Yang Paling Mungkin

1K 200 178
                                    

Nadin melaporkan kematian Sulthan pada pihak berwajib. Pengaduan itu ditanggapi sebagaimana mestinya——lebih tepatnya sebagaimana orang-orang tahu pamornya. Penyelidikan lantas dilakukan. Kamarnya dengan Sulthan ditetapkan sebagai TKP. Penghuni rumah diperiksa. Bukti-bukti mulai dikumpulkan.

Berdasarkan pemeriksaan, Sulthan tewas karena malfungsi jantung. Ditemukan kadar fluoksetin hidroklorida sebanyak 40 miligram. Senyawa ini biasanya ditemukan di obat anti depresan yang dapat memicu kenaikan tekanan darah. Jantung Sulthan yang masih berada di fase penyembuhan tidak bisa menandingi mekanisme fluoxetine dalam darahnya.

Arletta khawatir penyelidikan ini mempengaruhi tumbuh kembang Qwin. Ia memang sudah mengajarinya soal kematian. Tapi hanya yang sifatnya normal dan bisa diilustrasikan dengan kata-kata sederhana. Bukan seperti ini. Kematian dengan indikasi kesengajaan.

"Mommy, Opa beneran dibunuh?"

Meremang bulu roma Arletta saat anaknya bertanya. Rasanya terlalu sadis kalau ia menjelaskan makna pembunuhan. Apalagi Qwin juga kelihatannya tidak nyaman.

"Some peope said Opa dibunuh. What's mean?"

Arletta menggigit bibir. Sambil mengusap-usap kepala Qwin, ia berkata bahwa suatu saat akan dijelaskannya masalah ini. Untuk sementara jangan dengar apapun yang dibilang orang lain.

Tapi sebesar apapun usaha Arletta untuk menenangkan anaknya, faktor dari luar justru tidak bisa dibendung. Ada banyak wartawan di depan rumah. Menanti informasi untuk segera disiarkan. Karena Arletta dan ibunya masih bungkam, para pencari berita itu menggali informasi dari para tetangga.

"Mereka sekeluarga memang jarang bergaul. Tapi nggak setertutup itu, kok. Tempo lalu anak-anak di sini pada diundang ke pesta ulang tahun si Qwin."

...

"Sempat dengar juga kalau akhir-akhir ini tensinya Pak Sul lagi naik. Pas acara ultah nggak kelihatan."

...

"Sebelum sakit kayaknya sempat cekcok sama ayahnya Qwin. Jelas banget ada yang banting barang dan teriak-teriak. Ngeri banget pokoknya."

...

Kurang puas dengan akuan di lingkungan rumah, pencari berita mengorek pula ke kantor Kanara Group.

...

"Pak Sul nggak pernah beda-bedain. Sama anaknya keras banget kalau soal kerjaan. Maklum, Bu Letta yang bakal jadi pewaris."

...

"Nggak ada kandidat lain, jadi setahu kami anaknya yang bakal megang perusahaan ini."

...

"Saya pernah lihat Bu Letta beberapa kali minum sesuatu kayak pil gitu. Entah vitamin atau suplemen."

...

Makin banyak informasi yang disampaikan pihak yang tidak punya hubungan dengan kasus, makin banyak asumsi. Orang di sekitar rumah membawa-bawa ayahnya Qwin, sementara orang kantor terus mengulangi pernyataan mengenai pewaris. Alhasil kesimpulan yang didapat justru merugikan Arletta.

Kehidupannya seperti ditelanjangi. Bukan cuma masa lalunya yang dibahas, tapi juga kasak-kusuk  kesengajaan yang melibatkan dirinya. Tidak ada yang bisa menghalanginya jadi pewaris Kanara Group selain kepergian Sulthan, begitulah mereka mengambil kesimpulan.

"Ta, gue tahu ini nggak sepantasnya gue lakuin di luar tugas. Tapi tolong jawab dengan jujur," Marshal mengajaknya bicara empat mata di suatu hari. Waktu itu ia baru mengantarkan Qwin ke tempat Sagan. Kondisi rumah yang tidak terkendali membuatnya yakin untuk mengungsikan anaknya untuk sementara. "Lo pernah ketuker minum obat dengan punya bokap?"

Kaus Kaki yang HilangWhere stories live. Discover now