12 | Pizza

90 50 107
                                    

Ekhem!

"Oke. Mode serius, nih." Alan menggosok-gosokan tangannya. Saatnya melancarkan aksi.

Alan membetulkan posisi duduknya sedikit miring, menghadap ke Sakti. Siap untuk melancarkan aksinya.

"Gini aja deh, Mas. Kalo Mas-nya bersedia nih, besok lagi aja kesini." Suruh Alan.

"Besok malam?"

"Iya.." Alan mengangguk

"Tapi besok dijamin ada?"

"Saya jamin deh Teh Amel ada di rumah. Tapi Mas-nya harus punya password dulu." Alan mulai beraksi.

“Pa-password?” Kedua Alis Sakti saling beradu, tidak mengerti maksud Alan.

“Gini-gini Mas maksudnya, biar saya jelaskan ya..?” Sok akrab Alan merangkul Sakti.

“Soal password, kan sama kayak kunci ya? Masa mau masuk ke rumah gak punya kunci, sih? Kan gak bisa masuk. Iya kan?”

“Iya juga, Dik, bener.” Tanggap Sakti.

“Nah, ini juga sama dengan Saya dan Teh Amel. Masa mau ketemu Teh Amel gak bawa buah tangan sih!”

“Oh.. maksudnya, teteh kamu rumahnya, dan Adik ini pintunya? Sedangkan password-nya itu semacam buah tangan atau oleh-oleh. Begitu ya, dik?”

“Betul sekali. Peka juga nih, Masnya. Laki-laki yang begini nih, yang bakal jadi idaman Teh Amel sama keluarga saya.” Alan memekik heboh, pujiannya berhasil membuat Sakti jadi tersipu-sipu.

“Kalau begitu, teteh kamu suka makanan apa?”

“Banyak sih. Tapi kayaknya nih ya, Teh Amel lagi pengen.... Eum.." Alan tampak berfikir keras, seolah-olah sedang mengingat makanan kesukaan kakaknya itu. Padahal cuma akal-akalan dia doang, tuh.

"Pizza, Mas!!” Pekik Alan.

“Pizza?”

“Iya. Tapi yang beef blackpaper plus double creamy cheese, terus jangan pake bawang bombai. Sama paprikanya yang banyak. Saus tomatnya juga.”

Sakti terlihat bingung. Dia kesusahan mengingat pesanan yang barusan Alan sebutkan. “Maaf bisa diulang lagi, Dik?”

Alan mendengus pelan. Budek!

“Pizza, Mas!! Tapi yang beef blackpaper plus double creamy cheese, terus jangan pake bawang bombai. Sama paprikanya yang banyak. Saus tomatnya juga. Ingat?” Ulang Alan penuh penekanan pada tiap katanya.

Sekarang Sakti mengangguk, mengerti. Pesanan untuk gadis pujaannya itu, sudah dia ingat dan langsung dikunci di dalam otaknya.

“Oh iya, yang ukuran jumbo ya, Mas. Pesan dua. Ingat ya Mas, harus dua.” Sambung Alan, menegaskan permintaannya.

“Kok dua?”

“Kan buat saya satu, Mas.” Jawab Alan.

Sakti mangut-mangut. “Dua ya..? Eh, tapi Dik.. Emangnya boleh pesan toping sesukanya?”

“Ya boleh dong! Kan pembeli mah raja. Mas-nya beli di King Pizza yang di Jalan Sudirman aja. Di tempat biasa saya dan Teh Amel beli.”

“Jalan Sudirman, ya.." Sakti mengingat-ingat.

"Mas tahu kan jalannya?"

"Tahu lah, saya kan asli orang Bandung." Jawab Sakti mantap.

▪︎ ▪︎ ▪︎

CERITA SI ALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang