Bab 10

264 35 111
                                    

Hari favorit Sasya adalah hari minggu.

Hari dimana Sasya bisa terbangun sampai pukul sepuluh pagi. Bangun-bangun, sarapan sudah tersedia di meja. Tapi, Itu dulu, sebelum jiwa Sasya berpindah ke raga Agam.

Sekarang? bagaikan mimpi buruk.

Tidak ada lagi hari favoritnya, bahkan hari minggu begitu menyengsarakan.

Sasya bangun pagi sekali. Padahal suhu air masih sangat dingin, tapi Sasya terpaksa mencuci bajunya. Lebih lagi tidak menggunakan mesin cuci. Tidak terbayangkan jika tuan puteri manja harus menyikat satu per satu pakaian yang di pakai dalam waktu semingguan ini.

"Capeekkkk." Sasya tidak hentinya mengeluh.

Sasya menaruh ke ember cucian yang telah selesai di bilas, kemudian membawanya ke jemuran yang terletak di depan rumah.

"Kejam banget Tante Vidya. Bukannya baju Agam sekalian dicuciin, ini malah nggak! di biarin sampai seminggu. Kalau aku nggak cuci, aku pakai apa? Aku yakin, sampai lemari kosong pun nggak bakal dicuciin sama Tante Vidya!" gerutu Sasya sembari menjemur pakaiannya.

"Mama sama Anak mirip banget, sama-sama tega," celetuk Sasya.

Di saat merasakan kesusahan, Sasya pasti teringat pada Dania. "Bunda lagi apa ya sekarang?" batin Sasya.

Jika teringat Dania, rasanya Sasya bersyukur banget. Sasya bersyukur memiliki orang tua seperti Bara dan Dania. Tapi, kenapa dulu Sasya tidak sebersyukur ini? Sasya asik dengan kesenangannya sendiri hingga abaikan mereka yang menyayangi Sasya.

Jangan bandingkan antara Dania dan Vidya yang bagi Sasya begitu jauh berbeda.

"Nanti masakkin sarapan untuk kembar," suruh Vidya.

Sasya menatap Vidya cengo. Sasya tidak salah dengarkan? Masak? Bahkan Sasya belum pernah menggunakan pisau apalagi menghidupkan kompor gas.

Sebenarnya sedari kecil Sasya di larang memegang pisau atau pun mendekati tabung gas oleh Dania. Sebab rasa khawatir Bundanya terlalu tinggi mengakibatkan Sasya tumbuh menjadi gadis yang manja.

"Ada telur di kulkas." Vidya siap mengayuh sepedanya.

Di rumah Agam ada empat kendaraan, yaitu sebuah motor tua peninggalan mendiang Bambang yang sekarang untuk Agam. Dan tiga sepeda kepunyaan Vidya, Owan, dan Owen.

Sasya melihat keripik pisang di keranjang depan sepeda Mamanya Agam, namun dengan bodohnya Sasya tetap bertanya, "Mama mau kemana?"

"Ngantar keripik pisang ke warungnya Bang Bima. Habis itu mau ke pasar. Mungkin, siang baru pulang."

Vidya sudah mengayuh sepedanya meninggalkan Sasya yang masih dilanda kebingungan.

"Tante Vidya beneran suruh aku masak?" Sasya melanjutkan aktivitas menjemur kainnya yang belum siap.

Tali jemuran penuh dengan cucian Sasya. Selain pakaian sehari-hari, Sasya mencuci seragam sekolah, seprei, selimut, sarung bantal, dan baju-baju si kembar yang Vidya letakkan di ember cucian Sasya.

Sasya membawa ember berwarna hijau tersebut ke dalam rumah, lebih tepatnya ke dekat sumur.

Setelah itu, Sasya membuka kulkasnya dan terdapat tiga butir telur berjejer di bagian pintu. Sasya mengambil sebuah telur yang ukurannya paling besar.

Dengan kefokusan ekstra Sasya memecah telur tersebut menggunakan pisau. Sialnya, cangkang telurnya bukan terpecah menjadi dua malah beberapa serpihannya ikut masuk ke dalam mangkuk.

Di sisi lain, Owan dan Owen yang baru saja selesai mandi pun membersihkan kamarnya tanpa di suruh. Meskipun menurut Sasya si kembar begitu nakal, tapi si kembar tergolong rajin dan patuh.

Rasakanlah!Where stories live. Discover now