Awal Perjalanan

63 6 0
                                    

"Mulai kepakan sayapmu, nak. Jika terjatuh, kembalilah terbang."

- Papah -

***

"Papah ini dimana?"

Disinilah mereka berada, di ibukota Jawa Timur dengan monumen patung ikan dan buaya menjadi ikonnya.

Papah yang menggedong tas ransel pun menoleh, "Kita kan mau lomba, Salsa gak inget semalem Papah bilang apa, hm?"

Sembari menguap Salma mengingat sebentar.

Flashback On.

"Salsa suka nyanyi kan?"

Sesuai dengan perkataan papah diatas motor, setelah Salma sudah bersih-bersih kini mereka berdua tengah berbicara dikamar Salma.

"Suka, suka banget malah."

"Mau ikutan lomba lagi?"

Papah mengutarakan niatnya yang ingin mengikut sertakan sang anak pada ajang kompetisi bernyanyi.

"Mau!" jawab Salma penuh semangat.

"Tapi Salsa harus milih,"

Dahinya mengkerut bingung, "Pilih?"

Papah mengangguk, "Salsa mau pilih lomba nyanyi atau latihan buat UKT?"

Ujian Kenaikan Tingkat taekwondo akan segera dimulai, Salma yang masih memegang sabuk merah strip dua diharuskan berlatih untuk mendapatkan sabuk hitam. Setelah bergelut bersama pikirannya, Salma sudah memutuskan pilihan dengan mantap.

"Lomba nyanyi." ucapnya tanpa ragu.

"Yakin? Papah cuma ndak mau nanti kamu nyesel,"

"Yakin banget." katanya.

"Oke, kalau begitu besok kamu bangun pagi ya," pintanya.

Salma bersiap untuk tidur, papah membantu menarik selimutnya lalu mematikan lampu kamar Salma.

Dengan gaya hormat, anaknya menjawab dengan riang. "Siap!"

Flashback Off.

Salma menyengir, "Hehe, Salsa lupa,"

Papah menggelengkan kepalanya, efek bangun pagi mungkin, pikirnya.

Salma begitu cantik dengan dress dibawah lutut, rambutnya yang panjang dibiarkan terurai indah, tak lupa poni andalannya menambah kesan lucu.

Matanya mulai melirik ke sana kemari, "Banyak orang ya Pah," ungkapnya heran.

"Iya dong, mereka juga mau ikutan lomba sama kayak kamu dek,"

Salma mengangguk-anggukan kepalanya.

"Seneng gak?"

"Senenglah, ayo Pah dimana tempatnya?" tanya Salma antusias.

"Sabar dulu, kita harus budayakan mengantri," balasnya.

Salma mengerucutkan bibirnya, "Lama dong,"

Sebelum mengantre, Papah mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi anaknya lalu memegang bahunya, "Dek, dengerin papah,"

Salma menatap mata hitam legam itu.

"Apapun hasilnya, jangan cepet puas ataupun patah semangat ya." nasehatnya mewanti-wanti bila hasilnya tak sesuai ekspektasi.

"Janji dulu sama Papah," lelaki itu mengangkat kelingkingnya.

Salma tersenyum dan langsung menautkan kelingking kecilnya, "Janji." ucapnya.

Papah menggenggam tangan Salma, mereka mengambil tempat untuk mengantre. Orang tua bersama anak-anaknya memenuhi luar gedung. Matahari mulai meninggi, papah selalu siap dengan persediaan bila Salma haus ataupun ingin makan karena proses kompetisi akan menyita waktu panjang.

Ketika sinar matahari menyorot Salma, tangan papah terangkat untuk menutupi wajahnya, Salma menoleh lalu tersenyum.

"Pah, kita nunggu pengumumannya lama gak?"

Papah tergelak mendengar pertanyaan polos yang keluar dari mulut anaknya, "Ini kompetisi sayang, enggak langsung ke pengumuman juara. Kamu harus lewatin setiap babak yang ada," jelasnya.

"Hah? Kom---apa pah?" tanya ulang Salma.

"Kompetisi."

"Semacam lomba lagi tapi bedanya ini lebih besar, jadi kita harus nunggu dulu keputusan lolos atau enggaknya." lanjutnya.

Salma mengangguk paham sambil mengusap dahinya penuh dengan keringat yang mulai bercucuran, "Sampai kapan?"

"Tergantung dari pihak sananya,"

"Kalau aku kalah gimana Pah?"

Papah tersenyum penuh arti seraya mengusap bahunya, "Berarti itu bukan rezeki kamu, dek."

"Tapi ndak apa-apa, nanti papah beliin es cream,"

Salma terkekeh kecil.

Setelah dibagi kelompok oleh crew disana, Salma di arahkan masuk ke dalam ruangan.

"Ayo dek, giliran kamu. Semangat!" katanya, Salma mulai melangkahkan kakinya.

Sementara papah diminta untuk ke area tunggu pengantar bersama pendamping yang lain, dalam hatinya ia terus berdoa supaya anaknya mendapat hasil yang terbaik.

Salma SalsabilNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