Bab 27: Kencan Pertama dan Terakhir

29 1 0
                                    

Kabar tentang diriku yang berpacaran dengan Akari tersebar luas secepat angin, membuat sebagian besar dari mereka yang selalu memandangku penuh nafsu membunuh akhirnya menyerah dan membiarkanku hidup tenang, termasuk teman-teman Akari. Remedialku juga berlangsung tanpa hambatan dan nilai-nilaiku segera membaik, begitupun kondisi fisik dan mentalku. Seperti yang orang-orang di sekitarku sering katakan: "Saat-saat sulit itu terasa singkat dan saat-saat bahagia itu terasa lama", dua minggu terakhirku di semester pertama dari tahun ajaran kedua ini pun terasa berlalu dengan sangat cepat.

Dan hari ini... adalah hari terakhir kami bersekolah sebelum memasuki libur musim panas.

–––––––

"Yooosshhh!!!" Sebuah seruan nyaring memekakkan telingaku kala aku menyusuri lorong sekolah untuk pulang bersama Akari serta Yamamoto dan teman-teman gengnya pasca bel pulang sekolah berbunyi. Mau tak mau, siswa-siswi lain pun terdorong untuk memusatkan perhatian ke sumber suara serta menatapnya keheranan. Ya, tanpa perlu jadi Shinichi Kudo atau L. Lawliet pun kalian pasti bisa langsung tahu siapa yang baru saja berteriak. Siapa lagi kalau bukan Yamamoto si gila olahraga yang suka menghancurkan kharismanya sendiri itu? Tidak heran teman-teman gengnya sampai memalingkan muka seolah tak mau mengaku sebagai temannya.

"Berisik, tahu," protesku sembari menoleh ke belakang. "Kau mau merampas pendengaran semua orang di sini atau gimana?"

Secara refleks, Yamamoto pun menurunkan tangannya yang tadi dikepalkan demi meninju udara, kemudian menggaruk tengkuknya sambil tertawa masam. "Maaf, maaf. Aku terlalu bersemangat. Habisnya besok sudah libur musim panas dan remedialku semuanya sudah beres, jadi aku bebas tanpa tanggungan!!" jelasnya riang.

"Biarpun begitu, nggak perlu teriak pakai volume suara penuh juga, 'kan." Salah seorang teman gengnya berkomentar, mengundang sahut-sahutan dari teman-temannya.

"Betul itu."

"Rasanya aku mulai tuli gara-gara itu."

"Memang parah."

"Hei, hei!! Kalian ini sebenarnya ada di pihak siapa, sih?! Pengkhianat!!"

"Aw!!"

"Ow!!"

"Sakit!!"

"Ouch!!"

Dengan kening terkerut dan alis tertekuk, pemuda kekar itu menjitak kepala teman-teman gengnya satu-persatu, menimbulkan reaksi mengaduh yang beragam. Aku dan Akari hanya bisa menonton adegan tersebut sambil cekikikan.

"Oh, ya." Kedua mataku melebar seraya otakku mengingat sesuatu. "Yamamoto-kun, kau nggak lupa soal PR libur musim panas yang menggunung itu, 'kan?"

"Eh?"

Yamamoto bergeming sejenak. Pupil matanya bergerak-gerak, berusaha mengingat-ingat. Beberapa detik berselang, kedua matanya membelalak dan dia menepukkan tangan keras-keras.

"Aaaggghhh!!!" serunya. "Aku hampir lupa soal itu!!"

"Hei, hei. Kuro-kun, Akari-chan. Kalian bisa kerjakan PR-ku?" Tiba-tiba saja sosoknya sudah menyelip di antara kami berdua dan berbisik. "Setengahnya saja, deh. Tolong, ya. Nanti kuberikan bayaran, kok."

Aku dan Akari pun mengernyitkan dahi sembari melontarkan protes berbarengan: ""Hei, kami bukan joki tugas!!!""

Tawa lepas yang nyaring dari kami semua segera menyusul setelahnya.

Sesuai pepatah yang tertulis awal bab ini, canda-tawa juga membuat perjalanan kami menyusuri lorong lantai dua, menuruni tangga, dan menyusuri lorong lantai dasar terasa singkat. Tahu-tahu kami telah tiba di halaman sekolah dan mendekati gerbang. Di sana tampak Yamaguchi-sensei beserta Aikawa-sensei tengah menyalami siswa-siswi yang lewat. Perhatian mereka mendadak teralihkan ketika melihat kami.

Hello Again, KuroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang