Bab 54 - Punya Adik

183 11 0
                                    

Boni pulang dari kantor lebih awal, Gio yang sudah mulai tau bagaimana cara menelfonnya juga terus menelfon memintanya pulang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Boni pulang dari kantor lebih awal, Gio yang sudah mulai tau bagaimana cara menelfonnya juga terus menelfon memintanya pulang. Sementara Anna sendiri sebenarnya hanya tidur sembari sesekali membuka matanya untuk memastikan jika putranya tak melakukan hal-hal berbahaya. Gio juga terus di samping Anna memperhatikan perut atau hidung mamanya masih bergerak atau tidak.

"Kenapa liatin Mama gitu?" tanya Anna lalu memeluk Gio.

"Mau liat masih banafas tidak," jawab Gio yang sangat mengkhawatirkan Anna lebih dari apapun saat ini.

Anna tertawa mendengar jawaban Gio. "Gio awasin Mama terus ya?" Gio langsung mengangguk tanpa ragu. "Papa lagi apa?" tanya Anna pada Gio lembut.

Tak berselang lama Boni datang setelah menyelesaikan cucian piring istrinya juga mencuci baju. Gio memperhatikan papanya sekarang. Ia bingung harus bilang apa pada mamanya menjawab pertanyaan sederhana mamanya yang menanyakan apa yang sedang di kerjakan papanya.

Boni mengerjakan semuanya sembari menunggu mesin cucinya berhenti berputar dan Gio terus mengawasinya. Apa yang harus Gio katakan jika papanya sedang mencuci, memanaskan masakan, makan, cuci piring, mengelap dapur dan bersiap menjemur pakaian di saat bersamaan. Jadi Gio memutuskan untuk mengawasi papanya sembari memikirkan kata-kata yang tepat.

"Udah belum?" tanya Gio setelah Boni selesai menjemur.

"Belum, sebentar lagi," jawab Boni sembari menjemur pakaian Gio yang jauh lebih banyak daripada pakaiannya maupun Anna. "Kamu ganti baju terus jadi lama deh jemurnya," ucap Boni sembari menunjukkan banyaknya baju Gio.

Gio meringis mendengar ucapan papanya. "Sip deh Papa hebat mencucinya," ucap Gio lalu kembali ke kamar Mamanya sebelum ia tersudutkan.

Boni geleng-geleng melihat reaksi putranya. Boni benar-benar gemas melihat Gio yang begitu mudah memberi pujian karena terbiasa ia puji. Tapi mau bagaimana lagi Boni juga tak bisa banyak menuntut pada bocah yang baru berusia 3 tahun itu. Hari ini Gio tidak pecicilan dan mau menjaga mamanya saja sudah hebat bagi Boni.

"Sayang, mau ke dokter?" tanya Boni sembari mengecup kening istrinya dengan lembut.

Anna mengangguk. "Aku kayaknya pengen nginep di rumah Ibu aja deh, kalo gak pulang ke rumah ayahku. Biar Gio ada yang awasin," ucap Anna.

Boni mengangguk lalu kembali mengecup kening istrinya dan memeluknya dengan lembut. "Gio udah gede tenang aja dia ngerti tanggung jawab, ga perlu sampe nyari orang buat awasin Gio. Aku juga bisa di rumah," ucap Boni lembut menenangkan Anna dan menepis segala kekhawatirannya.

Anna mengangguk lalu Boni mendekapnya sembari mengelus punggungnya dengan lembut agar istrinya merasa lebih nyaman. Boni juga bercerita soal pekerjaannya dan melapor soal pekerjaan rumah tangga yang sudah ia bereskan agar Anna bisa tenang. Tapi belum Anna benar-benar terlelap ia jadi teringat pada Gio karena suasana yang begitu tanang.

"Gio! Mana Gio!" pekik Anna panik benar saja tak berapa lama ia keluar kamar dan mendapati Gio yang sedang mencongkel palet eye shadownya. "Ya ampun Gio!" seru Anna sembari menepuk jidatnya sendiri.

"Kayaknya emang bener harus di titipin," ucap Boni yang langsung mengelus bahu Anna dan membawa Gio ke kamar mandi. "Pantesan anteng dapet proyek ngerusak make up Mama ternyata."

Gio menatap Boni menunggu reaksi mama papanya setelah ia berbuat salah.

"Adek jangan kayak gitu, kalo bukan punya adek ya jangan di mainin. Kasian Mama, lagi sakit make upnya di rusakin, duh! Sedih deh Mama nanti," ucap Boni coba memberi pengertian pada putranya.

"Tadi aku cuma mau pegang saja, teyus walnanya itu bagus gitu loh, Pa," ucap Gio menjelaskan.

Boni menghela nafas lalu tersenyum. "Yaudah besok lagi jangan di ulangin ya," ucap Boni sembari memandikan putranya.

Gio mengangguk. "Maaf ya Pa..."

"Iya. Nanti Gio minta maaf sama Mama juga ya."

***

Vincent mengintip di sela-sela pintu. Pria kecil itu begitu sedih melihat orang tuanya yang terus bertengkar. Beberapa waktu belakangan Vincent cukup dekat dengan mamanya. Mamanya juga lebih sering dirumah bersama Vincent kembali. Tapi Papanya yang selalu menjadi idola kesayangannya selalu penuh kasih sayang belakangan ini terlihat sangat mengerikan.

Papanya mudah berteriak dan memukul mamanya. Mamanya jadi sering menangis dan orang tuanya sering berteriak satu sama lain. Vincent jadi merasa sedih setiap hari orang tuanya terus bertengkar. Sejenak Vincent merasa lebih senang ketika ia di pukul mamanya daripada melihat mamanya terus di pukul papanya. Vincent tetap menyayangi mamanya.

"Pa..." Vincent keluar dari kamarnya perlahan dengan mata yang sembab membawa guling kecilnya.

"Vincent! Masuk kamar!" bentak Bian untuk pertama kalinya pada putranya.

Vincent tersentak kaget dengan bentakan papanya. Vincent langsung menangis dan mematung di tempatnya berdiri saat ini. Mendengar tangisan putranya dan reaksinya yang tak bisa bergerak karena bentakannya. Bian menyesal, harusnya ia sabar menghadapi putranya.

Bian mengusap wajahnya lalu mendekat pada Vincent. Vincent langsung menggeleng dan berlari menuju mamanya menghindari papanya yang baru membentaknya. Vincent ingin di peluk mamanya, Vincent ingin melindungi mamanya.

Tapi saat Vincent hendak memeluk, Eve langsung menepisnya dan memilih pergi ke kamar dan mengurung diri sendiri. Vincent mengejarnya tapi Eve tak peduli dan langsung membanting pintu tepat sebelum Vincent menggapainya. Vincent menangis memanggil mamanya tapi udahanya sama sekali tak membuahkan hasil.

Bian menghela nafas, lalu mendekati Vincent. Bian benar-benar bingung harus bicara apa atau menjelaskan mulai dari mana pada Vincent soal kemarahannya atau soal Eve. Vincent terlalu kecil dan Bian berusaha agar putranya tidak ikut mengetahui masalah keluarganya.

"Papa malah teyus, mama jadi tidak sayang aku," omel Vincent lalu memukuli Bian.

Bian hanya diam membiarkan Vincent meluapkan emosinya. Vincent memungut gulingnya lalu kembali ke kamarnya sambil menangis. Pengasuh Vincent tak berani mendekat karena takut kena masalah juga, meskipun ia juga khawatir pada Vincent yang menangis.

"Vincent di urus," ucap Bian dingin pada pengasuh Vincent sebelum ia masuk ke ruang kerjanya.

***

Gio duduk dipangku papanya dan coba diam mendengarkan penjelasan dokter soal mamanya yang sakit. Sampai dokter mengatakan jika Anna hamil. Anna langsung menangis haru begitu pula dengan Boni yang begitu bahagia dengan kabar tersebut. Tapi Gio yang bingung kenapa orang tuanya menangis dan tidak paham atas kondisi langsung ikut menangis.

"Gio kenapa nangis?" tanya Anna lembut.

"Mama Papa nangis aku jadi sedih," jawab Gio polos yang langsung membuat orang tuanya juga dokter dan perawat tertawa mendengar jawabannya. 

 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
BIANNAWhere stories live. Discover now