MBIAC || CHAPTER 81

11 0 0
                                    

Selamat membaca

***

Chika dan gadis itu berlari maju ke arah satu sama lain. Gadis itu memegang pedang kayunya dengan kedua tangannya dan mencoba mengayunkan pedang kayunya dari atas ke arah kepala Chika. Chika menundukkan kepalanya lalu melakukan tendangan sapuan ke arah bagian belakang kaki gadis itu sambil berputar dan menjatuhkan dirinya ke depan.

Gadis itu merasakan tubuhnya terdorong ke depan, lututnya membengkok seiring dengan sapuan tendangan Chika yang tajam. Dengan gerakan yang lincah, Chika berputar, mengarahkan tendangan tumitnya langsung ke perut gadis itu.

Namun, gadis itu tangkas. Dengan pedang kayu di tangan, ia mengarahkannya ke depan perut, menangkis serangan dengan kuda-kuda yang kokoh.

Chika tidak memberi kesempatan. Ia bangkit, berlari, dan melompat, mengayunkan tendangan frontal yang kuat. Gadis itu, dengan refleks yang terasah, memiringkan pedangnya, menahan tendangan dengan kekuatan penuh.

Tapi Chika tak terhenti. Ia mendorong kakinya ke tanah, melonjak lebih tinggi, melakukan salto ke depan sambil menyayatkan kunai di tangannya, berusaha membelah udara dari atas ke bawah.

Gadis itu terdorong ke belakang, terkejut melihat Chika sudah melayang di atasnya, kunai teracung siap menikam. Dalam sekejap, gadis itu mengarahkan pedang kayunya, menyerang balik ke arah wajah Chika. Namun, dengan gerakan yang hampir tak terlihat, Chika menghindar, memiringkan kepalanya dan meluncur melewati gadis itu, seolah menari dengan angin.

Darah merembes turun dari pipi gadis itu, sayatan kunai Chika meninggalkan jejak perih yang tak terelakkan. Gadis itu meringis, namun tekadnya tak luntur.

"Apakah kau masih ingin melanjutkan pertarungan ini?" ucap Chika, suaranya menggema tantangan saat ia berbalik.

Tanpa ragu, gadis itu mengayunkan pedang kayunya dengan cepat, menyamping, mengarah langsung ke Chika yang tengah berpaling.

Chika, dengan refleks yang terasah, menahan serangan itu dengan kunainya, lalu melompat mundur. "Hmm, boleh juga," gumamnya, nada suaranya yang pelan menyiratkan pengakuan.

Gadis itu tak memberi jeda. Ia memasang kuda-kuda, berlari mendekati Chika, mengayunkan pedang kayunya secara horizontal, mengincar leher Chika dengan kecepatan yang mematikan.

Chika meringis, menahan serangan itu dengan lengan yang kuat. Gadis itu tak terhenti, menarik pedangnya kembali dan mengayunkannya secara vertikal, melangkah maju dengan kekuatan penuh.

Namun, Chika lincah menghindar, tubuhnya memiring, mengelak dari tebasan maut itu. Ia maju, menginjak, dan mendorong kaki gadis itu ke belakang, mencoba menguasai pertarungan.

Gadis itu terhuyung, mencondongkan tubuhnya ke depan, berusaha keras mempertahankan keseimbangannya. Dengan cepat, ia mengayunkan pedang kayunya lagi, mengincar Chika yang berada di samping kanannya.

Tapi Chika, selalu selangkah lebih maju, melompat, tangannya bertumpu pada bagian belakang tubuh gadis itu, dan mendarat dengan ringan di samping kiri gadis itu.

Tekanan dari tumpuan Chika membuat tubuh gadis itu tertekan ke bawah, namun ia mengokohkan kuda-kudanya, menolak untuk jatuh. Saat ia menoleh ke samping kiri, Chika sudah bersiap, dengkulnya terangkat, siap menghantam sisi wajah gadis itu.

Refleks gadis itu beraksi, tangannya menahan serangan itu. Namun, kekuatan Chika terlalu besar. Gadis itu terdorong, terpelanting beberapa langkah, sambil memegang pipinya yang kembali kesakitan.

Chika, dengan kecepatan yang mengagumkan, berlari mendekati gadis itu, lalu melompat tinggi, mengarahkan tendangan hook yang tajam ke bahu gadis itu. Gadis itu, meski meringis menahan sakit, berhasil menangkis tendangan Chika dengan pedang kayunya. Namun, kekuatan tendangan itu cukup untuk membuatnya berlutut sejenak.

Keluarga Sandara : my brother is a criminalWhere stories live. Discover now