Pensiun Dini

93 17 1
                                    

Renata memicingkan matanya melihat mangga muda yang ada di pohon belakang sekolah. Ia membidik buah itu dan tersenyum menyeramkan sembari mencari-cari sesuatu yang bisa dijadikan alat untuk mengambil buah itu.

"Apa gue timpuk aja ya?" Gumam Renata.

Renata berkacak pinggang melihat keatas pohon. Ia mengikat rambutnya tinggi-tinggi yang tergerai dan melebarkan kedua kakinya mengambil ancang-ancang.

"Lah? Bukannya tadi mau gue timpuk? Kok malah jadi kayak mau ngajak baku hantam sama si Kamseupay?!" Omel Renata.

Menggoyang-goyangkan kakinya, Renata mencari cara untuk mengambil mangga muda itu. Ia berulangkali menghembuskan napasnya dengan kesal karena tidak menemukan cara apapun.

"Umur tuwir seharusnya otak jangan ikutan tuwir! Macetkan jadinya!" Ucap Renata ngegas.

Membuka kedua sepatunya, Renata melemparnya dengan asal. Ia berjalan menghampiri pohon mangga yang sedari tadi membuatnya kesal.

"Mon maap nih ya! Mau gak mau! Suka gak suka, lo terpaksa gue panjat!" Ucap Renata sambil menunjuk pohon itu.

Merentangkan kedua tangannya melakukan pemanasan, ia pun menggulung lengan baju seragamnya. Renata langsung melompat dan memeluk batang pohon mangga itu dengan bersemangat.

"Gue kira empuk!" Teriak Renata.

Dengan perlahan Renata menginjak badan pohon dengan mengapitnya. Ia sampai melototkan matanya menahan sesak untuk mencapai ranting pohon yang masih jauh dari jangkauannya.

"Bisa! Bisa! Bisa!" Semangat Renata.

Sedang asyik-asyiknya memanjat, ia merasakan punggungnya dilempar batu kecil. Dengan perasaan kesal, Renata pun menoleh kebelakang sambil berteriak.

"NYARI MATI LO?!" Teriak Renata.

Setelah berteriak seperti itu, Renata menutup mulutnya rapat-rapat. Dirinya langsung berkeringat dingin dan ingin memasang senyum tetapi tidak bisa.

"Turun."

Satu kata yang terdengar begitu dingin dan datar membuat Renata berdecak. Ia tetap dengan posisinya yang memeluk pohon tanpa mau turun mengikuti perintah ketua OSIS yang tidak lain dan tidak bukan adalah Araf.

"Tu.. ru.. n." Ucap Araf selambat mungkin.

"Ck! Ganggu mulu lo!" Kesal Renata.

"Satu."

"Heran banget gue!"

"Dua."

"Dimana-mana ada lo!"

"Ti-"

"SABAR ELAH!"

Araf tersenyum kecil mendengar perkataan sewot Renata. Ia melipat kedua tangannya di depan dada sambil terus memperhatikan gadis itu.

"Gimana caranya turun ya?" Gumam Renata pada dirinya sendiri.

"Apalagi?" Tanya Araf.

"Bisa diam gak sih?!"

"Gak bisa turun?"

"Kepo banget lo!"

"Gimana ceritanya bisa naik tapi gak bisa turun?"

"Cot!"

Menarik napasnya dalam-dalam, Renata menutup matanya. Ia sedikit merenggangkan pelukannya dan langsung jatuh merosot ke bawah.

"Bodoh." Ucap Araf.

Tentu saja, mendengar kata keramat dari mulut Araf membuat darah Renata naik. Ia langsung berdiri dan mendekati laki-laki itu.

The Past: What If Kisah Araf (Transmigrasi Ke Masa Lalu) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang