!! WARNING - 18+ !!
! Kekerasan fisik dan mental !
! Mohon bijak dalam membaca !
Tentang seorang remaja laki-laki, anak tunggal dari keluarga mafia yang harus kehilangan sang ibu karena ulah musuh ayahnya.
Karena itu pula, remaja itu harus mendapatk...
"Gue ngikut Edwin. Lo ikut?" tanya Daniam, menatap Edwin lekat.
Edwin menoleh, terdiam sebentar. "Oke, gue ikut."
"Sip dah! Gue jemput lo jam sebelas malam ya." Edwin hanya terdiam menanggapi ucapan Daniam.
*** Malam pun tiba, Edwin sudah siap dengan baju kaos polos warna putih, jaket kulit hitam dan celana cargo panjang hitam. Tak lupa membawa helm full face dan motor Ducati V4.
Baru saja keluar dari kamar, Edwin sudah bertemu dengan papanya yang datang dari arah dapur sambil membawa secangkir kopi di tangannya.
Melihat anaknya yang terlihat rapi, Elias sontak bertanya, "Kamu mau kemana jam segini?"
"Balap," jawab Edwin singkat.
"Sama?"
"Daniam, Levi."
"Kamu—"
"EDWIN ... EDWIN! MAIN YOK!" teriak seorang remaja dari arah gerbang depan.
Edwin dan Elias pun bersama-sama menuju gerbang untuk menemui remaja itu. Setelah sampai di gerbang, dilihat ada Daniam yang sudah lengkap dengan motor sport ninja warna hitam sedikit hijau.
"Halo, Om!" sapa Daniam. Elias hanya tersenyum dan mengangguk pelan membalas ucapan Daniam.
"Ya udah, tapi kamu nggak 'main' kan, malam ini?" tanya balik Elias ke arah anaknya, menekan kata 'main'.
"Nggak tau," jawab Edwin.
Elias menghela napas pelan mendengar jawaban anaknya. Semenjak saat itu, Edwin memiliki sifat yang sangat sulit untuk Elias ubah hingga kini.
Mungkin, bukan sulit lagi tetapi memang sudah tidak bisa.
Flashback on
Malam itu terasa begitu sunyi, suara jangkrik menemani seorang remaja laki-laki melatih teknik pedangnya di atas terpaan sinar bulan purnama.
Karena terlalu jauh mengayunkan pedang, tanpa sengaja tangannya tergores dan mengeluarkan banyak darah.
Namun, entah rasa apa yang timbul di diri remaja itu membuatnya ingin kembali menggoreskan pedang di tangannya.
Semakin dalam, semakin banyak darah yang keluar, semakin berbinar matanya. Seakan melihat dirinya tersiksa adalah hal yang menyenangkan.
Rasa penasaran itu semakin besar, dilemparnya pedang yang dia bawa lalu ia sentuh dengan ujung jari sedikit darah yang keluar dari tangan.
Pertama dia menciumnya, bau darah segar yang amis menyeruak di hidung. Setelah puas, jari yang berisi darah tersebut dicicipi perlahan.
"Enak." Kata pertama yang keluar dari mulut remaja tersebut saat darah menyentuh indra perasanya.
Lama kelamaan, dia malah meminum darahnya sendiri hingga mulutnya kotor. Tak lama, pria paruh baya datang dan menghampirinya.
"Edwin! Apa yang kamu lakukan!?" teriak pria itu.
Edwin hanya tersenyum lebar dengan mulut penuh darah. Seperti tak ada penyesalan di matanya.
"Aku? Aku mencicipi darahku sendiri yang sangat terasa nikmat. Papa mau mencobanya? Hahaha!" Edwin menyodorkan tangan yang penuh luka kehadapan papanya.
"Astaga! Edwin, sadar! Ini bukan kamu yang biasanya! Sadar, Nak!" Elias berusaha menyadarkan Edwin dengan apa yang sedang dia lakukan.
"Edwin? Aku bukan Edwin yang sebenarnya sekarang, aku adalah Azriel, hahaha! Aku adalah anak yang penuh ambisi dendam agar bisa membalaskan kematian Mama! Tidak akan ada yang bi—"
Bruk!
Belum selesai Edwin berbicara, remaja itu pingsan, membuat Elias panik tak karuan. "EDWIN!" teriak Elias kaget, pria tersebut segera menggendong Edwin dan membawanya menuju rumah sakit.
Selang beberapa hari Edwin kembali sadar, Elias langsung menanyakan apa yang terjadi. Edwin menjelaskan segalanya, namun, mendengar penjelasan anaknya Elias tak menjamin akan terjadi sekali saja.
Benar, Edwin kembali menjadi anak yang berbeda di setiap malam. Dia lebih suka menyiksa diri, namun, akhir-akhir ini, Azriel, jiwa kedua Edwin mendapat korban.
Dia akan memilih pergi pada malam hari dan menyiksa korbannya hingga tewas.
"Tuan," panggil bawahannya.
"Dia sudah menjadi seorang psikopat, Gara."
"Saya paham, Tuan."
Flashback off
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.