6 - Dalam Kabut Ketakutan

5 0 0
                                    

Dalam keheningan yang melingkupi ruangan, Edwin merasakan sensasi yang tak terlukiskan saat jiwa dan raga dipisahkan. Tubuhnya tiba-tiba terasa ringan, seolah-olah ia terlempar ke dalam alam yang tak dikenal. Namun, di tengah keanehan itu, ia juga merasakan kekuatan yang mengalir melalui tubuhnya, seolah-olah ada energi asing yang memenuhi setiap seratnya.

"Aaah...!" erang Edwin sekali lagi, suara yang terdengar seperti seruan yang terhenti di tenggorokan. Namun, dalam erangan itu, ada kekuatan yang terpancar, kekuatan yang menunjukkan keteguhan dan tekad yang tak tergoyahkan.

Liora menggenggam tangan Edwin erat erat, mencoba memberikan kekuatan. "Aku disini, hiks.. pangeran," Lirih Liora.

Edwin menatap Liora dengan mata yang penuh dengan rasa sakit. Mengeluh dalam tatapan sayunya, suara yang penuh dengan keputusasaan dadanya seperti dihimpit sesuatu yang menyesakkan.

Raja Erlangga dan Ratu Kadita melihat dengan penuh kekhawatiran. Mata mereka terpaku pada putranya, mencoba mencerna sensasi yang ia rasakan. Raja Erlangga tidak bisa mengendalikan dirinya, ia mendekati Edwin dengan langkah hati hati, mencoba menguatkan putranya di tengah rasa sakit yang melanda.

"Putraku, bertahanlah. Kau kuat. Kau bisa melewatinya," ucap Raja Erlangga dengan suara yang terdengar seperti angin yang membawa semangat di tengah badai.

Erangan kesakitan yang begitu lirih dan tertahan terus menggema di ruangan itu, seolah-olah menjadi lantunan yang mengisi keheningan.

"Eugh.. sak-it!" erang Edwin sekali lagi, suara yang terdengar seperti seruan yang tercekat di tenggorokan. Namun, dalam erangan itu, ada kekuatan yang terpancar, kekuatan yang menunjukkan bahwa ia tak akan menyerah.

Ratu Kadita mendekat dan meletakkan tangannya di atas bahu Edwin dengan lembut. "Kau kuat, putraku. Aku percaya padamu, maafkan ibunda nak..." ucap Ratu Kadita dengan suara yang penuh dengan kelembutan, suara yang terdengar seperti alunan musik yang menenangkan jiwa yang gelisah.

Edwin merasakan kehangatan dalam hatinya, seolah-olah ada sinar matahari yang menerangi jalannya di dalam kegelapan.

Sensasi yang tak terlukiskan itu membuatnya semakin yakin bahwa ia harus melalui proses ini untuk membuktikan kebenarannya.

Erangan kesakitan terus menghiasi ruangan, seolah-olah menjadi nyanyian yang melengkapi proses yang sulit. Ia melihat kekhawatiran yang terpancar dari mata mereka.

Dalam kegelapan yang melingkupi ruangan, erangan itu perlahan lahan mereda. Meskipun rasa sakit masih melanda tubuhnya, Sang pangeran menatap lama sebelum matanya yang perlahan tertutup, ia pasti akan merindukan dunianya, ia akan merindukan kehangatan keluarganya meski begitu, dirinya harus yakin jika setelah terbangun kembali nanti, kebenaran akan segera terungkap.

Erangan itu menjadi kenangan yang terukir dalam ingatan, sebagai simbol dari perjuangannya yang tak tergoyahkan. Dalam perjalanan yang akan datang, ia siap memulai petualangan baru yang akan membawa kebenaran dan keadilan kembali ke dalam hidupnya.

Edwin merasakan sensasi yang tak terlukiskan saat jiwa dan raga dipisahkan. Tubuhnya tiba-tiba terasa ringan, seolah olah ia terlempar ke dalam alam yang tak dikenal.

Saat jiwa Edwin terpisah dari raga, ia merasakan dorongan yang kuat di dalam dirinya. Ia merasakan getaran yang melintas di tubuhnya, seolah-olah ada aliran listrik yang melintas di sepanjang saraf-sarafnya. Sensasi itu membuatnya terdiam, seolah-olah tak mampu mengeluarkan suara.

Bayangan Kegelapan Where stories live. Discover now