19 | Nineteen

7.3K 1K 40
                                    

         "Kalian udah ketemu?"

          Suara Maya Andrian terdengar penasaran di ujung sambungan telepon. Oliver yang masih duduk di sofa ruangan kantornya tersenyum kecil dan menjawab, "Belum, Tante. Chat aku belum dijawab, lagi sibuk mungkin."

          "Ck, Jeneva ini. Sibuk apa? Orang dia tinggal duduk di belakang counter doang. Masih sibukan juga kamu," ucap Maya dengan kesal. "Nanti Tante suruh dia bales kamu, deh."

          "No, Tante, jangan," balas Oliver cepat. "Nanti dia justru marah."

          "Tapi kamu tetep on board kan, Ver?" cecar Maya.

           Oliver tidak langsung menjawab. Tatapan pria itu menembus dinding kaca ruangannya. Sejenak ia hanya diam memandangi kemerlip lampu dari gedung-gedung pencakar langit di Jakarta sambil memutar gelas berisi scotch di tangan kirinya. 

           Kemarin, Dian tidak berbohong ketika berkata bahwa ia tidak menjebak Oliver dalam blind date dadakan. Dian justru melakukan hal yang lebih memusingkan. Ia mengundang Maya Andrian bertemu dengan Oliver untuk membicarakan sebuah rencana yang ternyata sudah dirancang oleh kedua wanita itu sejak hampir sebulan lalu. Tentu saja Oliver langsung menolak mati-matian. Namun, setelah kemarin Maya menceritakan alasan dari rencananya, Oliver akhirnya berjanji kepada Maya kalau ia akan mencoba dan berusaha untuk membuat Jeneva 'mau'

           Pria itu tahu janjinya adalah sebuah kebodohan. Terakhir kali ia bertemu Jeneva, wanita itu kembali membuangnya dan menatapnya seakan ia adalah penjahat besar yang mengancam kehidupan di dunia. Lalu bagaimana caranya ia bisa berbicara dengan Jeneva, jika untuk sekadar melihatnya saja Jeneva tidak mau?

          "I am on board. Tante nggak perlu khawatir," jawab Oliver akhirnya.

          Oliver tidak lagi peduli dengan isi kepalanya yang carut marut. Ia menghela napas sebelum berkata lagi, "Aku cuma butuh waktu karena Jeneva nggak akan setuju, Tante. She's playing hard on me and she doesn't like me at all. Jadi kalau aku kasih tahu hari ini, Jeneva belum siap--it's too fast. Pasti dia ngamuk duluan."

         Maya tertawa kecil mendengar kalimat terakhir Oliver. "See, you get her already."

         Oliver tersenyum. "I'm just being understanding."

         "Maaf, ya, Oliver. Selama ini Tante salah doktrin Jeneva. Tante kira yang nolongin Jeneva di supermarket itu Ganesh sampai kemarin siang kita ketemu dan kamu cerita yang sebenernya terjadi."

         "Nggak masalah, Tante. Jeneva juga udah tahu. I told her before."

         "Then, good. Kamu jadi ke rumah Tante nanti malam kan?"

         Oliver memejamkan matanya. Kemarin siang entah mengapa bibirnya yang bodoh itu bekerja lebih cepat daripada kepalanya. Selain menyetujui permintaan Dian dan Maya, ia juga menuruti undangan makan malam Maya. Sesuatu di dalam dirinya merasa bahagia dengan semua ide gila ini dan Oliver tahu hal itu sama sekali tidak masuk akal. Tidak ketika Jeneva kembali membuangnya.

        Tangan pria itu memijat pelipisnya saat bertanya, "Jeneva udah tahu, Tante?"

         "She will be fine." Maya menjawab lalu menghela napasnya. "Tante harap dia bisa cepet terima kamu. Tante masih ingat waktu nggak sengaja lihat kalian berdua di Gunawarman. Kamu biarin Jeneva take time di suite kamu dan gantiin Jeneva untuk kasih undangan soft opening ke mama kamu waktu Jeneva dapet panic attack. You treat her so nice, Ver. Tante harap Jeneva bisa lihat itu."

Ride Off Into Your Sunset | The Golden Shelf #2Where stories live. Discover now