Bab 39 - Le Petit Amore

125 12 1
                                    

Bian menarik Eve dalam pelukannya lalu melumat bibirnya dengan lembut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bian menarik Eve dalam pelukannya lalu melumat bibirnya dengan lembut.

"Apa Andy lebih penting daripada aku sampe kamu lebih percaya dia daripada aku?" tanya Bian dengan pandangannya yang lembut dan terlihat sendu.

Eve terdiam mendengar pertanyaan Bian yang sulit untuk ia jawab.

"Aku melepaskan Anna dan meninggalkannya untuk dirimu, lalu ini balasanmu padaku?" tanya Bian lembut sambil mengelus rambut Eve dan mengecup keningnya sebelum ia bangun dan memilih untuk pulang, mengurungkan niatnya untuk menginap di rumah Eve.

Bian meninggalkan setelan jasnya lalu pergi setelah jemputannya mengabari jika sudah ada di rumah Eve. Eve kaget bukan main Bian benar-benar tak bisa ia tebak dan ia kendalikan. Bahkan setelah semuanya ia tetap tak bisa mengendalikan Bian dan menebak jalan pikirannya. Bian juga tak terlihat takut kehilangan apapun, bahkan Bian juga melepas cincin tunangannya dan meninggalkannya begitu saja di kamar Eve.

"Kak Bian! Maaf! Kak! Iya aku turutin kemauanmu!" Eve langsung menangis mengejar Bian.

Bian tetap melangkah pergi meninggalkan Eve dan hanya membawa tas kecilnya dan ponselnya begitu saja. Harold dan Lifi langsung keluar kamar, mereka yang sebelumnya tertawa dan merasa senang karena Eve bisa dekat dengan Bian kini heran karena Bian tiba-tiba pulang dan Eve yang menangis mengejarnya.

"Bicara denganku kalau permintaanku sudah di penuhi," ucap Bian dengan tegas sebelum pergi.

"Ada apa?" tanya Harold khawatir terlebih ucapan Bian juga terdengar begitu serius.

"Aku suruh Andy buat mata-matain Kak Bian, Kak Bian marah..." jujur Eve dengan airmata berlinangan sambil memegangi kepalanya.

Harold dan Lifi hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar pengakuan Eve. Andy sendiri yang mendengar tangisan Eve merasa bersalah karena ia yang kurang profesional hingga Bian tau semuanya.

"Kenapa sampai harus memata-matai Bian segala?" tanya Harold tak habis pikir dengan apa yang Eve lakukan.

"Aku khawatir kalau Kak Bian masih menemui Kak Anna!" aku Eve atas segala kecurigaannya hingga menyuruh pengawalnya mengawasi Bian.

Harold geleng-geleng kepala mendengar pengakuan Eve. "Kamu kan dateng sendiri ke acara tunangannya si Anna itu. Kamu juga liat sendiri pasangannya Anna. Kemarin juga kalian sama-sama dateng liat basket, apa lagi yang kurang sampai kamu securiga ini sama Bian?"

Lifi tak bisa membela Eve kali ini, Harold benar dan apa yang Eve lakukan sudah salah besar dan melenceng begitu jauh hingga Bian bisa semarah ini padanya.

"T-tapi dulu Kak Bian pacaran sama Kak Anna!" Eve tak mau disalahkan.

"Kapan?" tanya Lifi dan Harold hampir bersamaan.

"D-dulu waktu SMA," jawab Eve.

Lifi dan Harold hanya bisa geleng-geleng kepala lalu membawa Eve masuk ke ruang kerja Harold.

"Bian bahkan sudah lulus kuliah kamu masih mengungkit masalalunya!" geram Harold yang sekarang takut jika karirnya bermasalah.

Lifi diam mendengar Harold yang tampak kesal dengan Eve. Mengingat dulu ia juga begitu pada mantan pacar Harold sebelumnya.

"Tapi Kak Bian..."

"Tapi apa? Maumu apa? Bian punya masalalu bukan berarti tidak punya masa depan. Jika Anna memang mantannya kamu tinggal tunjukkan saja kalau dirimu memang lebih pantas mendampingi Bian. Kenapa itu saja sangat merepotkan untukmu?!"

Eve menundukkan kepalanya Papanya benar. Ia tak bisa terus mencurigai Bian, terlebih tadi saat acara tunangannya juga. Bian bermaksud baik dengan mengundang Anna dan Boni. Tapi di lain sisi Eve juga sulit jika harus berpisah dari pengawalnya yang sudah menemaninya selama ini.

"Tapi bagaimana dengan Andy nanti jika..."

"Jika kamu masih ingin jadi anakku dan mempertahankan martabatmu, sebaiknya kamu berhenti mencari masalah dan bersikaplah dewasa!" bentak Harold penuh emosi lalu menghela nafasnya.

"Tadi Mama lihat Bian membawa Andy ke ruang ganti apa yang mereka bicarakan?" tanya Lifi.

Eve menundukkan kepalanya ia bingung harus berkata apa, tapi ini sudah kepalang tanggung ia hanya bisa jujur agar semua tak jadi lebih buruk lagi.

"Kak Bian marah, waktu tau Andy gak kirim undangan buat Kak Anna sama Kak Boni..."

"Kok bisa?!"

"A-aku suruh Andy buat gak kasih ke Kak Anna sama Kak Boni."

"Kenapa?"

"Aku takut kalo Kak Bian balik sama Kak Anna lagi..."

"Kamu udah konfirmasi ke Bian kenapa dia marah ke Andy gara-gara undangan?"

Eve mengangguk.

"Bian bilang apa?"

"Kak Bian bilang kalo dia mau ngundang Kak Anna sama Kak Boni buat nunjukin kalo hubungan kita lebih baik dari pada mereka, buat pamerin aku ke Kak Anna kalo aku lebih baik daripada dia."

"Terus kamu masih curiga ke Bian dan berharap dia gak marah ke kamu?"

Eve langsung menangis, ia sadar ia sudah benar-benar salah sekarang dan apa yang sudah ia lakukan tak bisa di maafkan dengan mudah.

***

Bian sibuk mengatur kafenya sambil berharap bisa bertemu dengan Anna sekarang. Tapi Anna tak kunjung datang dan Bian hanya mengiriminya sebuah buket bunga kembali tanpa berani memberikan pesan apapun karena merasa sudah terlalu banyak hal yang ingin ia sampaikan pada Anna. Bian tetap mencintai Anna dan selalu merindukannya sama seperti dulu.

"Aku mau pulang, atur penerbanganku ke Swis lagi," pinta Bian yang masih belum siap untuk tinggal di nergaranya saat ini.

Tapi tak berapa lama setelah Bian pergi Anna dan Boni datang. Mereka sengaja mampir ke kafe langganannya yang kini sudah berganti nama.

"Le Petit Amore..." Anna membaca plangkat nama yang baru sebelum masuk dan menyapa barista langganannya. "Kok ganti nama? Padahal aku suka nama sebelumnya," ucap Anna membuka pembicaraan.

"Iya, sekarang pemiliknya ganti jadi ganti nama," jawab si barista sambil meringis. "Seperti biasa?" tanyanya memastikan.

Anna dan Boni kompak mengangguk sambil tersenyum sumringah senang karena tak harus mengucapkan pesananya terus menerus. 

˚✧₊⁎❝᷀ົ≀ˍ̮ ❝᷀ົ⁎⁺˳

Bersambung, jangan lupa vote ya 👍

BIANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang