14 - Whispers Of Shadows: Dalam Jejak Kegelapan

3 1 0
                                    

Ia mulai merasakan kehangatan dan kehidupan yang mengalir kembali ke dalam dirinya. Erlangga dan Kadita bernafas lega setelah berhasil menyelesaikan ritual tersebut.

Mereka segera menunggu dengan penuh harap agar Raka sadar. Namun, kenyataan pahit menimpa mereka saat Raka akhirnya membuka matanya, sang pangeran, yang kini menghuni tubuh Raka.

"Selamat datang putraku, bagaimana kabarmu?" Sapa Kadita untuk pertama kali. Mereka menunggu jawaban ceria dan penuh binar bahagia seperti yang dibayangkan. Namun kini tampak berbeda, pangeran mereka hanya menatap dengan polos dan bingung.

Ia hanya menatap mereka bergantian seolah tidak mengenali Erlangga dan Kadita, dan hanya terdiam tanpa kata, merasakan sensasi yang aneh dan tak terduga yang terjadi pada tubuhnya. Terasa asing yang ia rasakan.

Erlangga dan Kadita saling pandang, merasakan kebingungan dan kekhawatiran. "Dapatkah kamu mendengarku, pangeran?" tanya Erlangga yang melembutkan suaranya, berharap untuk bisa menembus ke dalam hati dan pikiran putranya. Namun, putranya hanya menatap hampa, mencoba memahami apa yang sedang terjadi padanya.

Ia merasakan kehadiran Erlangga dan Kadita, tetapi kenangan kenangan mereka masih tersembunyi di dalam alam bawah sadarnya dan seperti tertinggal. Dengan lembut, Erlangga dan Kadita mendekati putranya dan duduk di dekatnya.

Mereka memilih kata kata dengan hati hati, memancarkan kehangatan dan kasih sayang melalui setiap kalimat yang mereka ucapkan. "Putraku, apa kamu tidak mengenaliku? Aku adalah ayahandamu. Kadita adalah ibundamu. Kita adalah keluarga," ucap Erlangga dengan penuh kasih sayang, berharap bahwa kata-katanya dapat membangkitkan kenangan yang terkubur dalam ingatan putranya.

Erlangga telah mengetahui tentang resiko resiko atas keputusan yang diambilnya, Erlangga sangat merasa bersalah dan khawatir karena mata itu tidak menunjukkan binar cerianya yang selalu menghangatkan dingin dan kegelapan dalam hatinya. Namun, hening masih menyelimuti ruangan. Ia tetap terdiam, mencoba memahami perasaan yang begitu rumit.

"A-apa yang terjadi pada putraku? Hiks ...kenapa dia tidak langsung memelukku? Apakah dia tidak merindukan ibundanya ini?" Tanya kadita dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Setelah mendapat jawaban dari suaminya, sesuatu melukai perasaannya. Erlangga dan Kadita merasa terpukul melihat putranya yang enggan mendengarkan dan menjawab apapun. Namun, mereka tidak langsung putus asa.

"Hei, pangeran. Aku tahu ini mungkin sulit untuk dipercaya, tapi aku adalah ayahandamu," ucap Erlangga dengan suara lembut. "Kita memiliki ikatan darah yang tak terputuskan. Aku selalu ada untukmu, meskipun mungkin saat ini kamu tidak mengenaliku."

Kadita menambahkan, "Dan aku adalah ibundamu. Aku telah merawatmu sejak kamu masih bayi. Aku mencintaimu dengan segenap hati, meskipun mungkin kamu tidak mengingat, tetapi cinta kita tidak pernah berubah."

Erlangga menatap mata putranya dengan penuh harap, "Pangeran, kita adalah keluarga. Kita telah melewati begitu banyak hal bersama. Aku tahu ini mungkin sulit untuk dipahami dalam situasi ini, tetapi aku akan selalu ada untukmu."

Kadita menambahkan dengan lembut, "Kamu memiliki kekuatan di dalam dirimu, putraku. Kekuatan untuk menghadapi tantangan dan mengatasi rintangan. Bersama-sama, kita bisa melewati ini."

Ia masih terdiam, namun ada kilatan kebingungan dan keraguan yang terlihat di matanya. Dalam keheningan, Kadita memeluk putranya dengan penuh kasih sayang. Mereka bersama sama memancarkan energi positif dan harapan, mengirimkan pesan cinta yang dalam kepada sang pangeran, berharap bisa menyentuh hati kecilnya.

Sang pangeran terus menatap ke depan dengan tatapan hampa, seolah berusaha mengingat sesuatu yang hilang di dalam ingatannya. Erlangga mendekat dan segera mengusap lembut wajah putranya, berusaha untuk menarik perhatiannya.

Bayangan Kegelapan Where stories live. Discover now