Thirty One

530 68 5
                                    

"Kau pasti sudah bisa menebak kenapa aku menemuimu." ujar Zarina kepada Zane yang duduk di hadapannya. Zane sama sekali tidak mengubah ekspresi datarnya saat menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Apa kau sudah memberi tahu Marvin?"

Zane dapat menangkap seberkas senyum miris nan samar di wajah Zarina sebelum perempuan itu menggelengkan kepalanya. "Dia adalah orang terakhir yang ingin kuberitahu mengenai ini. Aku sudah menyakitinya terlalu dalam karena ambisiku. Aku hanya tidak ingin membuat hidupnya sulit karena keadaan yang menimpaku sekarang."

Zane menunduk untuk meraih cangkir di meja depan dan menyesap perlahan isinya sebelum berkata, "Kau pernah bilang bukan, kalau orang yang jatuh cinta, sisi rasionalnya akan tertutup. Begitu pula dengan Marvin. Dia tidak mungkin rela menekan harga dirinya saat bertemu denganku kalau bukan karena cintanya kepadamu."

"Situasi seperti ini, aku yakin sama sekali bukan masalah untuknya."

Kening Zarina mengerut samar. "Ada apa denganmu? Kemana perginya sisi jahatmu yang biasa?"

Zane menyeringai samar. "Aku hanya ingin menawarimu pilihan mengenai hubungan kita. Kita bisa berpisah baik-baik dengan kau yang tentu saja akan pergi bersama Marvin dan membangun keluarga kecil kalian. Atau kau tetap memilihku tapi dengan risiko aku tidak akan pernah menganggap anak yang kau kandung sekarang. Dan terakhir, maybe kau bisa merelakan janin itu." Kedua tangan Zarina tanpa sadar mengepal kuat setelah mendengar kalimat terakhir dari Zane.

Merelakan janin yang sedang ada di dalam perutnya.

Zarina menghembuskan napasnya lelah. Sama seperti Zane, Zarina adalah seseorang yang sangat ambisius dalam meraih kesuksesan. Ia tidak akan segan melakukan apapun dan menyingkirkan segalanya demi mendapat apa yang ia mau.

Tapi sekarang, yang harus ia singkirkan adalah makhluk hidup yang begitu mungil yang kini sedang berkembang di dalam tubuhnya. Makhluk mungil yang meski karena kehadirannya benar-benar menjadi penghancur segala hal yang telah dan akan diraih oleh Zarina, namun tercipta karena cinta - cinta Marvin dan cintanya.

Kali ini, sepertinya sulit.

Zarina menyugar rambutnya sebelum berkata, "Kalau aku tetap mau melanjutkan pernikahan dan mempertahankan anak ini, apa kau berjanji kau tidak akan menyentuhnya?"

"Aku sudah bilang kan, kalau aku bahkan tidak akan menganggapnya. Itu berarti, hanya kau yang akan bertanggung jawab dengan anak itu. Aku tidak akan peduli."

"Dan bagaimana kalau aku memilih untuk tidak melanjutkan pernikahan kita? Bagaimana denganmu? Apa kau berniat untuk menikah dengan Kavita?"

Sebelah alis Zane terangkat. "Itu urusanku, Zarina. Dan kau sama sekali tidak perlu memperdulikannya."

Zarina menundukan kepalanya untuk menyembunyikan seringainya. Tentu saja ini akan menjadi urusannya. Karena ia sama sekali tidak rela apabila hanya dirinya saja yang hancur dan tak bisa meraih apa yang ia inginkan. Zane juga harus ikut hancur. Ia tidak akan pernah rela, orang yang berhasil memporak porandakan kehidupannya, bisa hidup dengan enak dan mendapatkan segala hal yang pria itu inginkan.

Zarina akan memastikan menggeret Zane dengan benar untuk terjun bersamanya ke jurang.

=====

"Kenapa aku merasa akhir-akhir ini Kakak semakin banyak melimpahkan pekerjaan kepadaku?" tanya Ziyan kepada sang kakak dengan pandangan menelisik. Pria yang sedang duduk di meja kebesarannya itu pun, mengalihkan pandangannya dari layar komputer dan menatap sang adik. "Kenapa? Bukankah kamu pernah bilang kalau kamu akan membantuku?"

"Pekerjaan yang aku limpahkan kedapamu bahkan belum ada seperempat dari pekerjaanku." ucapan Zane membuat kedua mata Ziyan melebar. "Belum ada seperempat?! Bagaimana caranya Kakak bisa selamat dari ini semua? Apa Kakak tidak stress?"

Something UnfinishedOù les histoires vivent. Découvrez maintenant