Berperang Dengan Perasaan

87 22 2
                                    

Chapter 38 (Berperang Dengan Perasaan)

"Apa kau ingin berenang tanpa mengenakan pakaianmu, Annete?"

Sepasang mata bulat Annete mulanya berkedip dengan tempo yang lebih cepat dalam beberapa detik kemudian dia tertawa. "Pfttthh.... Apa maksudmu?" Annete memandang geli Richard yang masih menunjukan ekspresi datar dan dinginnnya itu. Dia juga menambahkan. "Kenapa aku harus berenang tanpa mengenakan pakaianku? Memangnya aku sudah kehilangan kewarasanku sepertimu yah? Tentu saja tidak, pftttt...!"

"Kehilangan kewarasan sepertiku kau bilang?" Sebelah alis Richard terangkat tinggi, menatap Annete dengan pandangan tajamnya sambil mendekati Annete, membuat Annete menghentikan semua gelak tawanya begitu saja.

"Ke- Kenapa kau menatapku begitu?" Apa Annete salah bicara yah barusan? Dan lagi, kalau memang dia salah, memangnya kesalahan apa yang sudah dia lakukan? Karena mengatai Duke yang katanya paling sempurna itu sudah kehilangan kewarasannya? Tapi itu memang benar adanya bukan? Duke Richard yang orang bilang sempurna itu memang sudah gila menurut Annete. Duke Richard sudah menunjukan kegilaannya disaat pertama kali bibir lelaki itu menyerang bibir Annete, mencium paksa Annete walau itu semua terjadi didalam mimpi mereka.

Annete membuka mulutnya, sudah ingin mengatakan sesuatu tapi dia urungkan. Mata bulatnya berkedip beberapa kali dulu sebelum membuka mulutnya kembali untuk berkata. "Hanya karena orang-orang menyebutmu sebagai sosok yang sempurna, bukan berarti kau benar-benar manusia yang sempurna! Maksudku, sejak pertama kali kau masuk ke dalam mimpiku, kau sudah menunjukan kegilaanmu itu padaku. Kau menciumku, berkali-kali! Dengan paksaan!" Annete menelan salivanya dulu, memerhatikan Richard yang kini diam didekatnya sambil terus menatapnya (tentu dengan tatapan tajamnya) lalu dia melanjutkan ocehannya. "Kau pemaksa dan tukang pilih-pilih, tolong jangan lupakan sebutan yang satu itu!"

Diluar dugaan Annete, Richard kini tersenyum hingga tertawa kecil. "Kau mengatakan kalau aku sudah kehilangan kewarasanku, sudah gila sejak pertama kali aku mencium mu, begitu? Lalu kau menyebutku pemaksa karena terus saja memaksa untuk menciumimu, begitu? Dan terakhir,  si tukang pilig-pilih! Aku masih belum mendapatkan alasan dari sebutan itu."

"Orang-orang memang tidak bisa memahami kebiasaan buruknya sendiri!"

Lagi, Richard menaikan sebelah alisnya, memandang Annete skeptis. "Jadi menurutmu menciumimu itu adalah kebiasaan buruk ku?"

Annete melotot kesal dan terlihat marah. "Bukan soal itu!"

"Bukan soal menciumi mu?!" Richard menyeringai licik sebelum melanjutkan. "Apa karena kau senang diciumi olehku, Annete?"

Annete meluruskan cara berdirinya. Dia menatap sungai yang mengalir sangat jernih di hadapannya kemudian dia melepas sepatu cantiknya satu persatu. "Apa sih yang sebenarnya sedang kau bicarakan itu? Kenapa kau tidak pernah bisa mengerti dengan apa yang aku maksudkan?"

"Aku mengerti!"

Annete menolehkan kepalanya, menatap Richard penuh tanya lalu Richard menjelaskan, "Aku mengerti kalau kau memang suka dengan kebiasaan buruk ku itu! Menicumi mu! Kau sangat menyukainya hingga mencicit, berteriak memanggi-manggil namaku."

Apa setiap kata yang keluar dari mulut Richard memang harus terdengar tidak sopan begitu makanya didepan banyak orang dia terus mengunci mulutnya itu yah? Wah... Annete rasa dihadapan dirinya, Richard selalu bisa bebas menunjukan wujud dari dirinya yang asli, yang menyebalkan dan begitu tidak sopan! Benar-benar sangat berbeda dari apa yang selama ini orang bicarakan tentang kesempurnaannya.

Annete menatap sengit Richard sebelum meluruskan kepalanya, melangkah bertelanjang kaki untuk mendekati sungai lalu dia duduk ditepian sungai, mengangkat sedikit roknya (sebenarnya gerakannya membuat nafas Richard sedikit tercekat saat memerhatikannya) kemudian Annete mencempkungkan kaki-kakinya ke dalam air sungai. Rasa dingin yang menyejukan langsung terasa pada kakinya, sejenak membuat Annete tersenyum. "Airnya benar-benar sangat segar!"

The Last AphroditeWhere stories live. Discover now