29. Rumah Athala

879 94 13
                                    

Kamar yang biasanya selalu sepi itu kini terlihat lebih hangat karena suara tawa yang mengalun riang dari kedua pemuda yang tengah berbincang itu. Terlihat Athala tengah mengaduh karena Renandra memukul kepalanya. Namun Renandra tidak peduli dan malah tertawa terbahak-bahak. Ia cukup terhibur dengan cerita Athala.

"Haha, aduh perut gue sakit. Haha kok bisa lo– uhuk!"

Renandra terbatuk saat tengah asik tertawa. Athala segera saja menepuk-nepuk pundak Renandra. "Jangan tertawa di atas penderitaan orang lain, dasar begajulan."

Renandra mengangkat sebelah alisnya mendengar sebuah kata yang baru saja diucapkan Athala. "Tau dari mana kata begajulan?"

"Kata ibu-ibu tadi. Dia bilang gini sama saya anak jaman sekarang, bisanya bikin resah warga aja. Dasar begajulan gitu katanya. Tapi Ren, memangnya begajulan itu artinya apa?" ujar Athala dengan polosnya. Sontak saja membuat Renandra kembali tertawa dengan kencang.

"Aduh Athala, hahaha ngakak. Gak perlu tau artinya, gak penting. Lagian kok lo bisa-bisanya sampe ngambil kolor yang lagi dijemur orang, haha."

"Bukan mengambil! Tapi tersangkut setang sepeda saya, Ren." ujar Athala menegaskan dengan wajah yang memelas. Tanda bahwa ia lelah batin dituduh yang tidak-tidak, baik oleh ibu-ibu tadi maupun Renandra.

Athala menghela nafas berat saat melihat Renandra kembali tertawa. Apa yang lucu? pikirnya. "Terserah kamu saja lah, Ren. Emang dasar begajulan kamu."

Renandra sekuat tenaga menahan tawanya. Takut-takut Athala akan merajuk, bisa repot nanti. "Dih, tau juga enggak artinya, asal ucap aja."

"Iya, Ren. Terserah kamu." ujar Athala sembari memalingkan wajahnya dari Renandra. Pemuda bule itu lebih memilih memandangi sekeliling kamar Renandra yang sejak tadi menarik perhatiannya.

"Ciee, ngambek, nih ceritanya?" goda Renandra sambil menyikut lengan Athala beberapa kali.

Athala tidak menjawab, kini netranya semakin menelisik setiap sudut kamar Renandra. Kamar Renandra cukup unik. Dekorasi di sekitarnya didominasi oleh hiasan seperti pada era kuno. Ada rak buku dengan pernak-pernik seperti topi penyihir, botol ramuan, jam pasir, hiasan burung hantu dan banyak lagi benda yang berkaitan dengan dunia sihir.

Di belakang pintu kamar terdapat sebuah pengait baju yang diisi oleh sebuah jubah hitam, ada juga dasi hijau bergaris, dan syal berwarna hijau bergaris. Poster-poster seorang anak sihir tertempel di dinding kamarnya, Athala tidak mengenali mereka. Di atas kepala ranjang Renandra juga terdapat kain panjang bertuliskan SLYTHERIN yang tertempel di dinding kamarnya.

"Kamu suka hal berbau sihir, Ren?" tanya Athala yang masih sibuk meneliti kamar Renandra.

"Iya, ini gara-gara gue ngefans banget sama film Harry Potter. Bahkan gue selalu berkhayal suatu hari nanti gue bisa masuk ke dunia sihir. Gue pengen ngerasain sekolah sihir, pengen naik naga, pengen–ah pokoknya banyak, deh." ujar Renandra dengan antusias.

"Tokoh favorit kamu di film itu siapa?"

"Jelas, Draco Malfoy. Walau dia tokoh antagonis, tapi gue suka banget sama itu orang. Rambutnya pirang kayak lo, mancung, tinggi, berkarisma, ya walaupun jahil sih."

"Loh? Sudah tahu antagonis kok disukai?"

"Menurut gue, dia itu bukan antagonis. Dia cuman salah pergaulan, dia tumbuh di lingkungan keluarga yang salah. Dia tertekan, sedari kecil dia diajarkan buat gak berteman dengan orang yang derajatnya di bawah dia, banyak hal di sekitarnya yang tanpa sadar menjadikan dia sosok antagonis." jelas Renandra, Athala mendengarkan dengan seksama.

50 HARI BERSAMA ILUSI Where stories live. Discover now