moralitas

37 7 0
                                    

Lasvos berjalan pulang membawa sebuah kantung yang meneteskan darah. Dia baru pulang dari pemburuan sambil menyenandungkan lagu yang pernah dia dengar. Namun suara senandung nya berhenti, terpotong oleh suara tangisan bayi dari kejauhan. Dengan cepat ia menuju ke asal suara, di sana keranjang bayi terbawa arus sungai. Dengan cepat ia mengambil keranjang tersebut dengan tentakel bayangannya, keranjang bayi itu terbuat dari semacam akar yang di bentuk dengan tangan layaknya keranjang piknik.

Lalu mengecek isi keranjang tersebut... Seperti suaranya itu adalah seorang bayi. "aduh.... Siapa lagi yang buang bayi di sungai pagi pagi gini..." lalu pemikiran terpesat di kepala Lasvos. Bagaimana jika bayi tersebut tidak di buang pagi ini ? Bagaimana jika bayi tersebut sudah mengambang berhari hari ? Dengan cepat ia berlari dengan kecepatan tinggi menuju kota sambil memeluk keranjang bayi tersebut (aku tahu harus ke mana) pikirnya.

Tidak lama ia sampai di sebuah kuil putih besar di tengah kota. Dengan cepat ia masuk dan berteriak "seseorang di sini ?!" dari sudut ruangan tiba tiba saja Carni keluar "ah... Lasvos kenapa kamu ke mari ? Apakah kamu sudah tobat ?" Lasvos menggelengkan kepalanya dengan cepat dan menunjukan bayi yang lemas di keranjang bayi yang ia pegang.

Carni dengan cepat mengendong bayi tersebut memeriksanya, mata kananya menyala hijau "apakah dia baik baik saja ?" tanya Lasvos dengan khawatir. "sukur lah dia bayi baik saja... Kelihatanya ia hanya lelah karena menangis, tunggulah di sini" Carni pergi membawa bayi tersebut ke sebuah ruangan. Di sisi lain lasvos duduk di sebuah tempat kursi dari banyak kursi yang menghadap ke arah empat patung dewa dewi.

Lalu menyadari salah satu patung telah di hancurkan di ujung kanan "itu pasti Tenebris..." gumamnya "berarti dua dewi di tengah itu adik adiknya ?" gumamnya lagi sambil bersandar di kursi tersebut. "siapa kamu ? Aku tidak pernah melihat mu di kuil ini" sebuah suara lembut terdengar dari sisi kanan Lasvos dengan cepat ia menoleh itu adalah seorang pendeta prempuan berjalan ke arah Lasvos lalu duduk di sebelahnya.

"siapa nama mu ?" tanya pendeta itu suaranya begitu halus "Lasvos" kemudian pendeta itu kelihatanya berusaha mengingat sesuatu "Lasvos... Lasvos... Hm... Aku tidak pernah mendengar nama itu, apakah kamu sering datang ke kuil ?" Lasvos menggelengkan kepalanya. Nyatanya ia tidak pernah ke kuil orang orang akan datang ke kuil setiap tengah hari untuk memberikan persembahan untuk para dewa dewi yang mereka ikuti. Sayang tidak ada ideologi yang masuk dengan ideologi Lasvos.

"apakah kamu di sini untuk mengetahui para dewa dewi ?" Lasvos menggelengkan kepalanya sebagai jawaban lalu menunjuk patung dari kanan ke kiri. Pertama seorang pria dengan armor tebal dan sebuah palu besar yang di istirahatkan di bahunya "Stahl dewa tempa" lalu jarinya menunjuk ke arah seorang wanita muda cantik "Lilya dewi hutan/alam" lalu menunjuk ke arah seorang wanita dengan enam sayap dan sebuah tombak di tangan kanannya "Ende dewi perang..." lalu wanita di sebelahnya lagi wajahnya mirip dengan yang sebelumnya namun lebih halus dan keibuan "dan itu adiknya Eda dewi kebaikan"

