15 - Awakening Shadows

3 1 0
                                    

Keesokan harinya, sang pangeran terlihat masih terlelap dalam mimpinya, dengan setengah tubuhnya terbalut selimut tebal. Semalam, ia sempat mengalami kepanikan kembali saat melihat beberapa orang tertentu ketika dirinya dibawa ke ruang makan bersama keluarga kerajaan.

Pagi ini, Erlangga dan Kadita sengaja mengunjungi kamar pangeran mereka yang selama ini dirindukan. Mereka memasuki kamar dengan hati-hati, merasakan kehadiran yang hangat dan penuh harapan di dalamnya.

"Kami berada di sini untukmu," ucap Erlangga dengan suara lembut, memancarkan kehangatan dan kasih sayang. "Kami melihat keberanianmu dan keajaiban yang ada di dalam dirimu."

"Kamu memiliki kekuatan yang luar biasa, kami yakin bahwa dengan identitas baru ini, kamu akan menemukan jati dirimu yang sejati." Timpal Ratu Kadita.

Mendengar suara kedua orangtuanya yang mengunjungi kamarnya, namun ia hanya melenguh pelan, merasa terusik dengan suara tersebut. Perlahan, ia membuka matanya, berusaha untuk memfokuskan pandangannya pada objek yang terus mengajaknya untuk beradaptasi dengan keadaan baru ini.

Mereka melihat wajah seorang pemuda, Raka, yang kini menjadi tempat tinggal bagi jiwa sang pangeran. Tatapan Raka yang berkilauan seperti bintang di malam hari dan disatukan dengan sorot menghangatkan seperti matahari di matanya yang membuat Erlangga dan Kadita semakin yakin bahwa mereka telah membuat pilihan yang tepat untuk memberikan identitas baru kepada sang pangeran.

Dalam keheningan, Erlangga dan Kadita saling pandang, sorot mata yang tampak hampa itu perlahan menoleh ke arah Erlangga dan Kadita, membuat Kadita senang. Ia tersenyum hangat, memberikan sapaan yang penuh kasih sayang.

"Hay.. selamat pagi, sayang," ucap Kadita dengan suara lembut, memancarkan kehangatan seorang ibu. "Bagaimana perasaanmu hari ini? Apakah kamu sudah siap untuk menjalani petualangan baru?"

Ia memandang Kadita dengan tatapan yang tampak penuh kebingungan. Ia merasa kehilangan dan tidak mengenali dirinya sendiri. Ia pun bertanya dengan ragu,
"Siapa namaku?"

Kadita terkejut sejenak, antara sedih dan senang karena sang putra akhirnya berbicara kepadanya, Kadita tersenyum getir. Ia memeluk putranya dengan penuh kasih sayang, memberikan kehangatan cinta kasih.

"Namamu adalah Nakula, sayangku," ucap Kadita dengan suara lembut. "Kamu adalah pangeran kami yang berani dan kuat."

Dalam keheningan, Kadita terus mengelus lembut rambut putranya yang kini berganti identitas baru, Nakula. Ia memberikan rasa nyaman dan kehangatan seorang ibu. Mereka berdua merasakan energi positif dan harapan yang terpancar dari setiap sentuhan dan pelukan.

*****

Suasana alam pagi itu begitu indah. Cahaya matahari perlahan menyinari halaman istana, menciptakan bayangan-bayangan yang menari-nari di antara pepohonan yang rindang. Udara segar dan harum bunga-bunga yang mekar membuat suasana semakin mempesona.

Kadita merasakan kebahagiaan yang tak terhingga. Akhirnya, putranya mau berbicara kepadanya. Ia merasakan kehangatan dan kelegaan mengalir dalam dirinya, seolah-olah hatinya terangkat oleh sayap kebahagiaan.

Ia mengelus lembut rambut Nakula, "Putraku, saat ini hatiku penuh kebahagiaan karena kamu mau berbicara kepada ibunda," ucap Kadita dengan suara lembut, seperti angin yang berbisik di antara dedaunan. "Ibunda merindukan suaramu, suara yang membawa kehangatan dan keceriaan dalam hidupku."

Nakula menatap ibunya dengan tatapan yang penuh kebingungan, ia merasakan getaran kehangatan yang terpancar dari setiap kata yang diucapkan oleh Kadita.

"I... ibunda aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. Segalanya terasa asing dan seperti ada yang hilang di dalam ingatanku," ucap Nakula, seperti aliran sungai yang mengalir dengan kelembutan.

Bayangan Kegelapan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang