Twelve

626 85 24
                                    

"Kamu suka bengong akhir-akhir ini. Ada masalah apa?" tanya Rendra yang kini tengah makan bersama Kavita di warung soto ayam yang terletak tak jauh dari kantor. Kegiatan mengaduk-aduk makanan yang sedang dilakukan Kavita pun langsung terhenti. Perempuan itu menoleh ke samping, ke arah Rendra yang tengah menatapnya dengan lembut.

"Emang iya aku sering bengong?" timpal Kavita yang dibalas dengan anggukan Rendra beberapa detik kemudian. "Kamu kelihatan lagi mikirin sesuatu yang berat. Aku siap kok jadi pendengar kamu."

Kavita menunduk sesaat untuk menyembunyikan seringai mirisnya. Rendra? Mendengarkan masalahnya? Yang ada, pria itu pasti akan berlari cepat menjauhinya setelah tahu permasalahan apa yang sedang ia hadapi. Lebih tepatnya, siapa yang menjadi pemeran utama dalam membuatnya sama sekali tak tenang beberapa lama ini.

Kavita menghela napas pelan sebelum kembali mendongak dan memberikan senyum menenangkan kepada Rendra. "Aku cuma lagi mikirin Bapak kok, Mas. Aku lagi mikirin tempat tinggal buat kita kalo Bapak udah pensiun. Ini aku lagi ngumpulin duit buat DP rumah. Doain ya, Mas, biar sebentar lagi aku bisa hidup dengan Bapak di rumah sendiri, nggak numpang lagi."

Rendra tersenyum lembut sembari mengusap kepala Kavita dengan sayang. "Kalo kamu ngerasa kesulitan, gimana kalo....kita nabung berdua? Aku sama sekali nggak keberatan kalo nanti kita tinggal dengan Bapak kamu."

Kedua mata Kavita langsung melebar dengan perasaan tak menentu yang kini tengah menerjang dadanya. Mengerti dengan bahasa tubuh Kavita, Rendra pun kembali tersenyum. "Maaf kalo kesannya aku terlalu buru-buru. Tapi, aku hanya nggak ingin sampai kelepasan lagi."

"Kamu pasti sadar kan, kalo dulu aku sudah punya perasaan lebih ke kamu? Dan saat kita ketemu lagi, perasaan itu ternyata masih ada, Kav. Terus, karena kita sudah bukan anak-anak lagi, aku pengen kita bisa langsung masuk ke dalam hubungan yang serius. Apa...kamu keberatan dengan itu?"

Rendra belum menemukan tanda-tanda Kavita akan memberikan tanggapan. Ia dapat melihat kalau perempuan di sampingnya benar-benar seperti sedang tersambar petir. Rendra dengan perlahan menggenggam tangan Kavita. "Aku nggak akan memaksamu untuk cepat menjawab, Kav. I can give you time."

Bagaimana bisa ia berpikir di saat kini pikirannya sedang dibanjiri rasa takut? Kavita takut kalau sampai ia menyambut ajakan Rendra, pria itu malah diterjang oleh Zane.

Tidakpapa kalau hanya dia yang diperlakukan seperti itu. Asalkan tidak ada orang-orang terdekatnya yang dilibatkan dan ikut terseret ombak besar bernama Zane Ocean.

Bagaimana ini?

"Ok, Mas. Aku akan memikirkannya." Rendra mengangguk puas saat mendapatkan jawaban seperti itu dari pujaan hatinya. "Bagus. Sekarang, habisin sotomu."

Kavita mengangguk mengiyakan lalu memasukan beberapa sendok nasi ke dalam mulutnya sebelum bertanya, "Ah by the way, Mas, apa besok Sabtu kamu ada rencana?"

Rendra tampak berpikir sejenak sebelum menggelengkan kepalanya. "Nggak ada. Kenapa? Mau ngajak kencan ya?" Kavita terkekeh pelan. "Yah, sebenarnya agak mirip sih. Aku mau minta tolong kamu buat nemenin aku datang ke acara pertunangannya Pak Zane."

Kavita dapat menemukan keterkejutan yang kental di wajah pria di sampingnya. "Pertunangannya Pak Zane?! Kamu diundang?"

"Semua karyawan divisi sekretariat lebih tepatnya." Rendra benar-benar dibuat terkejut dengan berita yang baru saja didapatnya dari Kavita. "Wow, divisi kalian menang banyak nih."

Kavita terkekeh geli. "Memang menang banyak tapi kerjaannya juga banyaknya minta ampun. Jadi? Bisa kan nemenin aku besok Sabtu?"

"Bisa dong."

Something UnfinishedWhere stories live. Discover now