23.00

15.7K 1.5K 47
                                    

.
.
.
.
.
.
.


*****


"Aban tenapa teliak-teliak..? Ana yuyul na..?"

Deg..

Keduanya langsung menegang saat mendengar suara itu, masih tetap dengan posisi yang sama Al dan El tidak berani menunjukkan wajah mereka. Mereka takut anak kecil didepan mereka ini akan histeris dan menangis jika melihat wajah mereka, itulah yang mereka pikirkan saat ini.

Karena tidak ada sautan dari kedua pemuda didepannya, Io dengan kaki kecilnya mulai mendekat secara perlahan kearah mereka.

"Jangan mendekat..!" Ujar El sambil mengintip di cela-cela selimut tebal yang menutupinya saat ini.

"Tenapa..?"Tanyanya.

"Eum.. nanti Adek nangis kalau lihat wajah kita" Balas El lagi.

"Tenapa..? Io uga mau main cembuni-cembuni..!" Ucap Io tanpa tahu perasaan kedua pemuda didepannya.

"Nggak boleh..! Adek main diluar aja.. jangan disini..nanti Adek nangis kalau liat wajah kita.." Jelas El berusaha membuat Io tidak dekat dengan mereka.

"Io ndak nanis.. Io mau main cama Aban.."

"TIDAK BOLEH..!!" Tanpa sengaja El mengeraskan suaranya dan dipendengaran Io itu seperti bentakkan untuknya.

Hal itu membuat Io langsung diam tidak berani mengeluarkan suaranya lagi. Dengan langkah pelan Io mulai memundurkan tubuhnya.

Tidak mendapati sautan lagi, El mulai mengeluarkan kepalanya dari tempat persembunyian nya. Kini pandangan nya terfokus pada tubuh mungil yang sedang meringkuk ketakutan dekat pintu.

Saat itu baru El sadari, ia telah membuat satu kesalahan lagi. Mengusap kasar wajahnya El mulai berjalan mendekati El.

Al yang sejak tadi hanya memperhatikan juga ikut bangkit dan dengan langkah tertatih-tatih sambil menahan sakit di punggungnya mulai berjalan mengikuti langkah sang Adik.

"Hey.. Abang minta maaf.. Abang nggak bermaksud bentak Io" lirihnya sambil mencoba menyentuh kepala kecil itu, namun belum juga menyentuh tangannya sudah ditepis oleh tangan kecil Io.

"Angan centu-centu.. Io agi malah.." Ucap Io merenggut kesal, lihat saja wajahnya yang tadi bertabur tepung kini telah membentuk jalan di kedua pipinya karena lelehan air mata yang terus mengalir.

'Shit.. udah gue baik-baikin.. yang gue terima malah ekspresi macam apa itu..?'

'Kenapa dia tidak takut..?'

Itulah yang ada di pikiran keduanya saat ini.

"El..! Mundur..!" Suruh Al.

Mau tidak mau El langsung mengikuti perintah Abangnya. Melihat El yang sudah berpindah kebelakang tubuh nya, Al dengan perlahan maju mendekati Io yang sedang menunduk sibuk memainkan jari-jari mungil kakinya.

"Io..!" Panggil Al, dan panggilan itu berhasil mengalihkan Io yang kini menatapnya.

"Io.. tidak ingat kami..?" Tanya Al, karena dapat Al lihat tidak ada ketakutan di mata itu. Ia jadi penasaran apa anak ini melupakan kejadian itu atau ia hanya berpura-pura saja.

"Ung..? Io inat Aban tan Aban celam, nakal, jaat hiks... tenapa Aban bitin inci Io cakit.. hiks.. jaat cekali.. kacian inci na belum mam bicuit na hiks.. belum Io kacih nama uga hiks.." Io menangis saat kembali teringat dengan kelincinya, tapi sepertinya kesedihan nya saat ini tidak sampai membuatnya begitu histeris seperti waktu itu.

YulioDove le storie prendono vita. Scoprilo ora