43

2.2K 161 3
                                    


a

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

a.n: aku ada cerita baru di akunku yang ZheniteVirai siapa tau suka, judulnya My Lord is a Tyrant ❤️

selamat membaca!

Part 43

Meskipun ada lampu yang menerangi halaman belakang rumah Nenek, tetapi sinarnya tak akan mungkin memperlihatkan bekas tamparan dari Emily di pipi Kalila. Sebentar lagi pasti juga akan hilang. Kulitnya tak seputih kulit kulit Ashana yang hampir seperti warna susu sapi itu yang mungkin bisa membekas merah jika tidak segera diobati.

Anggota keluarga besar berkumpul di tengah halaman belakang. Beberapa anak—yang begadang—menangis ingin memegang kembang api, pada akhirnya diawasi oleh masing-masing orang tua mereka sambil memegang kembang api yang belum dinyalakan. Kalila pernah ada di situasi itu. Sebuah kenangan saat dia berumur 5 tahun. Di mana Kalila ingin memegang kembang api yang menyala dan akhirnya Bapak mengabulkan permintaannya dan tetap diawasi dengan baik.

Rumah Nenek itu luas. Halaman belakang bahkan jauh lebih luas dibanding halaman depan. Tak ada tetangga yang tinggal dekat di sekitar sini. Di luar tembok-tembok tinggi yang melindungi rumah penuh dengan pepohonan.

Kalila mengedarkan pandangan dan menemukan Jiro sendirian di dekat tembok. Berdecak, cewek itu lalu berlari kecil ke tempat Jiro yang lumayan jauh.

"Ngapain di sini sendirian?" tanya Kalila sembari menyandarkan punggungnya di tembok dengan napas yang sedikit tersengal karena lelah berlari. Ditariknya pergelangan tangan cowok itu, tetapi Jiro sulit dia tarik. "Kak?"

"Di sini aja."

Kalila menaikkan alis. Namun, pada akhirnya dia tak bertanya karena akhirya paham keinginan Jiro. Dia sudah menyadari sejak dulu bahwa Jiro jarang berkumpul dengan keluarga. Dia pikir karena Jiro membenci kehadirannya, tetapi ternyata bukan itu. Jiro hanya tak suka dengan keramaian.

Jiro menyelipkan jemarinya di ruas jemari Kalila.

"Kak...? Nanti ada yang lihat," bisik Kalila karena bagi Kalila, tak ada saudara yang saling menggengam seperti ini. Anggota keluarga lain yang melihat mereka pasti akan memandang aneh.

"Biar aja. Semua orang sibuk dengan kembang api," balas Jiro. "Gini aja. Setidaknya sampai langitnya penuh warna-warni kembang api."

Kalila tersenyum kecil. Melihat kembang api di tengah kota rasanya pengap dan terlalu ramai. Jiro juga tak suka. Makanya, meskipun ini adalah kali pertama mereka melewatkan tahun baru setelah berpacaran, tetapi prioritas Kalila masih ingin melewatkan tahun baru bersama keluarga besar.

Orang-orang terlalu antusias dengan detik yang terus terlewati sampai tak melihat sekeliling, apalagi melihat Jiro dan Kalila yang sedang berpegangan tangan sembari menunggu 1 Januari tiba.

Ruang dan WaktuWhere stories live. Discover now