Three

956 93 4
                                    

Hingar bingar suara obrolan manusia yang berpadu dengan alunan musik klasik terdengar memenuhi lounge VIP hotel yang malam ini khusus disewa untuk menyelenggarakan pertemuan para pebisnis kelas atas. Ada beberapa yang bergerombol, ada pula yang memutuskan untuk berbincang secara empat mata mengenai kemungkinan menjalin kerja sama antar dua perusahaan besar.

Obrolan-obrolan bisnis yang terkadang disusupi canda menjadi dengung tak mengenakan di telinga Zane Ocean. Ia pun berdecak dalam hati karena meski membenci hal-hal seperti ini setengah mati, ia tidak bisa menghindar dari ini semua. Sebab, apa yang dilakukan Zane sekarang tidak ada bedanya dengan yang lain.

Zane tengah berhadap-hadapan dengan Joshua Tanadi - penerus tahta Kokoh Construction, salah satu perusahaan konstruksi terbesar di Indonesia. Sepemikiran dengan Zane, Joshua pun berencana untuk melakukan rombakan besar-besaran di usaha keluarganya. Mereka sama-sama berpikir bahwa sudah saatnya memberikan sentuhan modern di usaha yang semula dipegang oleh generasi sebelumnya.

"Aku dengar, sebelum mengambil MBA di Harvard, kamu adalah lulusan arsitektur?" tanya Joshua setelah menyesap minumannya. Dengan tubuh yang bersandar pada sofa, Zane berkata, "Ya. Maybe, kalau perusahaan kita menjalin kerja sama, aku bisa memberikan sedikit bantuan dalam menilai proyek-proyekmu. After all, pendidikanmu dari awal sudah difokuskan hanya pada jurusan bisnis saja kan?"

Joshua menganggukan kepalanya setuju. "Well, sepertinya kita harus menjadwalkan pertemuan formal kita." ia lalu mengambil kartu namanya di dalam dompet sebelum kemudian mengangsurkannya kepada Zane. "Biarkan sekretaris kita yang mencocokan jadwal."

Zane bergumam sembari menegakan tubuh dan menerima kartu nama yang diberikan Joshua. "I need a really good business proposal, Josh. Karena aku hanya akan memberikan investasi kepada sesuatu yang menurutku akan menghasilkan return berkali-kali lipat."

Joshua menyeringai kecil sebelum kemudian mengangguk mengerti. "Ah, sepertinya berita mengenai pangeran keluarga Edzard yang menyebar di luaran sana memang benar ya. Menaklukan hati pangeran Zane lebih susah dari pada ayahnya."

"Apakah itu juga berlaku untuk para perempuan?" pertanyaan Joshua mengundang seringai Zane. Tangan pria itu terulur meraih gelasnya lalu menyesap isinya secara perlahan. Masih menggenggam gelas, Zane berkata, "Aku bahkan tidak tahu, apakah ada sisa ruang untuk memikirkan hal-hal tak penting seperti romantisme."

"Wow, sepertinya perempuan-perempuan yang mengantre untukmu akan patah hati kalau mendengar hal ini." pandagan Joshua lalu berubah penasaran. "Kalau seperti itu, apa...kamu tidak berniat menikah?"

"Seandainya suatu hari nanti aku menikah, aku bisa pastikan bahwa itu hanyalah untuk kepentingan bisnis. Untuk mempermudah segalanya dan menambah kekayaanku." pandangan Zane lalu berubah menerawang saat berkata, "Pendamping seorang Zane Ocean haruslah seseorang yang memiliki pengaruh tak kalah besar dariku. "

Ya, ia akan memastikan bahwa wanita yang kelak akan menjadi istrinya adalah seseorang yang berpengaruh.

Bukan hanya sekedar wanita yang bukan siapa-siapa.

=====

Zane tidak sadar bahwa dia sudah tidak pernah pulang ke kediaman Edzard selama enam bulan ini. Berbagai kesibukan yang kian bertambah saat sang ayah mulai melimpahkan beban kerjanya sedikit demi sedikit, membuat Zane memutuskan untuk membeli rumah yang tak terlalu besar yang letaknya tak jauh dari kantor.

Dan setelah sekian lama, akhirnya hari ini ia kembali menginjakan kakinya ke rumah dengan suasana hati yang sedikit kurang mengenakan. Sebab, alasan ia pulang adalah karena kesehatan ayahnya yang menurun.

Begitu mobil yang disupiri oleh Reno berhenti di depan gedung utama kediaman, Zane pun menurunkan dirinya dari mobil. Dengan ekspresi datarnya, Zane melangkah perlahan memasuki rumahnya.

Something UnfinishedМесто, где живут истории. Откройте их для себя