Bab 14

171 9 0
                                    

"Bora, Ibu lagi periksa tugas sekolah anak-anak. Mungkin pulangnya agak sore-an. Kamu mau Ibu bawain apa buat makan malam nanti?"

"Sate aja, Bu. Dua porsi ya," ucap Bora.

Bora mendengar suara kekehan pelan Susan dari ujung telepon. Apakah yang barusan ia katakan salah?

"Kalau gitu baik-baik di rumah, Bora. Ibu lanjut kerja dulu."

Apa yang harus di permasalahkan oleh Bora ketika Susan yang sibuk bekerja dan hanya bisa meluangkan waktunya sebentar di rumah?

Susan adalah ibu yang baik bagi Bora. Terlepas dari Susan yang sibuk sebagai Guru di sekolahan.

Sedangkan Bora tau, menjadi Guru merupakan cita-cita Ibunya itu sejak kecil. Bora tidak akan egois. Bora juga tidak akan menuntut apapun dari Susan.

Sasya : Aku di depan rumah kamu

"Sasya?" Bora membaca kembali pesan yang masuk di ponselnya.

"Sasya ngapain ke rumah aku?"

Bora membuka pintu rumahnya untuk memastikan sendiri. Nihil. Tidak ada siapapun. Apakah Sasya sedang mengerjai Bora? Sudahlah, Bora akan tidur saja siang ini.

"Bora!!"

Bora yang hendak menutup pintunya, dibuat terkejut oleh seorang gadis bertubuh mungil sedang berdiri di pintu pagar dan sedang menghampirinya.

"Jadiiii, kamu belum nyampe pas ngechat aku?"

Bukannya menjawab, yang ditanya malah cengengesan.

Setelah di persilahkan, barulah Agam masuk. Agam masih mengira ini semua mimpi. Agam merasa bahagia bisa berteman dengan Bora meskipun ia berada di tubuhnya Sasya. Tidak apa-apa jika Bora mengira dirinya Sasya. Agam benar-benar ikhlas. Bisa sedekat ini saja sudah sangat membuat Agam senang.

Perabotan di rumah Bora begitu sederhana. Banyak bingkai-bingkai foto yang tersusun rapi. Dan, Agam memperhatikan foto-foto tersebut satu per satu.

Lama diam, Agam pun bersuara, "Sendirian?"

Keadaan di rumah Bora memang sepi hanya dibisingkan beberapa derum motor kendaraan yang melintas.

Bora mengangguk, "Ibu lagi ngajar---ehh, maksudnya lagi di sekolah."

"Tante Susan, Guru?"

"Guru Biologi di SMA Surya Sakti."

SMA Surya Sakti tidak kalah unggul dari SMA Bina Bangsa di kecamatan ini. Setiap tahunnya dua sekolah tersebut saling merebut kejuaraan olimpiade agar bisa sampai ke tingkat kabupaten, lalu Provinsi.

"Itu, Kakak kamu?" Agam menunjuk sebuah foto yang di pajang dekat dengan tv berisikan dua gadis yang berfoto riang dengan background bangunan candi.

"Iya, namanya Bona. Cantikkan?"

"Aku nggak pernah lihat Kak Bona," celetuk Agam.

"Kak Bona kuliah kedokteran di Ibu kota, Bapak juga nugasnya di sana. Tapi, mereka sering nyempatin pulang ke sini seminggu sekali," jelas Bora.

Agam menatap foto seorang pria bertubuh kekar dengan berseragam polisi lengkap di dinding.

Bora mirip sekali Galen, sedangkan Bona lebih mirip Susan.

Masih bolehkah Agam melanjutkan perasaannya kepada Bora?

Sedangkan Agam tau, Susan bekerja sebagai Guru, Galen merupakan Polisi, dan Bona akan menjadi Dokter. lalu, Agam ini apa?

Mama Agam hanya lulusan Sekolah Dasar. Ayahnya telah meninggal dunia. Dan Agam mempunyai adik-adik yang masih perlu ia biayai pendidikannya.

Agam merasa sangat kecil dan rendah. Agam bukanlah siapa-siapa. Mereka tidak setara.

Rasakanlah!Where stories live. Discover now