Bab 7

2.8K 251 4
                                    

Happy reading, semoga suka.

Yang mau baca duluan, bisa ke Karyakarsa ya, bab 28-29 sudah update.

Yang mau baca duluan, bisa ke Karyakarsa ya, bab 28-29 sudah update

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Luv,

Carmen

_______________________________________________________________________

Aku kembali ke kampus sebelum kelas berikutnya dimulai. Dan karena masih memiliki waktu, aku memutuskan untuk pergi ke perpustakaan. Aku memilih salah satu buku karangan Jane Austen. Dia adalah pengarang kesukaanku, juga ibuku. Aku masih ingat ketika aku masih kecil, Beliau sering membacakan buku-buku hasil tulisan Jane Austen padaku.

Aku lalu memilih untuk duduk di bagian belakang perpustakaan di dekat rak buku sejarah. Saat aku bergelung di kursi dan mulai membaca, kenanganku berputar ke masa lalu, bagaimana kedua orangtuaku sering menidurkanku dan dengan lembut, ibuku akan selalu membacakan buku-buku untukku. Aku rindu masa-masa bahagia itu.

Saat aku sedang memimpikan tentang masa-masa yang lebih membahagiakan itu, aku dikejutkan dengan suara berat seorang pria.

"Silly things do cease to be silly if they are done by sensible people in an impudent way."

Aku bergegas bangkit dari kursi sambil menutup bukuku, bertanya-tanya siapa yang sedang mengutip kalimat dalam buku Jane Austen.

"Siapa itu?"

Aku melihat gerakan di balik rak yang memisahkan kami.

"Aku tidak menyangka bahwa kau adalah penggemar Austen," lanjut suara itu lagi.

"Aku juga bisa mengatakan hal yang sama, bahwa kau adalah penggemar beratnya," ucapku sambl mendekati rak buku tersebut. "Maksudku, berapa banyak sih orang yang bisa mengutip tulisan Austen dengan begitu sempurna jika bukan penggemar beratnya?"

Dan saat aku memutari rak buku sejarah itu, berpikir bahwa aku akhirnya akan bisa menangkap pria misterius itu tapi ternyata aku tidak menemukan siapa-siapa di lorong rak itu.

"Ke mana dia?" bisikku lalu aku berbalik dan terkejut saat mendapati Profesor Eckert berdiri di belakangku.

"Mencari aku?" tanya pria itu sambil menyeringai dan aku dengan cepat mengenali suaranya.

"Kau yang tadi mengutip tulisan Austen?" tanyaku.

"Ya. Percaya ata tidak, sebelum aku terlibat dalam dunia hukum, aku juga mendapatkan gelar di bidang literatur Inggris."

Dan sambil berbicara, aku melihat bagaimana mata pria itu bergerak lamban menuruni tubuhku. Aku tidak mungkin salah lagi, pria itu benar-benar sedang mengecekku. Dan aku juga melakukan hal yang sama padanya, menelusuri wajah pria itu, menatap mata hijaunya yang cerdas dan cemerlang dan senyumnya yang sempurna. Bahkan aku membayangkan bibir sensualnya di atas kulit telanjangku. Mataku dengan pelan turun menjelajahi leher pria itu lalu dadanya dan terus turun ke perut hingga mencapai perut bawahnya. Pipiku memanas ketika aku menyadari arah tatapku. Aku kemudian menatap kakinya cepat sebelum fokusku teralih pada tumpukan buku di tangannya.

"Semua itu untuk materi kelas sore ini?" tanyaku padanya.

"Ya, benar."

"Wah, cukup banyak untuk minggu pertama," komentarku sambil menatap matanya.

"I like to take the first time rough," ujar Profesor Eckert sambil menatap ke dalam mataku. "Itu membantuku melihat siapa saja yang tidak serius mengikuti kelasku."

Sementara berbicara, pria itu terus menatap mataku hingga aku merasa salah tingkah dan bersemu malu.

"Tolong pegang ini," ucap pria itu sambil menyodorkan beberapa buku padaku dan aku cepat-cepat memegangnya agar tidak terjatuh.

"Um... aku ada kelas jam 2 ini," ucapku.

"Bantu aku untuk membawa semua ini ke kantorku dan setelahnya, kau boleh pergi. Aku janji."

