19. Oh No!

111 22 5
                                    

Ini gawat

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Ini gawat.

Yeji menemukan dirinya berjengit untuk semua—biar kutekankan, semua—gerak-gerik Yeonjun di dekatnya. Ketahuilah, ketika Yeonjun tidak sengaja muncul untuk mengambil gelas di pantri, Yeji memekik mundur dan bersiaga. Atau ketika Yeonjun menggoreskan sedikit tangannya demi menghalau pergi serangga yang tak sengaja bertengger di dahi Hwang Yeji, ia sampai berteriak barang kali lupa, bahwa Yeonjun itu tak mengerti kelontang pembuat pening yang terus usik hati Yeji sedari malam dimana Yeonjun mabuk.

Bagaimana bisa, memapah seorang wanita lain di atas punggung, Yeonjun masih terlalu sibuk menatap Yeji penuh bintang dan puja?

Yeji sampai lelah sendiri menahan buncahan tak tahu malu dari dada.

Syuting di Swedia dinyatakan rampung oleh PD-nim. Para kru sibuk mengemas segalanya, termasuk Yeji dan para bintang tamu lainnya. Yeji tengah memilah baju bersih dan kotornya ketika seseorang merajang masuk tanpa mengetuk.

"Eonni sudah selesai?"

Hyeonji memberangus masuk dan tempatkan diri di tepi kasur yang penuh akan tumpukan barang Hwang Yeji. "Eonni dicari oleh Dohyeon eonni, tuh."

"Sekarang?"

Hyeonji mengangguk. Tangannya sibuk menggulir lipat-lipatan rapi baju Hwang Yeji, menganggumi ketelatenan seniornya itu dalam hal kemas mengemas. "Katanya ia tunggu di pantri. Kelihatannya sih penting. Tapi aku tak tahu ya."

Mendengarnya, Yeji sampaikan terima kasih dan meninggalkan ruangannya untuk menuju Dohyeon.

Menuruni tangga dan menyelusuri lantai dasar mansion yang terasa sedikit terlalu sepi dibanding satu malam lalu, Yeji bersiul pelan penuh tanda tanya. Kemana semua orang pergi?

Kakinya terhenti refleks ketika telinga menangkap sebersit suara yang Yeji kenali betul dimiliki oleh Choi Yeonjun. Katanya, "Maksudmu?"

Yeji mengurungkan niat untuk masuk menyela ketika suara Dohyeon menyusul ruang pendengaran. Ia terdengar serius dan tulus. "Aku menyukai Yeonjun oppa. Lebih dari suka berteman. Bukankah tindak-tandukku sudah begitu jelas?"

Bisikan kecil Yeonjun samar terdengar. "Kau melakukannya untuk kamera, atau?"

"Tidak. Aku benar-benar jatuh cinta."

Seketika jantung Yeji berdegup tak karuan, bersuara nyaring di dalam sesak dekapan rusuk yang ia rasa menyempit kesat. Yeji tak mengerti apa yang tengah ia tunggu. Penerimaan? Penolakan? Entahlah. Kembali tersiram lautan realita, bahwa memang Dohyeon lah yang layak mendapatkan hati Choi Yeonjun. Dohyeon lah yang sedari awal menyampaikan perasaannya secara lugas, tanpa bertele-tele, tanpa ambil ragu ataupun takut. Bukankah, seharusnya ia turut berbahagia untuk keberanian Dohyeon?

"Aku ..." Yeonjun akhirnya membalas selang beberapa hening. "Aku ... senang mendengarnya."

Didorong oleh kuriositas, serta nyeri yang merebak, Yeji mengintip dari balik tembok. Renyah rasa perih menyapa ketika matanya mendapati kedua insan berpelukan di balik meja dapur. Dalam diam, penuh kelembutan.

VarietYou (VU)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt