Band

59 5 0
                                    

"Pemenang cinta pertama anak perempuan adalah is your father."

- Salma Salsabil -

***

Setelah satu bulan les gitar, Salma lebih memilih berhenti dan belajar bersama kawan-kawan bandnya yang sudah dibentuk sejak lama termasuk ada Rudi sebagai pemain drum. Maka tak diragukan lagi jika dirinya semakin lihai bermain gitar, meski begitu menyanyi tetap menjadi makanan sehari-harinya, bahkan kini genre rock adalah pilihan Salma.

Mereka tak lelah untuk berlatih dan terus berlatih hingga job pun silih berdatangan, selain mendapat uang jajan, manggung sudah menjadi tempat bermain mereka, seperti saat ini beberapa menit lagi Salma dan teman-teman akan tampil disuatu acara festival band.

"Semangat guys!" seru Salma.

Malam begitu cerah ditaburi bintang-bintang menambah suasana perform hari ini, ketika sudah waktunya, mereka berempat naik ke atas panggung dengan persiapan yang matang, pemandangan lautan manusia menjadi hal pertama untuk dilihat mereka.

Dress diatas lutut dibalut jaket kulit hitam dan sepatu boots menambah kesan roocker pada gadis berusia 10 tahun itu, Salma sudah memegang mic namun sayangnya ada masalah dibelakang panggung yang menyita waktu cukup lama.

Setengah dari mereka adalah penonton pencinta lagu dangdut, kesabaran setipis tissue membuat semuanya hilang kendali sampai melempar benda yang ada disekitarnya. Salma yang berdiri ditengah-tengah mereka menjadi sasaran empuk hingga tak sengaja sebuah sendal mengenai kepalanya.

Tak!

Salma refleks memegang kepalanya, bukan sakit yang ia rasakan tapi malu karena dilihat semua orang. Rudi yang tak sengaja melihat kejadian itu langsung memanggil namanya.

"Sal, oke?" tanyanya sedikit keras, ia khawatir jika mental Salma akan jatuh.

Salma menoleh, ia tersenyum kecil sambil mengacungkan jempolnya. "Aman,"

Namun jawaban itu tidak sama dengan apa yang dirasakan hati kecilnya.

"Aduh, malu banget deh," batinnya meringis tapi ia berusaha menutupi semuanya.

***

"Gimana hari ini dek?"

Salma sudah menyelesaikan acaranya hingga selesai dan penuh maksimal, kini ia sudah dijalan pulang, dijemput oleh cinta pertamanya.

"Seru banget deh Pah," diatas motor, Salma memeluk tubuh sang ayah erat mencari kehangatan sembari mendekatkan wajahnya agar suaranya terdengar jelas.

"Tadi Salsa nyanyiin lagu Paramore," lanjutnya riang karena bisa membawakan lagu kesukaannya.

"Oh ya?" Papah selalu menunjukkan rasa antusiasnya mendengar cerita yang keluar dari mulut anaknya.

Salma mengangguk semangat.

"Oalah, pantesan kamu seneng," katanya.

Mendengar hal itu, senyuman Salma perlahan memudar, "Ya walaupun kepalaku jadi taruhannya, Pah." batinnya.

Ia tak mau menceritakan kejadian tadi karena takut orang tuanya khawatir, biar saja dia simpan sendiri, lagipula ia baik-baik saja.

"Dek," panggilnya, papah menatap Salma dari kaca spion yang tengah memejamkan mata menikmati angin malam.

Bersama papah, Salma selalu menemukan titik nyaman dan bersama papah pula, Salma bisa menjadi diri sendiri. Papah setia menemaninya kemana-mana dan Salma sangat menyayangi pria itu.

Ia berdehem, "Iya Pah?"

"Habis kamu nyampe rumah terus bersih-bersih dan makan, papah mau bicara ya." ujarnya.

Jalanan luas dan melenggang sepi hanya diisi oleh percakapan mereka.

Alis Salma mengkerut, "Mau bicara apa toh Pah?" tanyanya penasaran.

"Lihat nanti aja," jawab Papah sambil tersenyum simpul.

"Papah so misterius ih!"

Lelaki paruh bayah itu tertawa ketika Salma menepuk punggung tegapnya.

Sementara Salma sudah mencebikkan bibirnya, "Kenapa coba gak sekarang?" kesalnya.

Salma SalsabilWhere stories live. Discover now