Chapter 22: Bertemu Teman Lama

65 9 0
                                    

Hal yang Na Jaemin lakukan ketika pertama kali dia menjadi siswa kelas 10 adalah, membolos upacara penerimaan murid baru.

Kepalanya terlalu pusing melihat segorombolan manusia di satu ruangan yang tidak terlalu luas. Tanpa memikirkan bahwa dia bisa ketahuan oleh guru serta panitia penerimaan murid baru, Na Jaemin keluar dari gedung auditorium. Dia melangkahkan kakinya tanpa tujuan, dia hanya melihat-lihat keadaan sekolah yang akan menjadi tempat dia menimba ilmu sampai tiga tahun kedepan.

Na Jaemin tahu, kedua orang tuanya sudah tidak sanggup menghadapi Jaemin yang semakin hari semakin tidak terkendali. Anak manis dan penurut mereka tiba-tiba berubah menjadi monster mengerikan yang tidak bisa dikenali oleh mereka lagi, selaku orang tua.

Jaemin tidak marah atau pun membenci kedua orang tuanya, ketika mereka mengasingkan Jaemin ke sebuah sekolah yang terletak di kaki gunung, Daegu. Sekolah berasrama yang memang terkenal menampung anak-anak bermasalah walaupun tidak semua anak bermasalah di sekolah ini. Hanya saja, sekolah tersebut dengan tangan terbuka menerima murid-murid nakal.

Jaemin bersiul ketika melihat sebuah rumah kayu yang terlihat rapuh dengan atapnya terbuat dari seng yang sudah berkarat. Melihat ada sebuah tempat yang berpotensi sebagai "pelarian" Jaemin ketika ia bosan, remaja yang terkenal dengan wajah rupawannya itu melangkahkan kakinya menuju rumah kayu tersebut.

Setibanya dia di depan pintu, dia mendapati rumah tersebut pintunya sedikit terbuka. Jaemin melihat keadaan disekitarnya dan benar-benar tidak ada orang di sana. Jaemin mengedikkan bahunya tidak peduli, dia pun melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah yang ternyata berfungsi sebagai gudang. Dia mengernyitkan alis ketika debu-debu halus itu berterbangan disekitarnya.

Jaemin melihat keadaan di dalam gudang kotor tersebut sampai dia melihat sebuah benda yang ditutupi oleh kain putih. Jaemin adalah seseorang yang masa bodo dengan apa yang terjadi ke depannya. Dia tidak peduli mengenai akibat yang akan ia dapatkan, jika dia menarik kain putih tersebut.

Jaemin bersiul ketika tahu benda dibalik kain putih tersebut adalah cermin.

***

Keras kepala adalah nama tengah Jisung. Maka dari itu, dia tetap keukeuh ingin pergi mengikuti Renjun dan Chenle keluar dari sekolah menuju halte bus yang tidak terpakai di dekat gerbang desa. Di kaki gunung ini terdapat desa kecil yang memiliki bus yang beroperasi dari pukul 6 pagi sampai 10 malam.

Dan sekarang, jam menunjukkan angka 11 yang artinya tidak ada bus beroperasi menuju stasiun kereta.

"Kenapa kau harus ikut sih?!" gerutu Chenle. Terlihat jelas dari raut wajahnya kalau dia tidak suka dengan Jisung yang mengekori dirinya dengan Renjun.

"Terserah aku dong!" sahut Jisung dan dia memelankan suaranya ketika melihat salah satu rumah warga desa menghidupkan lampunya. Sepertinya, salah satu penghuni di dalam rumah terganggu dengan suara dua lumba-lumba itu.

"Hentikan perdebatan kalian, sebentar lagi kita tiba di halte, dan jangan buat suara cempreng kalian mengganggu warga desa" ucap Renjun sambil menyelipkan sedikit nasihat untuk dua bocah yang memilih berdebat dengan berbisik.

"Aku tidak menyangka kalau ketua misterius dari wilayah barat itu kau, Renjun" Jisung membuka pembicaraan kepada Renjun setelah bosan berdebat dengan Chenle.

"Aku pun juga tidak menyangka" celetuk Renjun lalu dia terkekeh pelan.

"Sebenarnya, ketua sebelum Chenle itu bernama Xiaojun. Dia teman dekat Chenle waktu Chenle masih di China dulu. Lalu, tiba-tiba saja dia memintaku menjadi ketua sementara dia mencari orang yang akan menggantikan posisi Xiaojun. Dan orang itu Chenle" jelas Renjun yang langsung dipahami oleh Jisung.

[FF NCT DREAM] ROTATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang