Bab 2B

3.6K 262 2
                                    

Happy reading, semoga suka.

Yang mau baca duluan, bisa ke Karyakarsa. Bab 10-11 sudah update, mengandung adegan 21+ ya.

 Bab 10-11 sudah update, mengandung adegan 21+ ya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Luv,

Carmen

____________________________________________________________________________

Prev:

"Duduklah."

...

Mendengar itu, aku langsung bergegas memilih tempat duduk di belakang, agak jauh dari semua orang. Aku lalu melayangkan pandang ke seluruh kelas dan sialnya lagi, tatapan mata kami kembali bertemu.

Mataku kemudian tak mampu lepas dari pria itu. Aku menatapnya kulit kecokelatannya dan berpikir bahwa tidak heran para wanita itu menyamakannya dengan Dewa Yunani. Rambut hitamnya yang sedikit berantakan tampak seperti baru saja disisir dengan jari-jemari lentiknya... atau mungkin dari belaian seorang mahasiswinya. Mata hijaunya itu tampak setajam serigala liar yang dengan buasnya berusaha mencari pasangan kawinnya. Aku pasti begitu khusyuk menelitinya sehingga tidak sadar bahwa pria itu berjalan mendekat dan sedang berbicara padaku. Aku tidak mendengar pertanyaan yang diajukannya dan hanya melongo menatap mulutnya yang masih berbicara padaku. Apa katanya tadi?

"Miss Hope?"

"Ma... maafkan aku... Sir... apa... apa yang tadi Anda katakan?"

Pria itu berdiri terlalu dekat denganku dan mulai mengacaukan denyut nadiku. Aku bisa mencium aromanya yang maskulin, yang terkesan liar, juga segar, campuran dari sabun dan cologne juga sesuatu yang mengaduk perutku. Tanpa sadar aku menghirup aromanya lebih dalam.

"Aku tadi bertanya, menurutmu, apa peran penting pemerintah dalam masyarakat?"

Pria itu kini menunduk dan menatapku. Dan dari jarak sedekat ini, aku baru menyadari bahwa pria itu sangat tinggi. Setidaknya nyaris 190cm sementara tinggi tidak lebih dari 160cm.

"Oh... itu... um..." Aku kembali tergagap.

"Miss Hope, um bukanlah jawaban. Apa itu kata favoritmu?"

Seluruh mahasiswa di dalam ruangan kelas mulai tertawa dan terkikik dan aku mulai merasa kesal.

"Kau ingin mencoba untuk yang ketiga kalinya?" tanya pria itu lagi. Senyum menyebalkannya kembali muncul di wajah pria itu.

"Pemerintah berperan sebagai kunci penting dalam masyarakat, Sir. Bertugas menertibkan dan juga mensejahterakan masyarat, dengan menciptakan dan menegakkan aturan dalam bermasyarakat, ekonomi, memberikan pelayanan publik yang baik, menciptakan hubungan diplomatik dan kerjasama yang baik dengan dunia luar dan mempertahankan kedaulatan wilayah."

"Well, seem like someone read the text book, terima kasih, Miss Hope, atas penjelasannya."

Pria itu lalu tersenyum padaku dan aku tersenyum balik padanya. Lalu dia berbalik dan mulai melemparkan pertanyaan kepada mahasiswa lainnya. Aku kemudian menyadari bahwa pria itu memanggil nama belakangku tapi memanggil mahasiswa yang lain dengan nama depan mereka. Kenapa? Apa ada yang salah denganku? Tapi aku bersyukur aku membaca materi kuliahnya hari ini sehingga aku bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan pria itu dengan baik.

Tanpa aku sadari, jam sudah menunjukkan pukul 6 dan pria itu mulai membubarkan kelas. Dia mengingatan kami untuk membaca bab 3 dan empat dan memberi petunjuk bahwa mungkin aka nada quiz besoknya.

Aku lalu berdiri dan kemudian mulai mengumpulkan buku-bukuku ketika mendengar namaku di panggil.

"Miss Hope."

"Ya, Profesor Eckert?" jawabku.

Tanpa kata, pria itu menunjuk dan memberi instruksi agar aku mendatangi mejanya. Setelah mahasiswa lain keluar dan kelas kosong, aku bergerak mendekat padanya.

"Maafkan aku, Profesor," ucapku cepat saat pria itu berdiri dari balik mejanya.

"Maaf untuk apa?" tanyanya sambil menatap ke dalam mataku.

"Karena terlambat, aku janji aku tidak akan mengulanginya lagi."

"Oh itu." Pria itu lalu tertawa. "Jangan cemaskan itu. Aku juga pernah menjadi mahasiswa dan pernah mengalami hal yang sama. Ada banyak yang harus dilakukan di awal semester, aku mengerti itu. Kali ini, tidak masalah, oke?"

"Jadi... mengapa Anda memanggilku..."

Aku belum sempat menyelesaikan kalimatku ketika pria itu menyodorkan sehelai kertas yang merupakan salinan silabus.

"I thought you might want one of these."

"Terima kasih, Profesor."

Pria itu kembali tersenyum dan senyumnya begitu sempurna sehingga aku terpana sesaat. Lalu aku menyadari tatapan pria itu yang terarah dari atas ke bawah dan tubuhku langsung menegang waspada. Apa yang dia lakukan? Lalu aku menangkap tatapannya yang terarah pada dadaku dan pria itu langsung menoleh seketika. Tapi tubuhku beraksi di bawah tatapan singkat itu dan aku mendapati benakku mulai berkelana... berfantasi... bersama dengan pria itu... di atas mejanya ini...

"Well, aku sebaiknya pergi dulu, Profesor, aku masih harus membaca bab-bab yang kau tugaskan," ucapku terbata.

"Goodnight then, Miss Hope," balasnya sambil menjulurkan tangan.

"Um... Anda bisa memanggilku Alanis, Sir."

Saat menjabat uluran tangannya aku merasakan sentakan listrik statis yang menyengatku. Ya ampun, apakah pria itu merasakannya? Apa yang sebenarnya terjadi padaku?

"Well, senang bertemu denganmu, Alanis. Kuharap kau juga tidak terlalu formal, kau boleh memanggilku dengan Eckert saja. I am looking forward to see you in my class, then."

Saat pria itu melepaskan jabatannya, jari-jarinya tangannya terasa mengelus telapakku dan aku terkejut saat merasakan sentuhan ringan itu. Aku menatap matanya dan tak bisa mengalihkan tatapku kembali. Aku merasa seakan mata pria itu menusuk ke dalam mataku dan aku terperangkap di sana. Aku menurunkan tanganku cepat, mengepalkannya sambil berusaha mengendalikan diriku.

Scandalous Love with Professor - Skandal Cinta dengan Sang ProfesorWhere stories live. Discover now