SEPULUH ✨

45 34 26
                                    

▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃
┊ ┊ ┊ ┊ ┊ ┊
┊ ┊ ┊ ┊ ˚✩ ⋆。˚ ✩
┊ ┊ ┊ ✫
┊ ┊ ︎✧             🎧 ˗ˏˋ ꒰𝘈𝘓𝘖𝘙𝘈꒱ ˎˊ- ✩
┊ ┊ ✯                       ᵃˡᵗᵉᶻᶻᵃ ᶻᵉᵒʳᵃ
┊ . ˚ ˚✩

∘₊✧──────✧₊∘

Zeora.

Gue melempar asal tas ke arah sofa dan berjalan menuju lantai atas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue melempar asal tas ke arah sofa dan berjalan menuju lantai atas.

Langkah gue tiba-tiba berhenti tepat di depan pintu dapur yang terbuka.  Gue mengintip sedikit, disana Zevano tengah meminum sesuatu? Semacam pil.

Tanpa sepatah katapun, gue membuka lebar pintu itu dengan keras. Hingga membuat Zevano terlonjak kaget dan buru-buru menyembunyikan pil yang tadi diminumnya.

"Ze-Zeo udah pulang?" Tanya Zevano basa basi sambil nyengir lebar.

Gue berjalan mendekatinya, memberikan tatapan mata setajam pisau. Menatap kembaran gue dari atas sampai bawah lalu menatap wajahnya lagi dengan kesal.

"Napa lo ninggalin gue tadi pagi?" Bukannya menjawab pertanyaan Zevano, gue malah bertanya hal lain padanya.

Dia menggaruk kepala. Bingung harus mengatakan apa. Zevano ikut duduk dan menatap gue lekat.

"Maaf," hanya kata itu yang keluar dari mulutnya.

Gue bahkan gak tahu mengapa dia meminta maaf. "Gue gak terima permintaan maaf lo kalo gak ngasih tau alasannya." Ujar gue bersedekap dada.

Mata yang menyorot akan penyesalan itu terus menatap gue. Hingga akhirnya Zevano memutus tatapan itu dengan mengambil eskrim dari kulkas, lalu memberikannya pada gue.

"Mobilnya rusak, jadi Vano bawa ke bengkel tadi pagi." Ucapnya menjelaskan alasan mengapa hal tadi pagi terjadi.

"Vano juga telat kok ke sekolah." Lanjut Zevano. Pria itu terus menatap gue, matanya tentu saja tak berbohong.

Hal ini yang buat gue gak bisa marah sama kembaran sendiri. Dia bahkan tau apa yang bisa buat gue luluh, melalui tatapan matanya.

Gue menyuapkan sesendok eskrim lalu menyuapkannya kepada Zevano. "Yaudah."

Detik jam menemani kami berdua. Sedari tadi tak ada yang memulai percakapan. Hingga waktu berlalu begitu saja.

Zevano berdiri dari duduknya. Ia merapikan kursi dan bersiap meninggalkan dapur.

Gue segera menahan pergelangan Zevano. Ada sesuatu hal yang membuat gue penasaran sedari tadi.

"Kenapa Zeo?" Tanya Zevano tersenyum sambil memiringkan kepalanya.

Gue berdiri menyetarakan tinggi dengan Zevano. "Yang tadi lo minum itu obat, kan?" Meminta penjelasan dari sang kembaran. "Kalo Lo sakit kasih tau gue, gue bakal jaga dan rawat lo kok."

𝐀 𝐋 𝐎 𝐑 𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang