08 || Tak Terima

84 7 0
                                    

"Welcome to the dark story!"

Semua dengan pasrah memberikan kunci motor mereka pada Deran, namun, ada satu orang yang merasa tidak terima dengan kekalahannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Semua dengan pasrah memberikan kunci motor mereka pada Deran, namun, ada satu orang yang merasa tidak terima dengan kekalahannya.

"Nggak! Nggak mau! Apa-apaan isi ngasi motor segala, nggak mau pokoknya gue! Kalau bisa, gue mau tanding ulang sama yang menang!" tolak remaja tersebut dengan kasar.

"Nggak bisa Ka, ini udah jadi peraturan yang gue buat sendiri. Percuma lo balap sama dia, lo bakal kalah," ucap Deran memberi penjelasan pada Arka.

"Kalah? Nggak mungkin! Kalau sama lo, oke fine gue terima, tapi kalau sama dia ... gue nggak terima!" jawab Arka menunjuk Edwin dengan wajah yang memerah menahan amarah.

"Gimana Win? Mau?" tanya Deran, menatap Edwin penuh tanya.

"No problem, asal nggak nangis kalau kalah untuk kedua kalinya!" sahut Edwin, sambil menekan kata 'kalah.'

Pertandingan dimulai kembali, kini antara Arka dan Edwin. Hingga, saat mendekati garis finish Edwin dengan cepat melesat dan mengalahkan  Arka.

Arka turun dari motor dengan emosi yang menggebu-gebu, benar-benar tidak terima dikalahkan oleh Edwin. "Apa maksud lo ha! Lo curang kan?" tanya Arka di depan Edwin.

"Curang? Bukti?" Edwin menadahkan tangan kanannya saat menjawab ucapan Arka.

"Y-ya pokoknya lo curang ya bangsat! Gue nggak mau nyerahin motor gue ke lo! Najis ngasi barang berharga gue, mending gue mati daripada ngasi motor ke lo!" Arka pergi dari hadapan Edwin membawa motornya.

"Ho ... mau mati rupanya," gumam kecil Edwin sambil tertawa kecil.

"WOY! LO YANG CURANG ANJING! WOY!" teriak Daniam tak terima dengan apa yang dilakukan oleh Arka.

"Sorry Win, dia emang gitu anaknya. Biasanya kita taruhan uang, tapi sekarang gue taruhan motor dia gitu," ujar Deran merasa tak enak hati.

"Sans, gue balik. Untuk semua motor yang kalah, bisa lo parkir deket garis start, nanti bakal ada yang ngambil." Edwin menepuk pelan bahu Deran.

"Oh, motor lo jangan. Bawa pulang aja," lanjut Edwin.

"Tapi—" Edwin hanya melambaikan tangan dan pergi bersama kedua temannya.

Di perjalanan, Edwin berhenti ke pinggir sejenak. Melihat temannya yang berhenti, Daniam dan Levi ikut melakukan hal sama.

"Kenapa Dwin? Ada yang salah?" tanya Levi.

"Nggak apa-apa, kalian pulang duluan aja. Gue ada urusan sebentar," ungkap Edwin.

"Mau kemana? Lo nggak bakal aneh-aneh, kan?" terka Levi sambil menunjuk remaja dengan wajah datar di depannya.

"Nggak! Udah sana pergi." Edwin mengibas-ngibaskan tangan mengusir Daniam dan Levi.

Mereka menurut, dua orang itu pun pergi meninggalkan Edwin. Setelah tak ada dan situasi terasa aman, Edwin mengambil ponsel untuk menelepon seseorang.

"Halo!"

"..."

"Hmm, cari keberadaan Arka. Gue ada urusan sama dia."

"..."

"Nggak! Cepetan cari sekarang!"

"..."

"Nanti gue bayar lebih."

"..."

"Ya."

Tut! Tut!

Panggilan berakhir, Edwin hanya perlu menunggu sebentar. Kebetulan dia sedang ingin 'bermain' dan sedikit 'haus' jadi, karena sedang kesal melihat kelakuan Arka, Edwin akan menjadikan Arka 'makanannya' malam ini.

Tak perlu menunggu lama, sebuah pesan masuk ke ponsel milik remaja itu. Senyum merekah terlihat di wajah tampannya, dengan kecepatan di atas rata-rata Edwin menembus dinginnya malam.

Sampai di sebuah rumah sederhana di pelosok desa yang dekat juga dengan markas Sandra Mafia, Edwin memarkirkan motornya dan masuk ke dalam rumah.

Terlihat seorang remaja laki-laki dengan luka lebam di seluruh wajahnya sedang terikat di sebuah kursi usang. Keadaannya tak cukup parah, karena setelah ini dia yang akan membuatnya sekarat.

"Bangun! Bangun lo!" ujar Edwin, sembari sedikit menendang kaki kursi.


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Two Face About Me [END)Where stories live. Discover now