48 | Forty Eight

8.7K 824 79
                                    

      "Makan yang banyak, Oliver. Nanti Mama akan tanya ke Jeneva."

      Oliver menatap malas Dian yang duduk di sebelah kasurnya. Hari ini kamar rawatnya cukup ramai. Ada Charis, Dian, Blair, dan tentu saja istrinya, Jeneva. 

      "Iya, Mama. Nggak usah khawatir, nanti siang aku sudah boleh pulang sama dokter," balas Oliver. 

      "Apa tidak lebih baik satu malam lagi, Ver?" tanya Charis dan Oliver yang merasa aneh ayahnya tiba-tiba perhatian meliriknya.

      "Aku tetap pulang hari ini, Pa. It's okay."

      "Ya sudah. Ayo, Di, jadi pulang sekarang atau tidak?" Charis menatap Dian dan istrinya itu mengangguk.

     "Nanti Mama mampir ke rumah kamu aja, ya," kata Dian selagi memeluk Oliver.

     "Son," ucap Charis dan Oliver membalas, "Thank you, Pa. Hati-hati."

     "Aku antar Papa sama Mama dulu," Jeneva berkata kepada Oliver dan pria itu mengiyakan.

     Jeneva dan Blair mengantar Charis dan Dian untuk keluar dari ruangan. Dian memeluk Jeneva untuk berpamitan diikuti Charis. "Thank you, Pa, Ma," ujar Jeneva.

     "Sama-sama, Sayang. Mama yang bilang terima kasih." Dian tersenyum. "Untuk Blair terima kasih juga ya, Nak."

     Blair mengangguk sopan kepada Dian dan Charis. "Sama-sama, Tante, Om."

     Saat Dian mulai berjalan, Charis justru sekali lagi memeluk Jeneva sehingga wanita itu terkejut. "Terima kasih, Jeneva. Papa sangat berterima kasih."

     Dengan kaku Jeneva mengelus punggung Charis. "Terima kasih untuk apa, Pa?"

     "Papa berterima kasih karena kamu menjaga Oliver."

     Jeneva tersenyum. "Sudah seharusnya, Pa."

     Charis melerai pelukan dan mengangguk-angguk. Jeneva bisa menyadari kedua mata Charis yang berair. Pria yang sudah terlihat tua itu tersenyum kepada Jeneva dan Blair sebelum berjalan meninggalkan mereka.

     "Bee, thanks udah nemenin gue dua hari di rumah sakit, ya," ucap Jeneva dan Blair sedang melongo.

     "Bokapnya aja ganteng banget," bisik Blair tidak menghiraukan ucapan Jeneva yang sekarang tertawa.

     "Hush! Mertua gue jangan diembat juga."

     "Ciah, sekarang udah jadi proud wife keluarga Asvathama, ya? Dipelet apa, sih, lo sama Oliver?"

     Jeneva tergelak lagi. "Nggak ngerti juga. But it's very easy to love him."

     "Jadi sekarang lo udah sayang sama dia?"

     Tidak ada jawaban dari Jeneva untuk jeda yang cukup panjang. 

     "Semalam gue bisa melukis lagi...." kata Jeneva akhirnya.

     Blair Radhyasoewarno tercenung beberapa saat. "Serius?"

     "Serius, Blair. I don't know, it just happened. Rasanya kayak gue semangat lagi dan gue punya alasan lagi untuk melukis."

     "He's your muse, Jen. Itu alasannya."

     "Tapi kalau dia muse gue berarti gue sayang sama dia, Bee."

      Blair menghela napas panjang."Don't deny it, Jen. Semakin lo tepis, semakin lo kesiksa. Kalau lo sayang sama dia, akuin aja."

     "Bukan itu. Gue cuma takut dia benci gue," jawab Jeneva pelan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 11 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Ride Off Into Your Sunset | The Golden Shelf #2Where stories live. Discover now