Pendeta itu bertepuk tangan "wah... hebat kamu tahu nama dan konsep yang mereka pegang" sambil tersenyum lebar. "mereka hanya bagian utama dari dewan para dewa... Masih banyak dewa dewi di luar sana yang ada di hadapan ku ini.... Hanya yang paling populer pengikutnya." pendeta itu mengangguk "itu semua benar" jari Lasvos kemudian menunjuk ke arah sebuah fondasi yang telah hancur. "dan yang itu Tenebris dewa kegelapan" pendeta itu kaget lalu dengan halus menurunkan tangan Lasvos yang menunjuk ke arah fondasi rusak itu "kita tidak boleh mengucapkan nama itu... Nama itu akan membawa nasip buruk"

Lasvos mengangguk "yah aku tahu... Hanya saja rasanya salah tidak menganggapnya sebagai salah satu dari dewan para dewa... Walau pada akhirnya ia berkhianat dia tetap membuat dampak besar kepada hukum dan aturan" pendeta itu kelihatanya setuju tetapi takut mengakuinya. Setelah semuanya Tenebris memang di pandang sebagai konsep korupsi setelah penyegelannya.

Lasvos lalu berdiri dan pergi ke arah pintu keluar pendeta itu lalu bertanya "mau ke mana ?" lasvos berbalik sebentar "pulang" ia pun melangkah ke luar dari kuil. Lasvos lalu pulang ke penginapannya. Ketika ia membuka pintu kamarnya Lily ada di tiduran di kasur Lasvos sambil membaca buku "ah... Kau sudah pulang" ucapnya sambil berdiri dan menaruh buku yang sebelumnya ia baca di meja dekat tempat tidurnya.

"lama lama ini jadi kebiasaan" ucap Lasvos sambil mengaruk garuk kepalanya."jadi apa yang kamu ingin bicarakan ?" ucapnya sambil memiringkan kepalanya Lasvos menghela nafas lalu duduk di sebelah Lily. Mulutnya terbuka namun tidak ada suara yang keluar, dia sangat ragu sangat sangat ragu. Apakah ini pilihan yang benar ? Mental Lasvos adalah pria dewasa sementara Lily benar benar masih anak anak menuju remaja.

Lasvos lalu menarik nafas dalam dalam "pernahkah kamu merasa kehilangan rasa kemanusiaanmu?" Lily terlihat lebih bingung dan penasaran "apa maksud mu ?" lalu Lasvos menjelaskan "jadi... Apakah kamu pernah membunuh seseorang dan tidak merasakan apapun ? Dulu yah... Aku merasakannya namun sekarang sudah hilang... Dan aku tidak merasa inj normal "Lily langsung mengangguk paham "seperti yang Carni ajarkan"

"Lasvos... Kamu pasti takut... tapi percayalah pada ku, kamu tetaplah manusia, tidak peduli berapa banyak yang telah kamu bunuh... Itu lah yang Carni ajarkan padaku... Selama kamu percaya kamu adalah manusia kamu adalah manusia" walau penjelasan Lily terbata bata karena kelihatanya Lily sendiri tidak begitu paham apa yang ia jelaskan Lasvos merasa sedikit lebih baik "manusia... Yah... Aku adalah manusia"

Di sisi lain di kerajaan Märchen, Weis sedang melihat lihat surat di kantornya lalu melihat sebuah nama yang ia kenal baik. Di sana Alice membantunya dengan kertas kertas laporan "astaga... Ini sudah kekubur berapa lama ?" ia membukanya "memang itu surat dari siapa sir Weis ?" Weis melihat ke arah Alice sambil membuka segel surat tersebut "teman terbaikku di seluruh dunia... Aku harap dia baik baik saja".

Suratnya terbuka namun yang keluar bukanlah huruf tetapi sebuah simbol simbol terlihat seperti sebuah kode. Weis dengan serius membaca kode tersebut, lalu ia berdiri "Alice batalkan semua pertemuan ku... Aku ada urusan penting yang harus aku lakukan" Alice mengangguk, sementara itu Weis pergi ke luar dan menaiki sebuah kereta kuda. Berangkat untuk menjawab sinyal marabahaya dari sahabat sekatnya.

super system: jiwa jahat dari masalaluWhere stories live. Discover now