"Tapi, kenapa Agam harus ngalah sama Sasya?" heran bocah laki-laki itu.

"Karena... Nenek sayang sama Sasya."

"Nenek nggak sayang sama Agam?" batin Agam sedih.

Agam diam sebentar, Ia menatap sorot mata Nenek Ula lekat. Hingga, tidak ada keraguan lagi di hati Agam, dan berani membuka suara.

"Agam janji bakal jagain Sasya," ucap Agam yakin.

Nenek Ula tampak bahagia, ia mengelus puncak rambut Agam. Lalu, Nenek Ula melenggang pergi meninggalkan cucunya yang masih mematung. Agam menatap nanar punggung Neneknya yang mulai menjauh.

Diantara sepupunya yang lain, Agamlah yang paling terabaikan. Agam seperti orang asing di rumah ini. Kalau bukan paksaan dari orang tuanya, Agam tidak akan datang ke rumah ini, tempat yang dirinya hanya dianggap angin.

Terkadang bocah laki-laki itu berpikir, apakah Agam diremehkan karena orang tuanya miskin? Bukankah itu tidak ada sangkut pautnya dengannya? Mengapa harus ia yang terkena imbasnya?

***

Kini, kembali di perlihatkan Sasya dan Agam yang sudah berusia tujuh belas tahun. Bocah kecil itu sudah tumbuh besar dengan baik.

"Agam janji bakal jagain Sasya." Janji yang Agam ucapkan sepuluh tahun yang lalu pada Nenek Ula tiba-tiba muncul di benaknya. Terlepas entah bagaimana perlakuan Nenek ula dan Sasya kepadanya. Bagi Agam, janji tetaplah janji. Sebagai Cowok, tidak ada alasan untuk Agam mengingkari janji tersebut.

"Akuuu takuttttt," rengek Sasya lirih yang mulai menangis.

Agam mengambil tangan Sasya, kemudian memegangnya erat. Hari ini, Agam akan melindungi satu-satunya sepupu cewek yang ia punya itu semampunya. Itulah tanggung jawab yang dipegang Agam saat ini.

"Kamu tau apa yang harus kita lakuin sekarangkan?" tanya Agam mengintruksi.

Sasya menganggukkan kepalanya pelan.

Tepat di detik ketiga, dua remaja itu pun berlari sekencang mungkin. Tidak ada arah dan tujuan. Yang terpenting bagi mereka adalah bisa kabur sejauh-jauhnya dari kejaran pria misterius yang mengenakan jas hujan berwarna hitam---padahal tidak sedang hujan.

Sasya dan Agam memasuki gang sempit dan sepi yang mereka sendiri tidak pernah lalui.

Langit yang mulai gelap dan mendung ditambah gerimis, juga tidak ada lampu yang terpasang menambah suasana mencekam di gang itu.

Hingga, genggaman tangan Sasya terlepas dari Agam. Sasya ngos-ngosan, ia belum pernah berlari sejauh ini. Sasya membungkuk---memegang lututnya yang ia gunakan sebagai tumpuan. Sasya mengatur deru napasnya yang tidak beraturan.

Seketika, Sasya melebarkan matanya saat merasakan bahu kanannya di tepuk seseorang. Bahkan, ia tidak memiliki keberanian untuk menoleh dan mencari tau siapa sosok yamg berdiri di belakangnya.

Berbarengan dengan hujan yang mulai turun, Sasya mencium aroma amis. Rasanya Sasya ingin muntah saat itu juga, benar-benar memualkan. Bau menyengat itu seperti ikan yang telah lama busuk.

Sasya memejamkan matanya, ia akan menggunakan semua keberaniannya saat ini.

"Tolong!!!" pekik Sasya melengking dan menggema di gang sempit itu.

Rasakanlah!Where stories live. Discover now