Bab 15

170 10 0
                                    

Tidak sekali pun terbayang di benak Sasya jika motor yang selalu ia hina dulunya 'butut' itu malah menjadi kendaraannya saat ini.

Sasya memarkirkan motor tua tersebut di parkiran khusus murid. Ia turun sembari mengelus bagian stang motornya.

"Aku janji... mulai sekarang, aku, Sasya Anamika, Nggak ngatain kamu butut lagi. Makasih karena kamu udah nemenin aku kemana-mana, motor kerennnn," pungkas Sasya.

Hari ini, Sasya lumayan datang terlambat sebab semalaman penuh, ia menjaga Owan yang sedang sakit. Berulang kali Sasya menguap. Rasa kantuk yang ia derita bertambah merajalela.

Seumur hidupnya, baru kali ini Sasya merawat seseorang yang sedang sakit. Biasanya ketika ke klinik, gadis itu tidak berani sendirian dan minta ditemani. Namun semalam, Sasyalah yang menemani.

"Tuh dia.... sepupu paling ngeselin," dengus Sasya sebal.

Sasya menekuk wajahnya kala melihat ke arah Agam yang baru tiba ke sekolah bersama Kaivan.

Bertepatan dengan Kaivan yang ada jadwal piket di kelas membuat cowok humble tersebut buru-buru masuk ke kelasnya, meninggalkan Agam yang masih merapikan rambut panjang nan lurusnya milik Sasya yang sedikit kusut.

Tanpa basa-basi lagi, Sasya menarik paksa Agam dan membawanya ke samping bangunan laboratorium kimia---salah satu tempat tersepi di SMA Bina Bangsa.

"Owan demam!! Aku telepon nggak kamu angkat. Kamu nggak peduli lagi? Ya udah, kalau gitu si kembar jadi adik aku aja!!" ujar Sasya menggebu-gebu.

Amarahnya telah Sasya tahan sejak semalam. Napas Sasya naik-turun. Bahkan ia tidak tau mengapa begitu emosi?

Yang jelas, Sasya merasa bila Vidya tidak terlalu perhatian.

"Maaf, hp aku lowbat, aku belum sempat nge-cas. Sekarang gimana keadaan Owan?"

Detak jantung Sasya mulai kembali normal. "Panasnya udah turun."

"Dari kecil, daya tahan tubuh Owan emang lebih lemah dibandingkan Owen. Sama kayak kamu, Sya. Kena hujan dikit aja, langsung demam," ujar Agam.

"Kok malah jadi ngejek aku sihhh," jutek Sasya.

Sasya melengkungkan bibirnya ke bawah. "Kamu nggak tau seberapa takutnya aku semalam. Aku takut banget Owan kenapa-kenapa, Gam."

Agam tersenyum tulus, "Makasih Sasya, makasih karena kamu udah sayang sama adik-adik aku," batin Agam.

"Pokoknya Owan sama Owen sekarang jadi adik aku!!" lantang Sasya, kemudian melenggang pergi.

"Sya!!" panggil Agam.

Sasya menghentikan langkahnya, "Apa?" judes Sasya tanpa membalik badannya, pertanda bila ia masih ngambek.

"Mereka Abang sepupu kamu," kekeh Agam.

Sasya hampir melupakan fakta itu. Bara---papa Sasya merupakan anak bungsu dari Nenek Ulanni. Seharusnya Sasya memanggil Agam, Owan, dan Owen dengan sebutan Abang. Perlu diingat lagi bahwa mereka adalah anak dari mendiang Bambang---abang ketiganya Bara.

Tapi, dikarenakan Sasya bisa berlaku sesuka hatinya. Sasya tentu enggan memanggil mereka dengan semestinya, mengapa? Sebab Sasya dan Agam seumuran. Terlebih lagi si kembar, Sasya lebih tua sepuluh tahun!

"Biarin!!" balas Sasya sekenanya.

***

Niko memperhatikan tangan Sasya yang penuh memegang tumpukan buku-buku pelajaran. Cowok tampan itu berinisiatif membantu yang bila dilihat cewek mana pun pasti langsung jatuh hati.

Rasakanlah!Where stories live. Discover now