BAGIAN DUA PULUH LIMA

Start from the beginning
                                    

"Terserah." Ucap sang lelaki pasrah. Memilih memejamkan matanya dari pada menghadapi gadis di sampingnya yang begitu menyebalkan.

***

"Nona?" Tanya Bertta kala ke empat tuannya ini sudah berada di depan pintu dengan pakaian yang penuh akan darah.

Jika orang baru, pasti akan terkejut melihat ini semua. Namun, Bertta sudah lama tinggal di pulau ini bersama ibunya. Jadi, tak mengherankan lagi jika setiap satu tahun dua kali. Empat pemuda ini akan pulang dengan keadaan yang sangat mengerikan.

"Hm, di mana dia?" Tanya Celvin melepas kemeja biru mudahnya tepat di depan para pelayan. Mengusap wajahnya yang sedikit terkena percikan darah, sebelum memberikannya pada Bertta untuk di bakar.

"Sedang membaca buku di taman belakang tuan." Ucap Bertta sedikit menunduk kala Varren dan Devan melakukan hal yang sama seperti Celvin, melepas kemana yang mereka kenakan. Sebelum memberikannya pada Bertta untuk di bakar.

"Aku akan mandi." Kata Cleo berlalu di depan Bertta tanpa melepas pakaiannya. Membuat Bertta bertanya-tanya dalam hati, tumben sekali tuannya itu tak melepas pakaiannya?

"Kenapa dengannya?" Tanya Celvin bingung dengan sikap Cleo yang tak seperti biasanya.

Melirik sekilas sebelum berlalu menaiki tangga untuk membersihkan tubuhnya yang bau amis. "Sepertinya, kita memang tidak bisa lagi melepas pakaian kita depan mereka. Kau tau, seperti Queenby yang tubuhnya hanya bisa di lihat oleh kita. Begitupun kita yang harus melakukan hal yang sama" ucap Devan mengusap surai lepeknya ke belakang.

Mengut-mangut dengan wajah serius. Devan benar, seharusnya mereka tak melepas pakaian mereka depan banyak orang seperti ini.

"Tembem dia bisa berpikir"

Melirik sahabat masa kecilnya dengan tatapan mencibir. "Memangnya hanya kau yang memiliki otak di sini?!" Desis Varren sebelum menaiki tangga, meninggalkan Celvin yang menatap ketiganya bingung.

Loh? Kok ini jadi salahnya? Memang sahabat bangsat!

Mendengus samar sebelum melangkah menuju kamarnya yang berada di lantai dua, Celvin menyempatkan diri untuk berpesan pada Bertta. "Bakar baju itu jauh dari penglihatan Queen. Dan ya, jangan sampai Queen tahu kami pulang dengan pakaian itu." Tasnya yang di angguki patuh oleh Bertta.

***

Di taman belakang dengan udara malam yang begitu dingin menusuk kulit. Alya tengah menikmati segelas kopi dengan beberapa camilan di kursi kayu yang memang di berada di sini.

"Kenapa masih di luar?"

Ah! Hilang sudah ketengan Alya. Suara berat milik Cleo benar-benar mengganggu. Apalagi, sekarang Alya masih asik menikmati pemandangan.

"Ingin saja" jawab Alya acuh tak acuh. Dengan tatapan yang masih setiap tertuju pada pemandangan di depannya.

Menghela nafasnya sebentar, Cleo mulai berjalan semakin mendekat pada tempat yang Alya duduki. Membungkuk, sebelum menggendong Alya ala bridal style dengan sang gadis yang terlihat protes.

Wangi Cleo benar-benar menusuk indera penciuman Alya dengan rambut yang sedikit basah dan wajah segar. Ah! Cleo baru saja mandi, pantas saja pemuda ini terlihat begitu segar dan tamp-eh! Apa yang Alya pikirkan? Dih! Pikiran macam apa tadi.

Menggelengkan kepalanya untuk membuyarkan lamunan bodohnya. Alya dengan kesal menatap Cleo, sebelum kemudian. "Leo!"

"Apa?" Tanya Cleo dengan tampang polosnya yang begitu menyebalkan.

Apa-apaan dengan wajah bak bayi polos ini? Sungguh tidak cocok dengan karakter pemuda ini yang seperti iblis.

"Turunin aku!" Titah Alya yang tak di indahkan oleh sang empu. "Hari ini seharunya, kita menghabiskan waktu seharian penuh bersama. Tapi, karna pekerjaan mendadak yang begitu menyebalkan itu. Waktu aku sama kamu jadi menipis, ck!" Decak Cleo dengan wajah kusut pemuda ini.

Obsesi Devil'sWhere stories live. Discover now