|| 50 | Keputusan Yang Masih Menjadi Angan ||

Start from the beginning
                                    

Inka mencengkram erat tali tas di tubuhnya, gadis itu menatap kearah Rayanka yang tersenyum manis.

"Inka udah janji sama Raja," ucap Inka pelan, dapat dilihatnya jika wajah Fahri langsung berubah.

Fahri menggeleng, "Kamu bareng Rayan, dia udah ke sini buat jemput kamu, jadi kamu harus bareng dia."

"Tapi, Bi, Inka udah janji sama Raja."

Fahri ingin kembali berbicara, tetapi suara motor yang berhenti di dekat mereka membuat atensinya beralih.

"Nah ini Raja, bilang sama dia kalo kamu harus berangkat bareng Rayanka, Raja ngga akan keberatan," ucap Fahri sembari terus menatap Raja yang baru saja tiba.

Raja menatap Inka dan pria di hadapannya bergantian. Pemuda itu dapat melihat tatapan penuh harap yang Inka tunjukan kepadanya. Raja kemudian beralih menatap Fahri yang masih menatapnya datar.

"Ngga papa, Om," balas Raja dengan senyum kecil, "ya udah, Ka, gue duluan, ya."

Tanpa menunggu jawaban dari mereka, Raja langsung melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Pemuda itu bahkan tak melihat tatapan kecewa yang Inka berikan padanya. Gadis itu terus menatap Raja yang sudah menghilang tanpa berkedip.

"Jadi, kita berangkat sekarang?" tanya Rayanka membuat atensi Inka beralih. Gadis itu menatap ayahnya berharap sang ayah akan membantu tetapi Fahri malah mendorongnya pelan.

"Sana berangkat, nanti kamu telat."

Inka masuk ke dalam mobil itu dengan wajah penuh tekanan dan pertanyaan. Sungguh, Inka tak mengerti kenapa Raja langsung meninggalkannya.

Biasanya lo langsung ngerti gue cuma dari tatapan, Ja, tapi tadi lo bahkan nolak buat natap gue.

...

Nava menyodorkan segelas air kepada Zendaya setelah wanita itu selesai menelan obat-obatan nya. Nava lalu mengelus rambut putrinya dengan lembut.

"Apa yang kamu rasain?"

"Aya ngga ngerasain apa-apa, Ma," jawab Zendaya tanpa minat. Wanita itu melirik putranya yang berbaring di sebelahnya.

Nava menatap sedih putrinya, tapi dengan cepat Nava kembali merubah ekspresi wajahnya. Wanita itu berpindah kearah cucunya yang menggerakkan tangan dan kakinya dengan lincah.

"Sayang, Kean mau apa, hm?" tanya Nava sembari mendekatkan wajahnya, menciumi bayi itu, "mau mainan?"

"Dia udah bisa pegang mainan?"

Nava tersenyum saat mendengar keingintahuan Zendaya akan bayinya, "Belum, sayang."

Nava menarik pelan tangan Zendaya lalu memberikan jemari putrinya kepada Keandra yang langsung di genggam erat oleh bayi mungil itu.

Zendaya membiarkan hal itu, matanya terus menatap kearah putranya dengan hampa. Entah kenapa walaupun rasa benci itu perlahan lenyap, tak ada rasa lain yang hinggap di hatinya.

Semuanya terasa biasa saja, tak ada getaran aneh saat bayi kecil ini menggenggam jemarinya. Ingatan kecil tentang kedekatan Kalandra dengan bayinya kembali terbayang olehnya.

Bukankah Keandra terlihat cukup bahagia dengan Kalandra? Zendaya rasa kehadirannya tidak terlalu di butuhkan. Tak masalah jika suatu saat nanti Zendaya memilih pergi, kan?

Entah pergi yang seperti apa, tapi Zendaya ingin memulainya dengan sebuah  ... Perpisahan?

***

Azran menekan bel pintu rumah kekasihnya, bibir pemuda itu menarik senyum tipis ketika beberapa ingatan bersama gadis itu kembali memasuki kepalanya.

"Den Azran?"

Azran sedikit terkejut saat suara itu terdengar, senyumnya kian mengembang, dengan cepat Azran menyalimi wanita di hadapannya.

"Bi Win, assalamualaikum."

Dapat Azran lihat wanita paruh baya itu tersenyum sendu, gurat kesedihan terlihat jelas di matanya, "Waalaikumsalam, apa kabar?"

"Alhamdulilah, Azran baik kok, Bibi gimana?" tanya Azran dengan senyum hangat.

Bi Win mengangguk singkat, "Baik, ayo masuk."

Seluruh perasaan Azran seakan di tarik paksa ketika matanya menatap bingkai besar yang berisi seorang gadis yang sedang tertawa lebar. Azran tidak bisa mengalihkan pandangannya barang sedetikpun.

"Anak Om cantik, ya?"

Azran mengalihkan pandangannya kearah sofa dan menemukan Miko yang tersenyum sendu kearahnya.

"Sini, nak."

Azran mengikuti perintah Miko, pemuda itu melangkah mendekat lalu duduk di sebelah pria itu.

"Om butuh sesuatu? Kenapa panggil Azran ke sini?" tanya Azran mengingat apa yang membawanya kemari.

Miko menghela nafas panjang, "Om mau minta tolong."

"Tolong apa, Om? Azran bakal bantuin sebisa Azran."

Miko menatap lekat kearah pemuda yang menjadi kekasih almarhumah putrinya ini, "Apapun yang kamu tau hari ini, Om minta tolong sekali, jangan sampe ada yang tau selain kita."

"Apa, Om?" tanya Azran yang mulai penasaran.

"Tolong minta sama Kalandra buat putusin hubungan dengan Octella, Om udah ngga tau harus berbuat apa lagi, Zran. Om bener-bener berharap kamu bisa bantuin Om."

Mata Azran melotot terkejut, begitupula jantungnya yang langsung berdetak dengan kencang, "Kalandra sama Octella? Ngga mungkin lah, Om."

"Om serius, Zran. Kamu bisa tanya sama Kalandra, tapi tolong jangan bilang ini sama istrinya ataupun keluarganya, tolong minta Kalandra buat akhirin semua ini," pinta Miko dengan wajah memelas.

Azran mengepalkan tangannya mendengar hal itu, sangat tidak menyangka sahabatnya tega mengkhianati Zendaya yang sekarang sedang terbaring di rumah.

"Sebelum semuanya semakin jauh, tolong bantu Om buat mereka berhenti, Zran."

.

.

.

.

gabisa berword word aku, intinya...
jangan lupa vote dan komen, ya
tbc.

AMBIVALEN [END]Where stories live. Discover now