Berbeda

943 184 70
                                    

"Sudah Chelsea bilang dari kapan hari, putusin saja! Malah denial terus. Bodoh memang!"

"Gue diam, ah. Kagak ikut-ikutan."

"Nasihatin dulu, Bang Kay. Biar si susu mikir. Bucin sih bucin, tapi jangan tolol."

Obrolan malam itu berlangsung seru. One Way ——tanpa Sagan—— sedang berbincang di salah satu meja. Ketiganya membahas masalah romansa sang bassist yang katanya di ujung tanduk. Berbeda dari dua personil yang nyapnyap tanpa henti, pihak yang jadi bulan-bulanan hanya cemberut sambil memangku dagu.

Malvi duduk di meja sebelah, sibuk memeriksa jumlah pesanan hari ini. Meski kelihatannya fokus, kupingnya tetap bisa menerima informasi dengan baik. Dan begitu Chelsea bilang soal putus, Malvi merasa tergoda untuk menyimak lebih dalam.

"Gue sayang sama dia. Nggak mau putus, Chel."

Malvi cukup mengerti perasaan Mylo. Orang mungkin hanya bisa menghakimi, bahwa buciners adalah manusia tolol selain oknum DPR. Bagi pelaku budak cinta, lepas dari orang yang disayangi sama sulitnya dengan berenang di lumpur isap.

Malvi juga begitu terhadap Sagan. Dengan segala aiueo-nya, ia tidak bisa berpisah begitu saja. Teman-temannya bilang ia pantas mendapat yang lebih baik. Tapi Malvi merasa tidak mungkin.

Hatinya berdenyut nyeri ketika Malvi sadar ini hari ketiga sejak kejadian nonton film. Setelah meminta maaf berkali-kali, Sagan izin pulang. Malvi mencoba membesarkan hatinya dengan bilang ini salahnya juga. Tapi kekasihnya itu tetap menggeleng frustrasi.

Lebih buruk lagi, setelah itu Sagan seperti menghindar. Tidak membalas pesan maupun panggilan. Di kafe juga sama. Sagan menghindari kontak mata,  juga mencari cara agar mereka tidak ngobrol langsung. Orang tua Malvi belum sadar bahwa anak mereka galau karena romansa. Mereka tahunya Sagan sibuk makanya tidak mengantar Malvi pulang.

Malvi berpikir jauh soal kejadian hari itu. Jangan-jangan Sagan jadi jijik padanya, menganggap dirinya terlalu agresif. Oh, sial! Harusnya Malvi tetap di zona nyaman. Bukan malah mancing-mancing hanya karena penasaran. Malvi malu sendiri atas tindakannya. Ia semakin terperosok dalam penyesalan lantaran justru Sagan yang meminta maaf duluan.

"Iya nggak, Mbak?"

Malvi mengangkat wajah dari tab ketika tiba-tiba ditanya. "Gimana?"

"Ini, Mbak. Si susu bodoh banget. Ceweknya selingkuh tapi dia nggak mau putus." Chelsea mengusap wajah frustrasi. Gadis paling muda itu geleng-geleng kepala kemudian melanjutkan, "Entah apa yang ada di otaknya. Heran. Pertama, beda agama. Kedua, selingkuh. Tapi masih saja dipertahanin."

"Chel, bisa direm dulu ngocehnya?" Kayas bersuara. "Kasihan si susu. Sudah diselingkuhi, sekarang mesti dengar omelan lu. Gue takut dia jadi gila habis dari sini."

"Bodo, ah. Chelsea gini karena sayang." Menyadari salah satu katanya memancing kernyitan dahi, cewek sipit itu langsung menambahkan. "Sayang sebagai rekan satu band. Iya, gitu maksudnya. Eh, Bang Kay nggak usah mikir macam-macam lo, ya!"

Kayas menaikturunkan alis. "Kayaknya ada yang salah tingkah."

"Apa, sih? Chelsea nggak salah tingkah. Eh, Mylo! Nggak usah gitu mukanya. Chelsea nggak mungkin naksir sama lo, ya. Jangan ke-GR-an."

Kekusutan di wajah Mylo berkurang. Terlebih tampang Chelsea agak memerah sekarang. Walau sekuat tenaga menukas tuduhan, Malvi merasa yang dibilang Kayas ada benarnya. Dua sejoli itu memang ribut terus sejak pertama kenal, tapi di balik itu kelihatan sekali dua-duanya saling peduli.

"Sudah jam segini, Chelsea balik duluan, ya." Belia itu beringsut.

"Waduh, ada yang salting."

"Sotoy lo, Bangkai!" Chelsea memelotot. Tangannya terkepal. "Mbak Milan sudah ribut, nih. Bisa kena amuk."

Kaus Kaki yang HilangWhere stories live. Discover now