D u a P u l u h S e m b i l a n

3.8K 253 4
                                    

Kami sudah sampai lagi di balkon rumahku, tadi kami berkeliling melihat aktivitas dari para mahluk yang pastinya bukan manusia itu. Cukup lama hingga kakiku pegal dan Adamir mengajakku untuk kembali.

Setalah melihat semuanya, bisa aku simpulkan jika mereka hampir sama seperti manusia, juga memiliki aktivitas yang sama. Ada sebuah pasar juga disana, cukup ramai tetapi mata uang yang mereka gunakan berbeda, ada uang berbentuk seperti kristal menyala dan kebanyakan dari mereka melakukan barter.

Aku berada disana cukup lama, yang aku rasa sekarang sudah menjelang pagi disini. Tetapi saat melirik jam dinding di dalam kamarku, ternyata hanya berselisih satu jam saja dari waktu aku pergi tadi.

"Aku rasa sudah sangat lama berada disana, kenapa kita pergi hanya satu jam?" tanyaku pada Adamir yang berada di sampingku.

Kurasa lebih dari lima jam kita berputar-putar, karena itu memang cukup lama.

"Perbedaan ruang dan waktu, terkadang memang seperti itu tetapi kadang bisa berlaku kebalikannya."

Aku mengangguk mengerti, sekarang aku sudah tahu cukup banyak tentang dunia Adamir. Meski berbagai pertanyaan memang tidak ada habisnya.

"Aku masih penasaran, mengapa kebanyakan dari kaummu terlihat memiliki wujud hampir mirip seperti manusia?"

Sedari tadi aku berkeliling bersama Adamir, aku tidak melihat mahluk yang benar-benar menyeramkan. Memang perbedaan paling mencolok dari mereka adalah kulit yang pucat pasi seperti tidak dialiri darah, tetapi selain itu tidak ada yang seram seperti mbak kunti, pocong atau babi ngepet.

Ada beberapa yang sedikit menyeramkan, seperti memiliki guratan merah di leher dan darah di beberapa bagian tubuhnya. Tetapi tidak ada yang benar-benar menyeramkan seperti hantu-hantu yang selalu aku lihat di rumah dan sekolah.

"Daerah tadi berada di bawah naungan sebuah kerajaan, karena itu mahluk dari luar juga tidak sembarangan bisa masuk. Sehingga para penghuninya bisa terkontrol."

Aku jadi teringat jika kadang satu mahluk gaib saja bisa memiliki wilayah teritorial, seperti mahluk yang menguasai sekolahan. Lalu bagaimana dengan sebuah kerajaan? Bukankah wilayah kerajaan memang lebih luas.

"Jadi di luar wilayah kerajaan itu banyak mahluk menyeramkan?"

Adamir mengangguk, "tentu saja, bahkan bisa dibilang lebih ramai dari pada dunia manusia dan juga sama sekali tidak memiliki aturan."

"Ah begitu rupanya, mereka yang jahat wujudnya akan semakin menyeramkan?"

"Ya kamu harus hati-hati dan jangan mudah percaya dengan mereka karena kebanyakan dari mereka jahat."

Aku mengangguk.

"Sepertinya aku akan cukup lama tidak menemuimu, jaga dirimu Alana dan ingat untuk jangan pernah melepaskan kalung itu."

"Kau akan pergi kemana?"

"Ada suatu hal yang harus kuselesaikan, setelah itu selesai aku akan langsung menemuimu."

Mendengar ini entah mengapa aku merasa sedikit sedih, oh ayolah Alana, kenapa kau jadi sedih karena tidak bisa melihat Adamir lagi.

Sadarlah Alana!

"Baiklah, selesaikan urusanmu dan sampai jumpa lagi."

***

"Kamu habis bicara sama siapa Alana?"

Aku baru saja masuk, setelah berbicara dengan Adamir di balkon tetapi sudah disambut oleh pertanyaan itu dari ayah.

Entah sudah berapa lama ayah berdiri di ambang pintu, tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah ayah bisa melihat Adamir.

"Jawab, Alana! Siapa lelaki itu?"

"Ayah bisa ngeliat dia?"

"Gimana enggak lihat, jelas-jelas tadi dia sama kamu diluar ... dimana dia sekarang?"

Ayah beranjak membuka pintu untuk menunju balkon, mengedarkan pandangannya. Percuma ayah mencari, karena Adamir sudah menghilang.

"Dimana dia?"

"Tidak ada, dia bukan manusia Ayah."

"Apa maksud kamu?"

Ayah bukan penakut seperti bunda, mungkin jika aku menceritakannya pada ayah, paling tidak selain Aleandra, ada lagi orang yang mengetahui keadaanku.

Tetapi apakah tidak apa-apa? Apakah Adamir tidak akan marah jika aku menceritakan tentang dirinya.

"Alana?" tanya ayah, yang membuatku tertarik dari lamunan.

"Dia seorang iblis yang mengatakan jika aku sudah terikat benang merah dengannya. Dia bilang aku tidak akan bisa terlepas darinya."

Kulihat ada sedikit keterkejutan di wajah ayah, tetapi itu hanya sedikit. Awalnya kupikir ayah akan langsung tidak percaya, karena bagaimanapun ini adalah hal diluar nalar yang jika aku tidak melakukannya sendiri saja tidak akan mungkin percaya.

"Alana kita memang harus kembali ke Malang, kita tidak bisa disini lagi."

"Ayah percaya?"

Ayah mengangguk, "ayah paling mengerti kamu Alana, ayah tahu kapan saat kamu serius dan tidak. Lagi pula kejadian dulu saat kamu kecil membuat ayah sadar tentang ikatan itu." Ayah menghela nafas pelan sebelum melanjutkan kalimatnya. "Jadi sekarang lebih baik kita pindah lagi ke Malang."

"Enggak Ayah, Alana kan dulu udah pernah bilang kalau pindah justru akan bahaya. Alana sudah terikat, tidak ada cara lagi untuk memutus ikatan ini."

"Alana dia adalah iblis," ujar ayah parau.

"Alana tahu, tapi dia enggak jahat. Beberapa kali dia menolong Alana dari kematian dan itu berhasil membuat Alana percaya padanya."

Adamir pernah kali menolongku dari kematian, dia juga membantu memagari kamar ini, agar tidak ada hantu yang berada disini.

Adamir tidak memiliki wajah yang menyeramkan seperti bentuk iblis yang selama ini kubayangkan, dunianya juga seperti berbeda dengan dunia hantu yang selama ini kutahu.

Entah bagaimana aku sudah mulai percaya pada Adamir, semoga saja kepercayaanku ini tidaklah salah.

Kuharap Adamir tidak mengelabuhiku selama ini.

════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════

Don't forget to click the vote button!

════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════

Haii, selanjutnya aku up lagi kalo votenya udah mencapai 50biji ya, JADI JANGAN LUPA KLIK VOTE-NYA. Hehe...

Jika ada pertanyaan tuliskan saja di kolom komentar, terima kasih sudah mampir di cerita ini silahkan tunggu episode selanjutnya ^_^

And, see you.

Pengantin IblisWhere stories live. Discover now