, aku akan menghabiskan sisa hidupku untuk mencintaimu saja.” Vivianne mengusap pipi Jeanette sayang, halus sekali.

Betapa baiknya kalau Leonard bisa ikut merayakan kesenangan Jeanette yang menyukai Vivianne.

Graceful DisgracesWhere stories live. Discover now