Chapter 25: Chaos

97 10 0
                                    

Menjadi anak yang baik, anak yang penurut, dan anak yang pintar adalah hal yang berhasil membuat Lee Jeno benci dengan hidupnya. Setiap hari dia selalu menjalani harinya dengan kegiatan yang sama dan berulang. Kehidupannya hanya dipenuhi dengan belajar dan belajar sampai Jeno tidak memiliki waktu untuk berteman.

Jeno menjadi pribadi yang tidak tahu bagaimana caranya berkomunikasi dengan orang lain sehingga dia menjadi pribadi yang dingin dan memiliki kalimat super pedas yang membuat lawan bicaranya enggan membuka percakapan lagi dengan Jeno.

Jeno ingin sekali seperti sepupu jauhnya, Zhong Chenle. Sepupunya yang setahun lebih muda dari Jeno itu memiliki kehidupan yang beraneka ragam membuat Chenle selalu saja menjadi contoh buruk bagi orang tua Jeno setiap mereka memberikan petuah kepada Jeno mengenai kehidupan. Orang tua Jeno selalu berkata, kalau hidup Jeno akan seperti Chenle kalau tidak mau mendengarkan nasihat orang tua.

Namun, Jeno ingin mencicipi dunia yang sudah cukup lama digeluti Chenle.

Diam-diam, Jeno masuk ke sebuah geng nakal yang ada disekitar sekolahnya. Dia merokok, minum minuman keras, sampai kenakalannya itu berada ditahap mengutil barang di toko kelontong.

Adrenalin Jeno terpacu ketika dia melakukannya sampai Lee Jeno tidak sengaja melihat perkelahian yang sangat besar ketika Jeno pulang dari memalak uang pelajar dari sekolah lain. Perkelahian itu menyebabkan Jeno betah menontonnya dan ingin sekali ikut ke perkelahian itu. Dia penasaran bagaimana rasanya mengikuti tawuran.

Sampai, matanya tidak sengaja bertemu dengan seorang anak seumuran Jeno sedang memampah seseorang yang dalam keadaan babak belur. Kedua orang itu berjalan menghindari tawuran yang terjadi di jalanan besar itu sampai mereka mengistirahatkan tubuh mereka disebuah gang kecil. Tempat di mana Jeno menonton tawuran dengan decakan kagum.

"Hei, kau!" seru remaja itu membuat Jeno mengerjapkan matanya lalu berjalan menghampiri remaja yang wajahnya sudah babak belur begitu pun dengan orang yang ia papah tadi.

"Bantu aku membawa dia ke klinik di dekat sini" ucap remaja itu dan dengan segera Jeno membantunya walaupun sebenarnya Jeno sedang tidak ingin berbaik hati membantu orang lain.

Tapi, dia tidak tega juga melihat salah satu dari mereka memiliki luka yang sangat parah sampai mengeluarkan muntah darah. Maka dari itu, Jeno membantu kedua remaja itu menuju klinik yang ternyata memang tidak jauh dari lokasi tawuran.

Setibanya mereka di klinik tidak ada percakapan di antara mereka. Jeno yang tidak tahu bagaimana caranya membuka percakapan, hanya bisa berdiri dengan canggung di dekat remaja yang terlihat tidak peduli dengan luka di wajahnya. Padahal mereka sudah ada di klinik, kenapa remaja itu tidak sekalian saja mengobati lukanya?

"Kenapa kau masih di sini?" tanya remaja itu setelah sekian lama mereka terdiam.

Sebuah pertanyaan yang menyadarkan Jeno bahwa dia sudah lama berdiri tidak tentu arah di klinik ini padahal dia tidak memiliki urusan lagi di sana.

"Ah, baiklah, aku pergi" ucap Jeno akhirnya. Ya, memang apa lagi yang harus dia lakukan di sini?

"Terima kasih sudah membantuku membawa temanku ke klinik. Siapa namamu?" tanya remaja itu membuat Jeno terdiam di tempatnya.

"Lee Jeno" jawabnya kikuk tetapi jika orang lain mendengarnya justru jawaban itu terdengar dingin dan kejam.

Remaja itu menganggukkan kepalanya mengerti, "Namaku Kim Jungwoo, terima kasih sudah membantu temanku, Moon Taeil. Kalau ada apa-apa, kau bisa meminta bantuanku dan Taeil. Dan jika ada yang mengganggumu, kau bisa datang kepada kami, ke basecamp wilayah utara" jelas remaja bernama Jungwoo itu membuat Jeno semakin terdiam di tempatnya.

[FF NCT DREAM] ROTATEWhere stories live. Discover now