Bab 6

25 1 0
                                    

Yura mencari ponselnya kesana kemari di kamarnya, namun karena ia tidak menemukan ponsel miliknya itu di ruangan itu, akhirnya yura turun ke bawah dan menanyakan keberadaan ponsel pribadinya..

"mana ponselku? " tanya yura tanpa panjang lebar..

"oh iya mama lupa, sebentar mama ambilkan dulu ya sayang.." arina bergegas memasuki kamarnya dan mengambil sebuah ponsel dari laci meja riasnya..

"ini sayang, maaf mama lupa.. mama hanya menyimpannya agar data – data privasi kamu tetap aman," jelas arina sambil menyerahkan ponsel itu..

Tanpa mengatakan apapun, yura hanya mengambil ponsel itu kemudian dia kembali menaiki tangga menuju kamarnya..

Rumah utama jeff memiliki 3 lantai dengan luas yang akan membuat mulut siapa saja menganga dengan kemegahannya. Kamar yura dan stevi terletak di lantai 3 sedangkan kamar jeff dan arina berada di lantai dua, selebihnya segala kegiatan kekeluargaan akan mereka lakukan di lantai satu.

Setelah mengunci kamarnya, yura kembali melihat ke sekelilingnya. Melihat kamarnya sendiri yura merasa sangat marah kepada dirinya sendiri, barang – barang mewah yang entah apa kegunaannya yang hanya yura gunakan sekali kemudian bosan bertumpuk tak terhitung di lemari kaca kamarnya.

Mulai dari tas, sepatu, baju, serta berbagai macam parfum dan make up. Segera yura memanggil beberapa pembantunya untuk segera datang ke kamarnya sekarang juga dengan telepon rumah yang ada di meja dekat kasurnya..

"halo, bi.. tolong kesini segera,"

"iya non, baik.." jawab pembantu tersebut kemudian mematikan teleponnya..

Tok...tok....tok....

"permisi, non yura..." suara seorang yang sangat yura hafal suaranya..

"masuk.." yura hanya menyaut tanpa berniat membukakan pintu kamarnya,

Dua orang wanita paruh baya dengan seragam pink khas nya masuk ke dalam ruangan dan mata mereka terbelalak melihat apa yang sedang dilakukan nona mudanya saat ini,

"non, Anda kan baru saja siuman. Biar bibi saja yang lakukan non..." mereka segera berlari menghampiri yura hendak mengambil alih pekerjaan yang yura tengah lakukan..

"tolong ambilkan kantong sampah atau kardus atau apapun, buang barang- barang sialan ini" kata yura sambil melepaskan baju – baju mininya dari hanger yang tergantung di lemarinya..

"apapun yang ada di lantai, jika mau kalian boleh mengambilnya atau buang saja.." lanjut yura tetap fokus memilah barang – barang yang menumpuk di kamarnya.

Mereka berdua bergegas kembali turun untuk mengambil beberapa kardus dan kotak yang cukup besar serta beberapa kantong sampah..

Mereka kembali ke kamar yura tidak hanya berdua kali ini ada 4 orang dengan seragam yang sama tengah memunguti baju, tas, sepatu dan semua yang telah yura buang ke lantai kamarnya..

Setelah selesai dengan barang – barang itu akhirnya yura bisa bernafas lega, karena sedari tadi ruangan kamarnya terasa pengap dipenuhi barang – barang akhirnya bisa bebas dan terlihat jauh lebih baik dengan model minimalis meskipun kini beberapa lemari kacanya terlihat kosong..

"huhhhhh....akhirnya...." yura menarik nafas panjangnya kemudian merebahkan dirinya dia atas ranjang tidurnya..

Di sisi lain ketika para pembantu itu bahkan di ikuti beberapa sekuriti terlihat menuruni tangga dengan beberapa kotak dan kardus yang cukup banyak membuat jeff, arina, dan stevi yang melihat mereka penasaran dengan apa yang mereka bawa..

"ada apa ini bi..?" tanya stevi dengan nada yang terkesan sopan,

"ini non, nona yura bilang dia ingin membuang semua barang – barang ini. Jadi sedari tadi kami membereskan semua ini dan sekarang akan kami buang..." jawab salah seorang pembantu,

"apa aku tidak salah dengar??" jeff memincingkan sebelah matanya tanda keheranan..

"iya tuan," jawab salah seorang sekuriti yang wajahnya hampir tertutupi tinggi kardus yang dibawanya..

