Chapter 1: Mirror

626 22 0
                                    

If you're searching for that one person that will change your life,

Take a look in the mirror..

*

*

*


Dia hanya tersenyum miris sambil memperhatikan bangunan di depannya ini.

Sebuah bangunan yang disebut sebagai sekolah.

Ada keraguan di hatinya untuk melangkahkan kaki memasuki gedung tiga lantai tersebut.

Memperhatikan, para remaja yang seumuran dengannya asyik bercanda atau pun bercengkrama bersama teman sebayanya membuat sosoknya semakin mempererat pegangan di kedua tali ranselnya.

Sosoknya terlihat begitu lugu, umurnya masih 12 tahun saat itu.

Hari pertama ia menginjakkan kaki di Sekolah Menengah Pertama.

Seharusnya, dia merasa senang dan bangga karena dia bisa bersekolah di sekolah bergengsi di daerahnya. Tapi, hati kecilnya bersikeras ingin menangis.

Dia benci dengan yang namanya berinteraksi.

Dia benci bersosialisasi dengan orang baru.

Seandainya teman sehidup-sematinya tidak pindah rumah. Pasti dia akan menikmati masa sekolahnya dengan bahagia.

"Hei, kenapa kau tidak masuk kelas? Sebentar lagi bel berbunyi."

Suara wanita yang mengalun lembut menyapa gendang telinganya. Dia menoleh, mendapati salah satu gurunya berjalan menghampirinya dengan senyum tipis yang begitu menghangatkan.

Senyuman tipis yang mengingatkannya akan sosok ibunya di rumah.

Dia hanya menunduk, kegelisahannya semakin menjadi membuatnya tak bisa berkata-kata.

Katakanlah dia tidak sopan karena mengabaikan gurunya. Tetapi, dia benar-benar tidak ingin mengutarakan kegelisahan yang ia rasakan saat ini.

Seolah mengerti, sang guru pun tersenyum simpul. Memberikan tepukan hangat di pundak muridnya yang mendongakkan kepala, sehingga manik mata mereka bertemu.

"Tidak apa. Jangan takut, semua yang ada di sini adalah temanmu. Semuanya akan baik-baik saja, sayang" ucap sang guru, sekali lagi tersenyum, mengajak sosok muridnya itu untuk berjalan bersamanya memasuki gedung tersebut.

Dia pun pada akhirnya menurut.

Berjalan mengikuti sang guru yang tersenyum semakin lebar dan membuat dirinya tersenyum pagi itu.

***

"Wahhh, ternyata kau menyukai cokelat juga?"

"Yup! Cokelat sangat enak dimakan disaat kita sedang bersedih, aku menjadi lebih tenang setelah memakan cokelat, makanya aku menyukai cokelat."

"Hahaha, alasanmu sangat lucu! Tapi, yang kau katakan itu memang benar."

"Bagaimana sepulang sekolah kita pergi ke kafe di dekat sekolah? Ku dengar dia menjual kue cokelat yang sangat enak!"

"Call!"

Enaknya..

Dia hanya bisa memandang iri para remaja seumurannya saling berbicara di kelas tersebut.

Disaat dia memasuki kelas, semua orang sudah membentuk kelompok-kelompok kecil sehingga dia terlalu takut untuk masuk.

Dia tidak ingin dianggap sebagai penyusup karena tiba-tiba merecoki obrolan seru para remaja itu.

[FF NCT DREAM] ROTATEDove le storie prendono vita. Scoprilo ora