Lalu pria itu memberi isyarat agar aku berjalan mendahuluinya dan aku bisa merasakan mata pria itu di punggungku. Kulitku terasa membara di sana. Aku menoleh dan melihat bahwa dugaanku benar. Tak bisa dicegah, tubuhku terasa menghangat. Aku berjalan keluar dari perpustakaan dan kembali menyusuri lorong demi lorong.

Tapi aku kemudian sadar bahwa aku bahkan tidak tahu di mana kantornya berada dan menghentikan langkahku begitu saja. Profesor Eckert yang tidak siap langsung menabrakku dari belakang. Buku-buku berhamburan dari lenganku tapi aku tidak jatuh karena tangan pria itu menahan pinggangku. Dia menarikku begitu rapat ke tubuhnya sehingga aku bahkan tidak bisa bergerak. Napasku menjadi lebih cepat saat dia merapatkan tubuh kami dan aku bisa merasakan kekerasan pria itu menekanku. Dan bagian tergilanya... aku bisa merasakan gairahku sendiri bangkit. Aku lalu merasakan kedua tangannya di pinggulku dan aku terkesiap halus saat dia mengeratkan pegangannya.

Aku bersumpah bahwa aku mengerang pelan saat merasakan jari-jari pria itu menyapu gaun sweaterku dan hampir saja aku memintanya untuk membawaku ke suatu tempat, ke mana saja... hanya supaya aku bisa bersamanya.

Tapi bunyi pintu yang tertutup membuat kami berdua terkejut dan pria itu langsung menjauh, tapi satu tangannya masih di lenganku. Aku berbalik dan menoleh untuk menatapnya. Dia juga melakukan hal yang sama, menatap tepat ke dalam mata biruku. Dan jantungku berdebar semakin cepat dan cepat. Kata-kata itu mungkin sudah berada di ujung lidah kami, tapi tak terucapkan. Tapi aku yakin dia mengetahuinya Ketertarikan seksual itu terasa begitu kuat di antara kami. Aku meginginkannya... secara fisik. Tidak peduli jika dia adalah tipe pria yang kubenci, tapi untuk saat ini, kebutuhanku ini hanya sekadar kebutuhan seksual. Seumur hidup, aku belum pernah merasakan sesuatu sehebat itu.

Tapi sebelum salah satu dari kami sempat mengatakan apapun, suara seorang wanita memecah ketegangan di antara kami.

"Dale."

Kami berdua menoleh serentak dan melihat seorang wanita berambut pirang dengan setelan kerja yang formal tetapi seksi berdiri dan sedang tersenyum pada pria itu.

"Good evening, Rosie," sapa Profesor Eckert sambil melonggarkan tenggorokannya.

"Yeah, what a good evening it has been," seringai wanit itu dan aku bertanya-tanya apa maksud ucapan tersebut. Dia lalu melirikku dingin dan kembali melekatkan tatapannya pada Profesor Eckert.

"Alanis, ini adalah Rosie Swift, salah satu paralegal di firma hukum ayahku," ucap pria itu. "Rosie, ini Alanis, salah satu mahasiswiku."

Aku menjulurkan tangan dan kami berjabatan.

"Pleasure," ujar wanita itu basa basi.

"What can I do for you?" tanya pria itu kemudian.

"Well..." wanita itu mendekat pelan lalu meletakkan tangannya di lengan sang profesor dan mengelusnya lambat. "Aku ingin mendiskusikan kasus yang akan disidangkan nanti... kita sudah membicarakannya tadi malam dan pagi ini... tapi... aku ingin mengulasnya lagi... hanya kita berdua, kau tahu, ini bersifat rahasia, antara pengacara dan klien."

Wanita itu menatapku dan aku langsung mengerti. Dan seketika semua rasa frustasi akibat gairah yang tadi bangkit mendesak kini sepenuhnya hilang dan aku tiba-tiba merasa... tolol. Really, Alanis? Kau ingin menjadi salah satu dari barisan wanita-wanita tolol yang melemparkan dirimu ke dalam pelukan pria itu hanya untuk dibuang keesokan harinya?

"Aku... aku permisi dulu. Aku nyaris terlambat untuk Kelas Filsafat."

Scandalous Love with Professor - Skandal Cinta dengan Sang ProfesorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang