D u a P u l u h

4.2K 266 1
                                    

"Gue udah nemu rumah sakitnya, nanti pulang sekolah kita kesana."

Pagi ini aku baru saja tiba di sekolah, Aleandra entah kebetulan atau apa juga baru saja memarkirkan motornya sehingga sekarang kami berjalan beriringan menuju ke kelas. Entah bagaimana cara dia menemukan rumah sakitnya, aku juga tidak tahu, yang penting sih sudah ketemu saja.

"Nama dokternya?"

Ale menggeleng, "Nggak dapet, lo kemarin waktu liat adegannya, enggak baca name tag dokternya gitu?"

"Gue nggak perhatiin," jawabku jujur.

Kemarin itu gamabaran yang diberikan terlalu sadis, aku lebih tidak ingin melihatnya sehingga tidak terlintas sama sekali untuk membaca name tag sang dokter.

"Oh iya rumah sakit mana btw?" lanjutku bertanya.

"Rumah Sakit Indah."

Itu adalah rumah sakit tempat bunda bekerja, bunda dipindah tugaskan ke rumah sakit itu, karena Rumah Sakit Indah memiliki cabang di Malang, sedangkan pusatnya ya berada disini. Jarak tempuhnya dari sekolah lumayan jauh, sekitar satu jam lebih sedikit.

"Kebetulan bunda gue disana."

"Bagus, kita bisa nanya sama bunda lo nama wajah dokter yang di gambar."

Rumah sakit itu luas dan memiliki puluhan dokter atau mungkin ada seratus lebih. Bunda juga belum terlalu lama pindah kesana, baru satu bulan saja. Tapi aku tetap berharap bisa mendapatkan jawaban memuaskan dari bunda.

***

Aku telah tiba di rumah sakit, tadi aku sempat menanyakan jam kerja juga pada bunda melalui pesan, bunda mengatakan harus menunggu saja di ruangannya. Sudah hampir lima belas menit, aku dan Aleandra menunggu di ruangan bunda, tetapi bunda tidak kunjung datang. Di ruangan ini ada satu anak kecil yang cukup menyita perhatianku, ia berdiri di samping kursi dokter dan terus menatap lurus ke arah pintu.

Aku melirik ke arah Ale, aku melihat ia juga tengah memperhatikan hal yang sama denganku. Tetapi yang aneh adalah anak kecil itu juga mengalihkan pandangannya saat Ale menatapnya, jadi mereka bertukar pandang, berbeda saat aku menatapnya karena ia nampak acuh.

"Ada masalah apa dengan anak itu?"

Ale tidak menjawabku meski aku yakin seratus persen jika dia mendengar pertanyaanku dengan jelas, pandangan mereka masih saling beradu, seakan tengah bertukar kalimat lewat mata itu. Dia adalah seorang anak lelaki dengan penampilan yang cukup rapi, kulitnya putih bersih dan juga tidak ada luka yang ada di tubuhnya.

Anak itu tiba-tiba menghilang, Ale menghela nafasnya pelan saat anak itu sudah tidak ada.

"Dia hanya meninggal dalam ketidak adilan lalu tersesat," jelasnya pelan.

"Apakah dia bisa dibantu?"

"Tentu saja, dengan mendoakannya dan memberinya energi positif, kuharap ia bisa menemukan jalan kembali secepatnya."

Anak kecil sepertinya tentu masihlah polos, meski mati dalam ketidakadilan tetapi tentu tidak akan tersimpan dendam yang begitu besar di hatinya.

Ceklek,

Pintu terbuka menampilkan sosok bunda yang masih dengan jas dokter dan sebuah stetoskop di saku jasnya, bunda pasti baru saja memeriksa kamar pasien. Aku melihat raut kebingungan di wajah bunda, mungkin dia sedikit merasa aneh tiba-tiba aku datang ke sini. Pasalnya aku tidak pernah mendatangi, bahkan dulu saat di Malang aku juga sama sekali tidak pernah datang ke rumah sakit mendatangi Bunda, Ya karena memang tidak ada kepentingan saja.

"Sebenarnya ada apa, Alana?" Tanya Bunda dengan raut wajah penasaran. Bunda sempat menatapku dan Ale secara bergantian.

Aku menyodorkan gambar dokter yang kemarin aku buat kepada bunda, "Bunda kenal sama dokter ini nggak? Dia kerja di rumah sakit ini."

"Bunda nggak tahu tapi untuk apa kalian mencari seorang dokter?"

Aku dan Ale saling tatap, aku tahu betul bagaimana watak bunda yang sangar parno dengan yang namanya mahluk halus, bukan seseorang yang skeptis karena bukti mereka ada sudah bunda ketahui saat dahulu aku akan dijadikan tumbal, tetapi bunda itu penakut jadi untuk menjelaskan semuanya akan sedikit sulit.

"Jadi begini Tante, kan bertemu dengan sosok mahluk halus yang memiliki hubungan buruk dengan dokter tersebut, ia adalah seorang yang jahat, kami ingin menemukannya." jelas Ale.

Tentu saja bunda terlihat terkejut mendengarkan hal itu, mungkin itu terdengar tidak masuk akal tetapi semoga saja bunda percaya.

"Jika ada orang jahat, lapor polisi bukannya mencari tahu sendiri, itu berbaya!"

"Masalahnya kita nggak ada bukti Bun, kita kesini cuma mau selidiki aja, kalau cukup bukti barulah nanti lapor polisi." ucapku.

"Tapi, apakah hal ini menjadi urusan kalian?"

"Tentu saja Bun."

"Dokter itu jahat, jika tidak dihentikan bukan tidak mungkin akan ada korban selanjutnya, bukankah akan menyeramkan jika ada seseorang dokter yang jahat disini." lanjut Ale.

Terkandang manusia itu lebih menakutkan daripada iblis, ah bukan terkadang tetapi memang itu kenyataannya. Mereka menginginkan semua nafsunya tidak peduli cara apapun akan dilakukan. Membunuh saudara sendiri hanya karena menganggapnya sebagai seseorang penganggu.

"Memangnya kejahatan apa yang dia lakukan?"

"Dia...." kalimatku menggantung, aku sedikit ragu mengatakannya, tetapi harus tetap mengatakannya. "Dia memperkosa pasien yang tengah mengandung sampai meninggal."

"Apa? Bagaimana bisa ada dokter yang tidak mematuhi etika seperti ini."

"Makanya Bun, nggak bisa dibiarin gitu aja."

Bunda mengangguk, "Bunda bakal bantu cari tahu tentang siapa dokter ini."

Aku yakin, tidak akan terlalu sulit mencari identitas seorang dokter, karena bunda juga bekerja di rumah sakit ini. Aku hanya berharap segera mendapatkan jawaban yang memuaskan dari Bunda.

════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════

Dont forget to click the vote button!

════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════

Jika ada pertanyaan tuliskan saja di kolom komentar, terima kasih sudah mampir di cerita ini silahkan tunggu episode selanjutnya ^_^

And, see you.

Pengantin IblisWhere stories live. Discover now