"mungkin kakak hanya bosan dengan semua barang – barang ini ya, ayah tahu sendiri kan kakak hanya akan menggunakan barang – barang itu sekali kemudian menumpuknya.." stevi mengingatkan lagi jeff dengan kelakuan buruk yura selama ini..

"kalau begitu kami permisi tuan, nyonya, nona stevi" mereka semua kemudian berjalan menuju luar rumah untuk menumpuk semua kardus dan kotak itu sebelum di jemput truk pengumpul sampah esok pagi,

"aku rasa sebaiknya kita membawa yura ke rumah sakit besok sayang, aku takut dia kenapa – kenapa..." ucap arina dengan nada khawatir..

"setelah konferensi pers besok kita akan membawa yura ke rumah sakit kembali, " balas jeff..

Memang benar yura hanya memakai barang – barang itu sekali saja, namun biasanya yura akan menumpuk semua itu dan menjadikannya bahan pajangan di kamarnya untuk postingan sosial medianya semata,

Yura disibukan dengan hal – hal yang dia baca pada situs – situs berita online yang ramai menjadikan dirinya sebagai pencarian utama tidak hanya dinegara X namun juga negara Y.

"keburukanku menjadi perbincangan publik lagi... " ucap yura dengan suara lirihnya,

Setelah melihat banyak pesan masuk di ponsel itu melalui nomor pribadi maupun media sosialnya akhirnya yura lebih memilih untuk menutup akun media sosialnya kemudian mematikan ponselnya dan menyimpannya pada salah satu laci lemari kacanya,

Menjelang malam, seluruh keluarga telah berkumpul di lantai satu untuk makan malam bersama,

Yura hanya makan sedikit karena nafsu makannya hingga saat ini masih belum kembali,

"kak, apakah kau sudah siap untuk besok siang? Apa mau aku temani belanja beberapa baju dan sepatu ? " suara stevi memecahkan suasana sunyi di meja makan malam itu,

"jam berapa konferensinya?" tanya yura tanpa memperdulikan pertanyaan stevi yang menawarinya untuk berbelanja outfit bersama,

"pukul 13.00 tepat di gedung utama, jadi mungkin kita akan meninggalkan rumah pukul 12.00, setelah itu kita akan segera pergi ke rumah sakit untuk mengecek kembali perkembangan kesehatanmu," jawab jeff menjelaskan agenda untuk esok hari..

"baiklah ayah, sampai jumpa besok siang." Yura kemudian berjalan meninggalkan meja makan menuju kamarnya masih dengan ekspresi yang datar,

Arina hanya bisa diam, memperhatikan dengan seksama perubahan drastis dalam perilaku putri tirinya sejak bangun dari komanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Arina hanya bisa diam, memperhatikan dengan seksama perubahan drastis dalam perilaku putri tirinya sejak bangun dari komanya. Kepalanya dipenuhi oleh berbagai pertanyaan yang menimbulkan kekhawatiran dan ketidakpastian. Sikap baru Yura membuat Arina merasa cemas akan posisinya sebagai nyonya utama dalam keluarga Alexander ini. Semua yang dulu begitu pasti dan akrab, kini terasa rapuh dan tidak terduga, membuatnya merasa seakan sedang berjalan di atas serpihan kebingungan yang membingungkan

Bagaimana tidak, dulu Yura dan Arina selalu melekat satu sama lain sepanjang hari ketika berada di rumah, penuh tawa dan obrolan ringan yang tak pernah berhenti. Namun, kini suasana berubah drastis. Yura tampak enggan menatap wajah Arina, memberikan kata-kata yang terasa dingin dan seadanya. Arina berdoa dalam hatinya, berharap bahwa sikap Yura yang seperti ini hanya efek samping dari sesuatu, mungkin obat atau hal lain, dan berharap Yura akan kembali menjadi dirinya yang dulu—hangat dan dekat seperti biasanya

Tanpa disadari oleh Arina, Yura mulai merancang strategi cemerlangnya untuk memenangkan pertandingan ini. Dengan penuh kehati-hatian, Yura memilah-milah setiap langkahnya, tunduk pada keinginan kuat untuk mengubah masa depan suram yang mengintainya. Dalam permainan ini, ia tak lagi hanya bermain untuk kemenangan semata, tetapi juga untuk mengukir kisah keberhasilan yang akan mencerahkan jejak langkahnya ke depan.

Do you wanna Reset?Where stories live. Discover now