Seekor Kupu-Kupu

88 30 4
                                    

Chapter 16 (Seekor Kupu-kupu)

"Maafkan aku, Prince! Aku benar-benar minta maaf karena pergi tanpa menunggumu kemarin sore. Aku..." Annete melirik Prince Max, membasahi bibirnya dan tersenyum serba salah saat menambahkan. "TIba-tiba saja kepalaku pusing dan aku rasa aku tidak enak badan jadi aku kembali ke kediamanku tanpa menunggumu lebih dulu." Annete menundukan kepalanya, meminta maaf sebesar-besarnya karena kemarin sore dia pergi tanpa mau menunggu Prince Max untuk kembali padahal Prince Max sudah memintanya untuk menunggunya.

Sesuai yang diharapkan Annete, Maxim menunjukan senyuman tampannya yang terlihat sangat lembut itu. Dari ekspresi wajahnya, tidak ada sama sekali kemarahan atau kekecewaan yang diperlihatkan oleh Maxim pada Annete. Haruskah Annete cukup senang karena itu? Atau justru dia harus menelan bulat-bulat semua prasangkanya terhadap Maxim saat ini? Prasangka soal kemungkinan Maxim yang kecewa karena berharap Annete menunggunya kemarin sore? Lucu sekali kalau sekarang Annete yang merasa kecewa karena kenyataan yang dia hadapi tidak sesuai dengan apa yang dia pikirkan bukan?

"Apa anda benar-benar tidak marah, Prince?"

Senyuman Maxim melebar, "Kenapa aku harus marah padamu, Princess? Dan tolong berhentilah meminta maaf atau menunjukan raut bersalah diwajah cantikmu itu! Seharusnya aku yang cukup sadar kalau kau baru saja sembuh dari sakit dan tidak memintamu untuk terlalu lama berdiri di taman pada sore hari dengan cuaca yang sedikit berangin, benarkan? Dan apa kau sudah merasa lebih baik hari ini?"

Tidak benar! Walau Annete punya penyakit (Kutukan sebenarnya) tapi Annete bukanlah sejenis perempuan lemah yang tidak mampu berjalan-jalan lama di taman pada sore hari yang berangin. Haruskah Annete mengatakan pada Maxim kalau dia bahkan pernah melawan singa? Yah walau itu hanya mimpi, mimpi yang terasa sangat nyata tentunya!

Annete tersenyum, bukan senyuman rasa bersalah lagi tapi senyumannya yang tulus yang bisa membuat siapapun yang melihat ikut tersenyum dengannya, juga terpesona akan kecantikannya itu. "Terima kasih atas kemurahan hatimu untuk ku, Prince! Aku sudah merasa jauh lebih baik saat ini."

"Tidak perlu sungkan! Katakan padaku apapun yang kau inginkan maka aku akan memberikannya untukmu, Princess!"

Bagaimana kalau Annete meminta Prince Maxim yang tampan nan baik hati ini untuk menikahinya? Untuk membebaskan Annete dari penyakitnya juga membuat Annete tetap bertahan hidup setelah usianya 25 tahun nanti?

Annete kembai tersenyum. Dia sedikit melirik sepasang sepatu cantiknya tapi kemudian dia justru terpaku pada sepasang sepatunya, teringat kalau mungkin saja Maxim menyukai dirinya karena rupanya yang terlihat cantik itu. Bagaimana jika suatu hari ada seorang perempuan yang terlihat lebih cantik lagi dari Annete? Bagaimana jika suatu hari nanti Maxim bosan pada kecantikannya? Sama halnya dengan sepasang sepatu cantik yang Annete kenakan hari ini. Sebesar apapun Annete menyukai sepatunya yang sekarang melekat dikakinya ini, dia masih juga sedikit menyukai sepatu cantik lamanya. Lalu jika ada sepasang sepatu cantik lainnya, mungkin saja Annete akan lebih menyukai sepatu yang baru itu.

Katanya, waktu itu bisa merubah segalanya! Dan perasaan manusia adalah sesuatu hal yang paling mudah untuk berubah-ubah. Waktu dan perasaan itu, dua hal yang sangat cocok bukan? Kedua hal itu sangat cocok dan tidak bisa dipisahkan, melekat pada manusia!

Kedua alis Maxim  terangkat, memperlihatkan sedikit perubahan ekspresi wajahnya saat melihat Annete yang seolah terdiam sejenak tapi kemudian Maxim bisa dengan cepat memasang wajah ramahnya kembali sebelum dia berkata. "ada apa? Apa kau merasa sakit lagi, Princess?"

Annete mengangkat kepalanya, tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Maxim ikut tersenyum, terlihat tulus dan super ramah seperti biasanya. "Sebenarnya aku juga berniat ingin mengunjungimu pagi ini. Aku ingin mengajakmu berkeliling kota siang ini, Princess!"

The Last AphroditeWhere stories live. Discover now