Pesta yang meriah terjadi di sebuah ruangan yang dihiasi dengan cahaya gemerlap dan dekorasi yang menawan. Semuanya berdandan elegan, tertawa dan berbaur dengan semangat. Musik hidup memenuhi ruangan, membangun suasana yang penuh semangat. Meja penuh dengan hidangan lezat dan minuman beraneka ragam, menciptakan pengalaman kuliner yang menggoda selera.

Pesta yang dilakukan oleh keluarga Permana dikediaman Permana pesta itu berlangsung dengan semarak, dihiasi dengan lampu gemerlap dan dekorasi. Suara tawa dan musik memenuhi udara, menciptakan atmosfer yang penuh kegembiraan. Berkumpul dengan pakaian pesta mereka, menikmati hidangan lezat dan minuman yang disajikan dengan apik. Suasana ramah dan akrab menciptakan momen-momen tak terlupakan bagi semua yang hadir.

Pemuda dengan sikap dingin di tengah pesta, wajah tampannya memancarkan ketenangan. Tatapannya yang cuek menambahkan aura misterius pada penampilannya, seolah tidak terpengaruh oleh keramaian di sekitarnya. Ialah Antariksa Samudera Permana.

Pemuda tersebut lebih menyibukkan diri dengan buku tebalnya seolah tidak terpengaruh dengan pesta tersebut.

“Seharusnya lo manfaatkan pesta ini untuk mendapatkan kebebasan,” celetuk Ziko, pemuda dengan kue di kedua tangannya lalu mendudukkan diri di sebelah kursi Samudera.

Ziko memang tidak sedekat itu dengan Samudera, Ziko hanya membutuhkan Samudera saja jika menginginkan uang untuk mentransfernya kepada Arsen.

“Dan berakhir keributan.” balas Samudera datar, tatapannya masih tertuju pada buku dihadapannya.

Ziko memutar bola matanya malas. Ia menyuapkan kue coklat ke dalam mulutnya. “Lo mau ikut gua ke sana?” tanya Ziko, menunjukkan sebuah mini bar dengan dagunya.

Samudera menutup bukunya lalu menatap datar nan dingin ke arah Ziko yang menyandang status adik tirinya. Samudera tau betul arah bicara Ziko. “Melarikan diri kembali bukan jalan yang benar, Arezzo Ziko Bramana.” jawab Samudera beranjak pergi dari sana setelah mendengarkan bunyi lonceng mendadak pesta keluarga besar itu memasuki intinya.

“Jaga dia dengan baik Sam,” ucap Ziko membuat Samudera menghentikan langkahnya.

Ziko tersenyum kecil, ia kembali berkata. “Karena dia berharga bagi orang orang yang tidak mendapatkan kasih sayang.” imbuhnya, Ziko menundukkan kepalanya menatap kue coklat didepannya. Entahlah, beberapa hari ini ia merasa hampa seperti ada yang hilang di dalam hidupnya. Seperti bunga yang baru mekar lalu musnah begitu saja. Rasa senang yang baru mekar di hatinya seakan tercabut secara paksa.

“Gua bukan Arsen! Gua Ziko. Gua engga mau memaksa seseorang yang bukan takdir gua.” gumamnya, memukul kepalanya pelan. “Sadar Ko.” gumamnya kembali, Ziko sama memiliki sifat keras kepala seperti Arsen tapi dia lebih bisa mengendalikan diri dibandingkan Arsen kembarannya.

Sedangkan, Samudera pemuda tersebut kembali memusatkan pikirannya pada gadisnya. Mendengar penuturan Ziko, Samudera tidak marah tetapi ada rasa cemas yang mengintai perasaannya. Rasa khawatir dan takut kembali menyerang perasaannya. Benar kata Ziko, Samudera harus menjaganya. Terutama dari... Arsen dan Ibunya.

“Saya pikir kita perlu transparan tentang pembagian ini. Setuju, kan?” tanya Dero — Adik pertama dari Ibu Samudera, memulai perbincangannya.

“Ini bakal sulit, Areta. Persaingan terus meningkat.” bisik Bram — suami sekaligus ayah dari Ziko dan Arsen. Membisikkan secara pelan kepada Areta yang berada di sampingnya.

Areta menatap tajam ke arah Adiknya. Ia kemudian tersenyum ramah ke arah Ayahnya, “Mengapa tidak memutuskan untuk membagi warisan ini berdasarkan dedikasi dan kontribusi nyata terhadap keluarga.” usul Areta terdengar bijak sekaligus licik secara bersamaan.

Secret Key Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